BAB II
PEMBAHASAN
A. Etika
Lingkungan
1. Dasar
Etika Lingkungan
Islam datang dan diturunkan Allah Swt sebagai rahmatallil`alamin
(rahmat bagi seluruh alam). Rahmat dalam bahasa arab berarti mengasihi
atau kasih sayang. Ini menunjukkan bahwa orang Islam dimanapun dan kapanpun
harus senantiasa mengasihi. Dan kasihnya bukan hanya untuk kalangan
tertentu atau makhluk tertentu tetapi kepada seluruh alam termasuk di dalamnya
terhadap lingkungan.
Di dalam banyak catatan sejarah banyak disebutkan bagaimana
rasulullah Saw banyak memberikan contoh dan mengajarkan akan pentingnya akhlak
mulia bagi setiap muslim baik terhadap sesama dengan senantiasa menjaga sikap
dan perkatan, terhadap jin dengan tidak buang air kecil di lubang-lubang kecil
yang kemungkinan tempat tinggal mereka, terhadap hewan yang akan disembelih
dengan menajamkan pisau agar tidak menyiksa, termasuk terhadap lingkungan
bahkan pada saat perang dengan larangan menebang pohon dan merusak bangunan.
Rasulullah Saw pernah bersabda : “Apabila esok kiamat
terjadi, sementara di tanganmu ada bibit kurma, maka jika mampu menanamnya
sebelum kiamat terjadi, tanamlah!” (H.R. Ahmad). Begitupun dengan seorang kakek
yang ditemuai khalifah Harun al Rasyid sedang menanam pohon kurma. Secara
logika kakek itu tidak dapat menikmati hasil tanamannya karena usianya yang
sudah sangat tua. Sehingga sang khalifah menyarankan agar kakek menanam tanaman
yang lebih singkat memberikan hasil. Tetapi dengan ringan sang kakek mengatakan
bahwa yang dia tanam memang sengaja agar dapat dinikmati oleh anak cucunya
kelak.
Dalam perspektif Islam Manusia dan lingkungan memiliki
hubungan relasi yang sangat erat karena Allah Swt menciptakan alam ini termasuk
di dalamnya manusia dan lingkungan dalam keseimbangan dan keserasian.
Keseimbangan dan keserasian ini harus dijaga agar tidak mengalami kerusakan.
Kelangsusungan kehidupan di alam ini pun saling terkait yang jika salah satu
komponen mengalami gangguan luar biasa maka akan berpengaruh terhadap komponen
yang lain.
Dalam perspektif etika lingkungan (etics of environment),
komponen paling penting hubungan antara manusia dan lingkungan adalah pengawan
manusia, Tujuan agama adalah melindungi, menjaga serta merawat agama,
kehidupan, akal budi dan akal pikir, anak cucu serta sifat juga merawat persamaan
serta kebebasan. Melindungi, menjaga dan merawat lingkungan adalah tujuan utama
dari hubungan dimaksud. Jika situasi lingkungan semakin terus memburuk maka
pada akhirnya kehidupan tidak akan ada lagi tentu saja agamapun tidak akan ada
lagi.
Manusia sebagai faktor dominan dalam perubahan lingkungan
baik dan buruknya dan segala sesuatu yang terjadi dalam lingkungan dan alam. Di
dalam Al Qur`an dijelaskan bahwa kerusakan lingkungan baik di darat maupun
dilaut pelakunya adalah manusia karena eksploitasi yang dilakuakan manusia
tidak sebatas memenuhi kebutuhan untuk mempertahankan hidup dan tidak
mempertimbangkan kelangsungan lingkungan dan keseimbangan alam tetapi lebih
didasarkan pada faktor ekonomi, kekuasaan dan pemenuhan nafsu yang tidak
bertepi.
Karena faktor dominan manusia terhadap alam terutama
kerusakan lingkungan yang ada maka Allah mengingatkan dalam surat Al a`raf ayat
56 :
وَلَا
تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا إِنَّ
رَحْمَةَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ
Artinya
: “ Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi, sesudah Allah
memperbaikinya dan berdo`alah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan
diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat
kepada orang-orang yang berbuat baik.
