Sunday, December 25, 2016

Untuk Apa Kita Diciptakan Di Dunia Ini?

Masih ada segelintir orang yang muncul dalam dirinya pertanyaan seperti ini, bahkan dia belum menemukan jawaban dari pertanyaan ini hingga berpuluh-puluh tahun lamanya. “Untuk tujuan apa sih, kita diciptakan di dunia ini?”, demikian pertanyaan yang selalu muncul dalam benaknya. Lalu sampai-sampai dia menanyakan pula, “Kenapa kita harus beribadah?” Sempat ada yang menanyakan beberapa pertanyaan di atas kepada kami melalui pesan singkat yang kami terima. Semoga Allah memudahkan untuk menjelaskan hal ini.

Saudaraku … Inilah Tujuan Engkau Hidup Di Dunia Ini
Allah Ta’ala sudah menjelaskan dengan sangat gamblangnya di dalam Al Qur’an apa yang menjadi tujuan kita hidup di muka bumi ini. Cobalah kita membuka lembaran-lembaran Al Qur’an dan kita jumpai pada surat Adz Dzariyat ayat 56. Di sana, Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyat: 56)

Saudaraku … Jadi, Allah tidaklah membiarkan kita begitu saja. Bukanlah Allah hanya memerintahkan kita untuk makan, minum, melepas lelah, tidur, mencari sesuap nasi untuk keberlangsungan hidup. Ingatlah, bukan hanya dengan tujuan seperti ini Allah menciptakan kita. Tetapi ada tujuan besar di balik itu semua yaitu agar setiap hamba dapat beribadah kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman,

أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ
Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (QS. Al Mu’minun: 115).
Ibnu Qoyyim Al Jauziyah mengatakan, “Apakah kalian diciptakan tanpa ada maksud dan hikmah, tidak untuk beribadah kepada Allah, dan juga tanpa ada balasan dari-Nya[?] ” (Madaarijus Salikin, 1/98) Jadi beribadah kepada Allah adalah tujuan diciptakannya jin, manusia dan seluruh makhluk. Makhluk tidak mungkin diciptakan begitu saja tanpa diperintah dan tanpa dilarang. Allah Ta’ala berfirman,

أَيَحْسَبُ الْإِنْسَانُ أَنْ يُتْرَكَ سُدًى
Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban)?” (QS. Al Qiyamah: 36).

Imam Asy Syafi’i mengatakan,
لاَ يُؤْمَرُ وَلاَ يُنْهَى
“(Apakah mereka diciptakan) tanpa diperintah dan dilarang?”.

Ulama lainnya mengatakan,
لاَ يُثاَبُ وَلاَ يُعَاقَبُ
“(Apakah mereka diciptakan) tanpa ada balasan dan siksaan?” (Lihat Madaarijus Salikin, 1/98)
Bukan Berarti Allah Butuh pada Kita, Justru Kita yang Butuh Beribdah pada Allah
Saudaraku, setelah kita mengetahui tujuan hidup kita di dunia ini, perlu diketahui pula bahwa jika Allah memerintahkan kita untuk beribadah kepada-Nya, bukan berarti Allah butuh pada kita. Sesungguhnya Allah tidak menghendaki sedikit pun rezeki dari makhluk-Nya dan Dia pula tidak menghendaki agar hamba memberi makan pada-Nya. Allah lah yang Maha Pemberi Rizki. Perhatikan ayat selanjutnya, kelanjutan surat Adz Dzariyat ayat 56. Di sana, Allah Ta’ala berfirman,

مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ (57) إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ (58)
Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari makhluk dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan pada-Ku. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (QS. Adz Dzariyat: 57-58)