2.
Pengertian Etika Lingkungan
Etika
lingkungan disebut juga etika ekologi. Etika ekologi dibedakan menjadi dua
yakni :
a.
Etika
ekologi dalam, yaitu pendekatan terhadap lingkungan yang melihat pentingnya
memahami lingkungan sebagai keseluruhan kehidupan yang saling menopang.
Sehingga semua unsure mempunyai arti dan makna yang sama.
b.
Etika
ekologi dangkal,yaitu pendekatan terhadap lingkungan sebagai sarana untuk
kepentingan manusia yang bersifat antroposentris.
Selain itu etika lingkungan juga dibedakan menjadi dua,
yakni:
a.
Etika
pelestarian, yaitu etika yang menekankan pada mengusahakan pelestarian alam
untuk kepentingan manusia.
b.
Etika
pemeliharaan dimaksudkan untuk mendukung usaha pemeliharaan lingkungan untuk
kepentingan semua makhluk.
3.
Prinsip-Prinsip Etika Lingkungan
Prinsip
etika lingkungan menjadi pegangan dan tuntutan bagi perilaku kita dalam
berhadapan dengan alam, baik perilaku terhadap alam secara langsung maupun
perilaku terhadap sesama manusia yang berakibat tertentu terhadap alam
(Keraf,2002):
1) Sikap Hormat terhadap Alam (Respect for Nature)
Pada
dasarnya semua teori etika lingkungan mengakui bahwa alam semesta perlu untuk
dihormati. Secara khususnya, sebagai pelaku moral untuk menghormati kehidupan,
baik pada manusia maupum makhluk lain dalam komunitas ekologis seluruhnya.
Hormat terhadap alam merupakan suatu prinsip dasar bagi manusia sebagai bagian
dari alam semesta seluruhnya.
2) Prinsip Tanggung Jawab (Moral Resonsibility for Nature)
Prinsip tanggung jawab ini bukan
saja bersifat individual tetapi juga kolektif. Kelestarian dan kerusakan alam
merupakan tanggung jawab bersama seluruh umat manusia. Semua orang harus bahu
embahu untuk menjaga dan melestarikan alam dan mencegah serta memulihkan
kerusakan alam, serta saling mengingatkan, melarang dan menghukum siapa saja
yang merusak alam.
3) Solidaritas Kosmik (Cosmic Solidarity)
Prinsip ini berfungsi sebagai
pengendali moral untuk mengharmonisasikan manusia dengan ekosistemnya dan untuk
mengontrol perilaku manusia dalam batas-batas keseimbangan kosmik. Solidaritas
ini juga mendorong manusia untuk mengutuk dan menentang setiap tindakan yang
menyakitkan binatang tertentu atau bahkan memusnahkan spesies tertentu.
4) Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulian (Caring fof Nature)
Prinsip ini tidak didasarkan pada
pertimbangan kepentingan pribadi, tetapi semata-mata demi kepentingan alam.
Dengan semakin peduli terhadap alam, maka manusia menjadi semakin matang dalam
identitas yang kuat.
5) Prinsip “No Harm”
Terdapat kewajiban, sikap
solidaritas dan kepedulian, palin tidak dengan tidak melakukan tindakan yang
merugikan atau mengancam eksistensi makhluk hidup lain di alam semesta (no
harm). Jadi kewajiban dan tanggung jawab moral dapat dinyatakan dengan merawat,
melindungi, menjaga dan melestarikan alam, dan tidak melakukan tindakan seperti
membakar hutan dan membuang limbah sembarangan.
6) Prinsip Hidup Sederhana dan Selaras
dengan Alam
Prinsip ini menekankan pada nila,
kualitas, cara hidup yang baik, bukan menekankan pada sikap rakus dan tamak.
Ada batas untuk hidup secara layak sebagai manusia, yang selaras dengan alam.