Jadi, justru kita yang butuh pada Allah. Justru kita yang butuh melakukan ibadah kepada-Nya.
Saudaraku … Semoga kita dapat memperhatikan perkataan yang sangat indah dari ulama Robbani, Ibnul Qoyyim rahimahullah tatkala beliau menjelaskan surat Adz Dzariyaat ayat 56-57.
Beliau rahimahullah mengatakan,“Dalam ayat tersebut Allah Ta’ala mengabarkan bahwa Dia tidaklah menciptakan jin dan manusia karena butuh pada mereka, bukan untuk mendapatkan keuntungan dari makhluk tersebut. Akan tetapi, Allah Ta’ala Allah menciptakan mereka justru dalam rangka berderma dan berbuat baik pada mereka, yaitu supaya mereka beribadah kepada Allah, lalu mereka pun nantinya akan mendapatkan keuntungan. Semua keuntungan pun akan kembali kepada mereka. Hal ini sama halnya dengan perkataan seseorang, “Jika engkau berbuat baik, maka semua kebaikan tersebut akan kembali padamu”. Jadi, barangsiapa melakukan amalan sholeh, maka itu akan kembali untuk dirinya sendiri. ” (Thoriqul Hijrotain, hal. 222)
Jelaslah bahwa sebenarnya kita lah yang butuh pada ibadah kepada-Nya karena balasan dari ibadah tersebut akan kembali lagi kepada kita.
Apa Makna Ibadah?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Dalam ibadah itu terkandung mengenal, mencintai, dan tunduk kepada Allah. Bahkan dalam ibadah terkandung segala yang Allah cintai dan ridhoi. Titik sentral dan yang paling urgent dalam segala yang ada adalah di hati yaitu berupa keimanan, mengenal dan mencintai Allah, takut dan bertaubat pada-Nya, bertawakkal pada-Nya, serta ridho terhadap hukum-Nya. Di antara bentuk ibadah adalah shalat, dzikir, do’a, dan membaca Al Qur’an.” (Majmu’ Al Fatawa, 32/232)
Tidak Semua Makhluk Merealisasikan Tujuan Penciptaan Ini
Perlu diketahui bahwa irodah (kehendak) Allah itu ada dua macam.
Pertama adalah irodah diniyyah, yaitu setiap sesuatu yang diperintahkan oleh Allah berupa amalan sholeh. Namun orang-orang kafir dan fajir (ahli maksiat) melanggar perintah ini. Seperti ini disebut dengan irodah diniyyah, namun amalannya dicintai dan diridhoi. Irodah seperti ini bisa terealisir dan bisa pula tidak terealisir.
Kedua adalah irodah kauniyyah, yaitu segala sesuatu yang Allah takdirkan dan kehendaki, namun Allah tidaklah memerintahkannya. Contohnya adalah perkara-perkara mubah dan bentuk maksiat. Perkara-perkara semacam ini tidak Allah perintahkan dan tidak pula diridhoi. Allah tidaklah memerintahkan makhluk-Nya berbuat kejelekan, Dia tidak meridhoi kekafiran, walaupun Allah menghendaki, menakdirkan, dan menciptakannya. Dalam hal ini, setiap yang Dia kehendaki pasti terlaksana dan yang tidak Dia kehendaki tidak akan terwujud. Jika kita melihat surat Adz Dzariyat ayat 56,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyat: 56)

Tujuan penciptaan di sini termasuk irodah diniyyah. Jadi, tujuan penciptaan di sini tidaklah semua makhluk mewujudkannya. Oleh karena itu, dalam tataran realita ada orang yang beriman dan orang yang tidak beriman. Tujuan penciptaan di sini yaitu beribadah kepada Allah adalah perkara yang dicintai dan diridhoi, namun tidak semua makhluk merealisasikannya. (Lihat pembahasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al Fatawa, 8/189)
Dengan Tauhid dan Kecintaan pada-Nya, Kebahagiaan dan Keselamatan akan Diraih
Ibnul Qoyyim rahimahullah mengatakan, “Tujuan yang terpuji yang jika setiap insan merealisasikannya bisa menggapai kesempurnaan, kebahagiaan hidup, dan keselamatan adalah dengan mengenal, mencintai, dan beribadah kepada Allah semata dan tidak berbuat syirik kepada-Nya. Inilah hakekat dari perkataan seorang hamba “Laa ilaha illallah (tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah)”. Dengan kalimat inilah para Rasul diutus dan semua kitab diturunkan. Suatu jiwa tidaklah menjadi baik, suci dan sempurna melainkan dengan mentauhidkan Allah semata.” (Miftaah Daaris Sa’aadah, 2/120)
Kami memohon kepada Allah, agar menunjuki kita sekalian dan seluruh kaum muslimin kepada perkataan dan amalan yang Dia cintai dan ridhoi. Tidak ada daya untuk melakukan ketaatan dan tidak ada kekuatan untuk meninggalkan yang haram melainkan dengan pertolongan Allah.

وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ وَصَلَّى اللَّهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيمًا كَثِيرًا دَائِمًا إلَى يَوْمِ الدِّينِ

Mengapa kita sering Mementingkan Hasil daripada Usaha?

Pernah ataupun tidak, apabila sesuatu yang kita kerjakan tidak menjadi seperti yang diharapkan, perasaan kecewa  memanah hati kita?
apakah ini cara yang benar jika ingin mencapai kejayaan dalam hidup?
Apakah cara yang efektif dalam mencapai keinginan hidup kita?
Biasanya jika seseorang lebih mementingkan hasil, maka dia akan cenderung untuk kecewa, putus asa dan tidak menghargai usahanya apabila dia tidak mendapat apa yang diimpikan.
Sebaliknya, jika dia mementingkan usaha lebih daripada hasil, apa saja keputusan yang nanti akan dia dapatkan pada akhir nanti, dia akan cenderung untuk menutupi kegagalannya dengan alasan “ aku sudah melakukan yang terbaik, mau bagaimana lagi, bukan rezeki”.

Situasi di atas sering berlaku dalam masyarakat kita kini.

Kita harus mengubah cara berfikir semua insan untuk menggalakkan proses pembangunan dalam masyarakat kerana ketidakseimbangan dua perkara ini hanya akan meruntuhkan masyarakat.
Lihat betapa pentingnya postingan ini karena jika kita tidak membetulkan pemikiran kita mengenai perkara ini, ia bukan saja memberi dampak kepada insititusi kekeluargaan, bahkan ia akan memberi dampak dalam semua aspek di dalam sebuah masyarakat. 

Berikut adalah  yang kita sering alami atau kita lihat dalam kehidupan:
  • Yang pertama, ia akan menjadikan kita seseorang yang tidak yakin dengan diri sendiri dan selalu saja mengharapkan orang lain.
  • Kedua, ia menjadikan kita seorang yang tidak berdikari. 
Melihat perbincangan di atas ini, kita dapat menimbulkan satu persoalan yang utama: Apakah solusi terhadap permasalahan ini? Bagaimana kita hendak mengimbanginya? Secara luarannya, kita mampu melihat jika seseorang itu mengimbangi dua perkara ini di dalam hidupnya. Manifestasinya adalah seperti berikut:
Katakan bahawa anda sudah berusaha bersungguh-sungguh dan anda gagal. Anda tidak merasakan yang usaha anda sia sia dan pada masa yang sama, anda juga mahukan hasil yang mengecewakan.
Maka dengan ini, anda akan coba analisa usaha anda dengan mengenal pasti apakah kekurangan yang terjadi di dalam usaha anda yang menghalangi anda dalam mencapai matlamat yang anda inginkan tidak kira berapa kali anda gagal atau jatuh.
Inilah jawaban kepada permasalahan di atas. Inilah apa yang anda harus lakukan dalam hidup anda.
Terdengar mudah kan? Realitinya adalah sulit untuk dilaksanakan, tetapi ingat, ia tidak mustahil kerana ia memerlukan semangat juang hidup yang tinggi untuk tetap bersifat seperti itu.
Akan tetapi perlu diingat bahawa anda lah orang yang harus menetapkan apakah itu gagal, lulus dan cemerlang.
Jangan biarkan orang lain mempengaruhi anda. Tambahan kepada akibat kita berada di dalam zona bahaya adalah kita senang dipengaruhi orang.
Sebagai contoh, jika orang sekeliling kita berkata bahawa lulus adalah grade C. maka kita pun menerima bahawa lulus adalah grade C.
Bila mindset kita sudah begitu, maka prestasi kita tidak akan naik dan akan sama rata saja dengan orang lain.
Tetapi coba lihat situasi ini:
Jika anda meletakkan bahawa gagal itu adalah grade C dan lulus adalah grade B (padahal pada hakikatnya lulus adalah grade C) dan coba mengubah kemampuan diri anda ke arah hasil yang anda inginkan.
Anda akan lihat perubahan dalam prestasi anda kerana anda telah meletakkan target hasil yang tinggi dan anda ingin membuktikan bahawa anda mampu menjadi sesuatu lebih daripada yang anda jangkakan.
Mempunyai perasaan seperti di atas tidak menghasilkan ketidak  seimbangan antara dua perkara.
Malah ia lebih membantu dalam proses keseimbangan karena bila anda sudah meletakkan hasil yang tinggi, anda akan sentiasa merasakan bahwa usaha anda membutuhkan lebih improvasi, ini menunjukkan bahawa anda sudah mencapai tahap analisa dalam memastikan usaha anda adalah yang terbaik untuk mencapai apa yang anda inginkan.
Ini sangat berlainan dengan orang yang mementingkan hasil yang telah dikatakan di atas. Orang yang sebegitu tidak mempunyai cara berfikir sedemikian.
Dia hanya menginginkan hasil yang memuaskan.

Jadi tunggu apa lagi? Masih mahu diselubungi kekecewaan sepanjang hidup anda? Berubahlah ke arah yang lebih baik.


sumber : http://akuislam.com/blog/perkongsian-artikel/mementingkan-hasil-usaha/

Jika Masa Lalu Kelam, Bagaimana Dengan Masa Depan?

Kebanyakan orang  sering mengaitkan masa keadaan sekarang dengan masa depannya. Apa yang terjadi sekarang akan menentukan masa depan.
Apakah anda semua setuju?
Dave Pelzer, seorang penulis buku bestseller  menuliskan kisah hidupnya dalam triloginya yang terkenal, A Child Called It, The Lost Boy, dan A Man Named Dave.
Sebelum itu, Dave menulis rangkuman kisah hidupnya dalam buku Help Yourself.
Biografi Dave Pelzer menjadi terkenal kerana termasuk kategori kisah penderitaan kanak-kanak terburuk di California.
Kisahnya seperti ini. Selama 12 tahun pertama, Dave mengalami penyiksaan fisikal dan mental dari ibunya yang pecandu alkohol. Penderitaan Dave seolah-olah tak berhujung.
Dave dipaksa minum dari talang air berkarat yang bocor. Dia terpaksa puasa 10 hari kerana tidak boleh makan.
Dia juga sering dilarang berbicara di rumah. Dave mengakui tidak pernah dibesarkan di rumah, tetapi di garasi kereta.
Tekanan mental sangat membuat Dave menjadi tertekan di masa lalunya, dengan rentetan penyiksaan dalam hidupnya.
Dengan latar belakang yang seperti itu, apa yang terpikir dalam benak kita?
Apa yang akan kita katakan tentang masa depan Dave? Wajarlah jika disimpulkan bahawa orang yang masa kecilnya mengalami kekelaman akan membuat kehidupan di masa depannya tidak berjaya
T E T A P I…. jangan terkejut, walaupun dia mengalami masa kecil yang gelap, Dave mempunyai masa gemilang di masa depannya.
Dia mengikuti angkatan tentara udara Amerika.
Di usia 32 tahun, Dave terpilih sebagai Ten Outstanding Young American. Salah satu penerimanya adalah John F Kennedy.

Untuk mengatasi agar masa lalu agar tidak menjadi beban bagi kehidupan kita, Dave Plezer memberikan tiga catatan penting:
Pertama, lepaskan tekanan emosi masa lalu yang memberatkan langkah ke depan kita.
Kedua, fahamilah apa yang menjadi dambaan dan mimpi dalam kehidupan kita. Kita perlu merumuskan tujuan dan harapan hidup kita masing-masing. Dengan ini, kehidupan kita menjadi begitu berharga untuk dilalui
Ketiga, hargai siapa dan apa adanya diri kita sekarang. Syukurilah ada yang ada dalam kehidupan kita sekarang. Carl Rogers mengatakan manusia yang dewasa mampu hidup sekarang dan  mampu mengapresiasikan masa kini.
Sementara, banyak orang membenci kenyataan dirinya.
Tetapi, yang dewasa akan belajar berdamai dan menerima apa-apa pun yang terjadi.