7) Prinsip Keadilan
Prinsip ini
menekankan bahwa terdapat akses yang sama bagi semua kelompok dan anggota
masyarakat untuk ikut dalam menentukan kebijakan pengelolaan dan pelestarian
serta pemanfaatan sumber daya alam.
8) Prinsip Demokrasi
Prinsip
ini terkait dengan hakikat alam, yaitu keanekaragaman dan pluralitas. Dalam
prinsip ini tercakup beberapa prinsip moral lainnya, yaitu:
a.
Demokrasi
menjamin adanya keanekaragaman dan pluralitas yang memungkinkan nilai
lingkungan hidup mendapat tempat untukdiperjuangkan sebagai agenda politik dan
ekonomi yang sama pentingnya dengan agenda lain.
b.
Demokrasi
menjamin kebebasan dalam mengeluarkan penapat dan memperjuangkan nilai yang
dianut oleh setiap orang dan kelompok masyarakat dalam bingkai kepentingan
bersama.
c.
Demokrasi
menjamin setiap orang dan kelompok masyarakat ikut brpartisipasi dalam
menentukan kebijakan public dan memperoleh manfaatnya.
d.
Demokrasi
menjamin sifat transparansi
9) Prinsip Integritas Moral
Prinsip
ini terutama untuk pejabat publik, agar mempunyai sikap dan perilaku moral yang
terhormat serta memegang teguh prinsip-prinsip moral yang mengamankan
kepentingan publik, untuk menjamin kepentingan di bidang lingkungan.
B.
Pembangunan Berkelanjutan
1.Dasar
Pembangunan Berkelanjutan
Landasan
utama pembangunan dalam Islam adalah tauhid, rububiyah, khilafah, dan tazkiyah
(penyucian). Dengan mengimplementasikan ke empat nilai utama ini, maka
penyelenggaraan pembangunan dapat memenuhi kebutuhan umat manusia saat ini,
tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya.
Jadi, pembangunan selalu memperhatikan dua gagasan penting, yaitu :
·
Gagasan
kebutuhan esensial untuk memberlanjutkan kehidupan manusia, dan
·
Gagasan
keterbatasan yang bersumber pada kondisi teknologi dan organisasi sosial
terhadap kemampuan lingkungan untuk memeuhi kebutuhan kini dan hari depan.
Konsep
pembangunan berkelanjutan terdapat perpaduan dua kata yang kontadiktif.
Pertama, “pembangunan” (development) yang menghendaki perubahan dan pemanfaatan
sumber daya alam. Kedua, “berkelanjutan” (sustainable) yang berarti tidak boleh
mengubah (lestari) di dalam proses pembangunan. Persekutuan antara kedua
kepentingan ini (sustainable dan development) pada dasarnya mengembalikan kea
lam lingkungannya sebagai dasar.
2. Pengertian
Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah
pembangunan yang berguna untuk memenuhi kebutuhan dalam kehidupan saat ini
tanpa perlu merusak atau menurunkan kemampuan generasi yang akan datang dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya.
Menurut
Munasinghe, pembangunan berkelanjutan digambarkan dalam segitiga sama sisi,
dilambangkan dengan 3 dimensi, yaitu: ekonomi, ekologi, dan sosial. Pembangunan
dikatakan berkelanjutan jika secara ekonomi layak dan efisien, secara ekologi
lestari (ramah lingkungan) dan secara sosial berkeadilan. Makna dari
pembangunan berkelanjutan dari dimensi ekologi memberikan penekanan pada
pentingnya menjamin dan meneruskan kepada generasi mendatang sejumlah kuantitas
modal alam (natural capital) yang
dapat menyediakan suatu hasil berkelanjutan secara ekonomis dan jasa lingkungan
termasuk keindahan alam. Jadi, tujuan pembangunan ekonomi dan sosial harus
diupayakan dengan berkelanjutan (lestari).
Konsep pembangunan yang berkelanjutan adalah
pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi saat ini dengan tanpa
mengorbankan kepentingan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya.