Kita boleh banyak belajar dari pengalaman Dave. Inilah pelajaran bahawa masa lalu tidak menentukan  masa depan. Masa lalu yang kelam tidak berarti masa depan kita juga kelam.
Dave hanyalah salah satu contoh. Ratu talkshow dunia, Oprah Winfrey, juga dibesarkan dalam keluarga yang broken home.
Baik Dave mahupun Oprah adalah contoh orang-orang yang melepaskan diri dari masa lalunya. Mereka tidak terikat dengan mimpi buruk di masa lalu. Mereka menjadi orang yang bebas mencipta masa depan yang gemilang.

Saya yakin, kita pun mampu berbuat demikian. Kerana kita diciptakan luar biasa.  Apa yang tidak mungkin bagi ALLAH TA’ALA untuk kebaikan hidup kita yang amazing? so teruskan bersemangat ^_^


sumber : http://akuislam.com/blog/renungan/masa-lalu-kelam/

Apa Perbedaan Antara Putus Asa dan Pasrah?

Kadangkala kita sering salah faham dalam membedakan antara putus asa dan pasrah.
 Ini kerana implementasinya hampir sama yang bermaksud berhenti atau menyerahkan apa saja yang bakal terjadi pada suratan takdir.

Disini terdapat perbedaan situasi antara pasrah dan putus asa.

Contohnya, dokter ingin melakukan pembedahan kepada seorang  pengidap kanker yang kritis, namun keluarganya menolak.
Mereka menolak bukan kerana tidak mempunyai uang , tetapi mereka sudah pasrah pada ketentuan Ilahi.
Akhirnya pasien  itu meninggal.
Pada situasi lain pula, seorang dokter berunding dengan seorang pemuda yang ayahnya diserang strok.
Meskipun keadaan ayahnya sudah kritis, namun si anak tetap berusaha mengobati ayahnya walau berapa saja bayarannya, sembuh atau tidak dia pasrah pada Ilahi.
Seperti yang pertama, Pasien ini juga meninggal.
Dari dua situasi diatas, soal kesembuhan keluarga ini sudah pasrah kepada Allah SWT, dan akhirnya mereka kehilangan orang tersayang  untuk selamanya.

Tetapi ada perbedaan diantara dua situasi diatas.

Bedanya terletak pada usaha yang maksimum. Ikhtiar yang bersungguh–sungguh sebagai memenuhi sunah kauniyah yang digariskan olehNYA.
Oleh itu usahalah yang akan menjadi penentu, mana yang layak disebut pasrah  dan yang mana yang disebut putus asa.
Sebelum ikhtiar yang maksimum, semestinya kita menutup serapat – rapatnya kata pasrah.
Mari kita renungkan firmanNYA:”Oleh itu sesiapa yang percaya dan berharap akan pertemuan dengan Tuhannya,hendaklah ia mengerjakan amal yang soleh dan janganlah ia mempersekutukan sesiapapun dalam ibadatnya kepada Tuhannya (Surah Al-Kahfi,ayat 110)

Barang siapa yang ingin tercapai hasrat yang mulia, maka beramal lah, bergeraklah dan melangkahlah.

Kesalahfahaman dalam membedakan dan menentukan kedua-duanya akan membuat seseorang itu menyerah kemudian menamakannya sebagai pasrah.
Sebenarnya dia masih mampu berlari tetapi memilih berhenti, masih mampu berenang ke tepi tetapi berdiam diri akhirnya tenggelam.
Padahal hidup adalah perjuangan, kerana senario hidup adalah ujian bagi manusia.
Sebagaimana firmanNYA :”Dia lah yang telah mentakdirkan mati dan hidup(kamu)-untuk menguji dan menzahirkan keadaan kamu;siapakah diantara kamu yang terbaik amalannya,dan ia maha kuasa(membalas amal kamu),lagi maha pengampun (Surah Al-Mulk ayat 2).

Mengapa dinamakan putus asa?