Pembangunan berkelanjutan mencakup upaya memaksimumkan net benefit dari
pembangunan ekonomi yang berhubungan dengan pemeliharaan jasa dan kualitas
sumberdaya alam setiap waktu. Oleh sebab itu pembangunan ekonomi tidak hanya
mencakup peningkatan pendapatan per kapita riil, tetapi juga mencakup
elemen-elemen lain dalam kesejahteraan sosial (Pearce dan Turner, 1990). Hal
ini sejalan dengan konsep pembangunan berkelanjutan yang dikemukakan oleh
Serageldin (1994) yakni pembangunan yang memungkinkan generasi sekarang dapat
meningkatkan kesejahteraannya tanpa mengurangi kesempatan generasi yang akan
datang untuk meningkatkan kesejahteraannya. Oleh karena itu maka konsep
pembangunan berkelanjutan adalah mengintegrasikan tiga aspek kehidupan
(ekonomi, sosial dan ekologi) dalam satu hubungan yang sinergis, sehingga makna
keberlanjutan dalam konsep tersebut juga didefinisikan sebagai keberlanjutan
ekonomi, sosial dan lingkungan.
Pada beberapa dekade terakhir, konsep
pembangunan keberlanjutan (sustainabledevelopment) semakin sering
digunakan oleh banyak negara di dunia untuk mengimplementasikan kebijakan
pembangunan baik pada level nasional maupun internasional.Keberlanjutan (sustainability)
saat ini telah menjadi elemen inti (coreelement) bagi banyak
kebijakan pemerintah negara-negara di dunia dan lembagalembaga strategis lainnya.Menurut
Khanna et al. (1999) pembangunan keberlanjutan berimplikasi pada
keseimbangan dinamik antara fungsi maintenance (sustainability) dan
transformasi (development) dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup.
Menurut Cornelissen et al. (2001) sustainability
memiliki implikasi pada dinamika pembangunan yang sedang berlangsung dan
dikendalikan oleh ekspektasi tentang berbagai kemungkinan di masa yang akan
datang. Untuk memulai dan memantau pelaksanaan pembangunan berkelanjutan
diperlukan kerangka kerja terstandardisasi (standardized framework) yang
terbagi dalam empat tahap, yaitu: 1. Mendeskripsikan permasalahan sesuai dengan
konteksnya; 2. Mendeterminasi permasalahan dengan context-dependent pada
dimensi ekonomi, ekologi, dan sosial; 3. Menterjemahkan permasalahan ke dalam
indikator keberlanjutan yang terukur; 4. Menilai kontribusi indikator-indikator
tersebut pada pembangunan berkelanjutan secara menyeluruh.
Menurut Khanna et al. (1999) perencanaan
pembangunan berkelanjutan perlu mempertimbangkan secara mendalam adanya trade-off
antara level produksi-konsumsi dengan kapasitas asimilasi
ekosistem.Sesuai dengan konsep daya dukung (carryingcapacity), peningkatan
kualitas hidup hanya bisa dilakukan apabila pola dan level
produksi-konsumsi memiliki kompatibilitas dengan kapasitas lingkungan biofisik
dan sosial. Melalui proses perencanaan berbasis daya-dukung (carrying
capacity-basedplanning process) kondisi ini bisa dicapai dengan
mengintegrasikan ekspektasi sosial dan kapabilitas ekologi ke dalam proses pembangunan.
Dalam perencanaan pembangunan berkelanjutan, Khanna et al. (1999)
menambahkan bahwa ekonomi dipandang sebagai sebuah subsistem dari sebuah
ekosistem regional.Tidak mungkin terjadi pertumbuhan ekonomi yang tidak
terbatas.Dalam perspektif makroekonomi, hal ini berarti bahwa tingkat
pertumbuhan ekonomi harus selalu berada di dalam batas daya dukung wilayah dan
berada pada trade-off antara jumlah penduduk dan penggunaan sumberdaya
per kapita di dalam wilayah yang bersangkutan.