Mungkin kerana asa pengharapan, tujuan dan cita-cita diibaratkan sebagai rantai penggerak dalam jiwa.
Ia harus kokoh, kuat dan semakin kuat. Harapan dan cita-cita adalah nafas kehidupan.
Bukankah sesudah mendaki kita akan menurun? Bukankah dengan airmata juga tercapai sukacita?
Cita-citalah yang membangkitkan semangat orang yang mendaki, kerana disebalik pendakian akan ada penurunan, menjadikan perjalanan lebih mudah.
Kalau tidak kerana cita-cita hilanglah nafsu bekerja, berhenti gerak dunia, padam pelita orang-orang bijak bistari.
Cita – cita adalah pokok pangkal kemajuan, kerana makhluk yang bernama manusia sahaja yang layak mendapat kemajuan, makhluk lain tidak.
Cita-citalah yang menghilangkan rasa sakit, melupakan kepedihan dan kesulitan. Sebab cita – cita itu sendiri adalah ‘dynamo’ hidup. Jangan diabaikan cita-cita yang tumbuh, pupuklah ia. 
Para petani yang tekun disawah, dibawah cahaya matahari sehingga hitam kulitnya, semua adalah lantaran cita-cita. Cita-citalah tiang kemajuan, tonggak gerak bumi dan menimbulkan nafsu bergerak.
Kita bergerak kerana ‘percikan-percikan’ api pengharapan yang membakar niat dan tekad. Semakin besar kecintaan kita pada harapan dan cita-cita semakin besar pula percikan api dan tenaga yang dihasilkan.
Bertambah kuat pula keberanian,tekad dan semangat menghadapi segala risiko dan tentangan. Semakin gigih pula otak kita bekerja mencari cara, berinovasi dan mengatur strategi agar berjaya mendapatkannya.
Himmah yang tinggi berbeda dengan angan-angan yang tinggi, karena angan-angan yang tinggi hanya menyebabkan seseorang pemuda  melamun, dia tidur di siang hari pada waktu orang lain bekerja keras, dan berangan – angan hendak membeli kereta mewah dan sebagainya.
Akhirnya kerana terlampau berangan – angan tinggi tanpa kerja keras akhirnya pemuda itu jatuh.
Cita-cita membawa kebesaran dan kemuliaan sedangkan angan-angan merusak dan membawa kepada  kejurang kehinaan.
Oleh itu tetaplah berharap, kerana seorang muslim tidak akan pernah berhenti mengharap. Dalam setiap amal ibadahnya, dia selalu mengharapkan kasih sayang dan rahmat Tuhannya.
Dalam setiap gerak kehidupannya, dia selalu menanamkan tujuan dan cita-cita untuk kebaikannya dan kehidupan. Dan jika harapan pernah terputus, maka sambunglah kembali.
Kadangkala, lantaran putus asa yang mendalam, sesetengah orang jemu dengan kehidupan, bak pepatah “hidup segan mati tak mahu”. Seorang mukmin tidak akan mudah berputus asa, walaupun pintu disekelilingnya seakan – akan tertutup.
Rasulullah SAW bersabda:
”Janganlah salah seorang  dari kamu meminta mati kerana kesulitan hidup yang menimpanya.Jika perlu ucapkanlah doa seperti berikut ‘Ya Allah panjangkanlah umurku sekiranya hidup ini lebih baik bagiku,dan matikanlah aku sekiranya mati itu lebih baik bagiku”(Riwayat Bukhari dan Muslim)
Marilah membangunkan harapan dengan tauladan seperti Sayyidah Hajar yang tetap berlari mencari air, meskipun dalam pandangan hanya ada fatamorgana dan padang pasir sahaja.
Dan seperti Nabi SAW, yang tidak membiarkan malaikat menjatuhkan gunung, walaupun penduduk Thaif menolak dakwahnya dengan kasar, malah baginda tetap menaruh harapan pada anak dan cucu mereka.
Dengan memperbaiki amalan dan usaha serta diiringi doa, bererti kita telah mencuba kearah kebaikan agar tercapai harapan dan cita-cita. Harapan umpama aliran darah yang terus mengalir sepanjang Hayat kita. Janganlah kita berputus asa dari Rahmat Allah SWT…
Subhannallah Walhamdilillah waLailahailallah Allahuakbar.


sumber : http://akuislam.com/blog/renungan/beza-putus-asa-dan-pasrah/