3. Prinsip-Prinsip
Pembangunan Berkelanjutan
Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan
hidup perlu memanfaatkan sumber daya yang dimiliki secara cermat dan bijaksana.
a. Sumber daya alam
yang mencakup air, tanah, udara, hutan,
kandungan mineral, dan keanekaragaman hayati.
b. Sumber daya manusia
yang mencakup jumlah penduduk, pendidikan, kesehatan, keterampilan, dan
kebudayaan.
c. Ilmu pengetahuan
dan teknologi yang mencakup transportasi, informasi, komunikasi, dan
hasil-hasil ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) lainnya.
Sumber-sumber daya tersebut sifatnya
terbatas, sehingga dalam penggunaannya harus cermat dan bijaksana.
Ketidakcermatan dan kurang kebijaksanaan dalam penggunaan sumber daya dapat
menimbulkan beragam masalah, seperti polusi lingkungan, kerusakan sumber daya
alam, dan timbulnya masalah permukiman.
Pembangunan berwawasan lingkungan yang
dikenal dengan pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang berorientasi
pada pemenuhan kebutuhan manusia melalui pemanfaatan sumber daya alam secara
bijaksana, efisiensi, dan memerhatikan pemanfaatannya, baik untuk masa kini
maupun yang akan datang.
Pembangunan berwawasan lingkungan yang
memerhatikan keberlanjutan lingkungan hidup memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Menjamin Pemerataan
dan Keadilan.Strategi pembangunan yang berwawasan lingkungan dilandasi oleh
pemerataan distribusi lahan dan faktor produksi, pemerataan kesempatan bagi
perempuan, dan pemerataan ekonomi untuk peningkatan kesejahteraan.
b. Menghargai
Keanekaragaman Hayati Keanekaragalan hayati merupakan dasar bagi tatanan lingkungan.
Pemeliharaan keanekaragaman hayati memiliki kepastian bahwa sumber daya alam
selalu tersedia secara berlanjut untuk masa kini dan masa yang akan datang.
c. Menggunakan
Pendekatan Integratif, dengan menggunakan pendekatan integratif, maka
keterkaitan yang kompleks antara manusia dengan lingkungan dapat dimungkinkan
untuk masa kini dan masa yang akan datang.
d. Menggunakan
Pandangan Jangka Panjang Pandangan jangka panjang dilakukan untuk merencanakan
pengelolaan pemanfaatan sumber daya yang mendukung pembangunan agar secara
berlanjut dapat digunakan dan dimanfaatkan.
4. Faktor
Masalah Pembangunan Berkelanjutan
Berikut dibahas mengenai tiga masalah yang merupakan
hambatan dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan yaitu masalah
kemiskinan, masalah kualitas lingkungan hidup dan masalah keamanan dan
ketertiban.
a. Masalah Kemiskinan
Kemiskinan merupakan salah satu contoh ketidakadilan yang
dialami suatu kelompok (masyarakat pra sejahtera), dan terdapat di mana-mana,
baik di Negara maju maupun di Negara-negara yang sedang berkembang.
Ketidakadilan itu terlihat dari tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan mereka
untuk bertahan hidup dalam kesehatan yang baik, sulitnya mendapat akses ke
pelayanan publik (sanitasi sehat, air bersih, pengelolaan sampah ) rumah sehat,
RTH, pelayanan pendidikan dan sebagainya. Ketidakadilan juga terlihat dari
tidak adanya akses kepemilikan hak atas tanah yang mereka huni. Sebagai
akibat itu semua, sulit bagi mereka untuk mendapat akses ke pekerjaan yang baik
dan stabil. Ketidakadilan itu menyebabkan masyarakat miskin tetap miskin dan
mengancam proses pembangunan yang berkelanjutan. Kerusakan lingkungan, kondisi
permukiman buruk atau kumuh dalam suatu kawasan memperlihatkan bahwa kawasan
tersebut sedang dalam proses tidak berkelanjutan. (Madrim Djody Gondokusumo
dalam Bunga Rampai, 2005: 410).
b. Masalah Kualitas Lingkungan Hidup
Pembangunan pada hakikatnya adalah perubahan lingkungan,
yaitu mengurangi resiko lingkungan atau dan memperbesar manfaat
lingkungan.Sejak berabad tahun yang lalu nenek moyang kita telah merubah hutan
menjadi daerah pemukiman dan pertanian. Perubahan hutan menjadi sawah merupakan
usaha untuk memanfaatkan lahan untuk produksi bahan makanan dibawah
kondisi curah hujan yang tinggi dan juga untuk mengurangi resiko erosi di
daerah pegunungan. Hingga sekarang pencetakan sawah masih berjalan terus.
Dengan perubahan hutan atau tata guna lahan lain menjadi sawah berubahlah pula
keseimbangan lingkungan.
c. Masalah Keamanan dan Ketertiban
Beberapa teror bom yang terjadi di beberapa kota di
Indonesia akhir-akhir ini, sperti di Bali, Jakarta dan lain-lain telah
menimbulkan keresahan bagi masyarakat dan mengganggu jalannya perekonomian.
Selain itu, beberapa kota di Indonesia juga mengalami penurunan kualitas
kehidupan dengan banyaknya terjadi kerusuhan yang disebabkan oleh konflik antar
kelompok masyarakat, seperti di Poso, Palu, Ambon, Banda Aceh dan sebagainya.
Permasalahan ini diperberat dengan masalah ketertiban Karena
tidak disiplinnya masyarakat. Hal ini tercermin dengan jelas antara lain dalam
disiplain berlalu lintas. Saat ini juga semakin sering terjadi demonstrasi yang
dilakukan oleh masyarakat terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang
dijalankan oleh pemerintah, terutama di kota-kota besar. Hal ini dapat terjadi
karena berbagai hal seperti tidak adanya sosialisasi dari pemerintah, kurangnya
pelibatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, kurangnya pemamhaman akan
hak-hak dan tanggung jawab masyarakta dalam pembangunan dan lain sebagainaya.(
Gita Chandrika Napitupulu dalam Bunga rampai, 2005 : 9-10)
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Bahwa ini adalah alasan yang mungkin mengapa Allah
menyebutkan secara eksplisit dalam Al-Qur’an tentang petingnya lingkungan hidup
dan cara-cara Islami dalam mengelola dunia ini. Kualitas lingkungan hidup
sebagai indikator pembangunan dan ajaran Islam sebagai teknologi untuk
mengelola dunia jelas merupakan pesan strategis dari Allah SWT untuk diwujudkan
dengan sungguh-sungguh oleh setiap muslim.
Dari
hasil pembahasan diatas maka dapat disimpulkan:
1.
Pembangunan
berkelanjutan (sustainable development) adalah pembangunan yang berguna untuk
memenuhi kebutuhan dalam kehidupan saat ini tanpa perlu merusak atau menurunkan
kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhan hidu9pnya.
2.
Pembangunan berwawasan lingkungan yang memerhatikan
keberlanjutan lingkungan hidup
3.
Bahwa
hambatan dalam pencapaian pembangunan yang berkelanjutan adalah kemiskinan,
kerusakan lingkungan hidup, keamanan dan ketertiban, dan sebagainya.
B.
Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka adapun saran bagi
pemerintah agar dapat menerapkan sistem pembangunan yang berkelanjutan seperti
di negara-negara maju lainnya dengan jalan menanggulangi kemiskinan serta
meningkatkan kualitas lingkungan hidup serta keamanan dan ketertiban guna
menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat khususnya di Indonesia sehingga dapat
dirasakan bukan hanya untuk di masa sekarang melainkan juga untuk generasi yang
akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurohim,dkk.
Khazanah Peradaban Islam Nusantara.Serang:Tiara Kerta Jaya, 2016.
Bambang.Royani.2012Bamznatunastai.blogspot.co.id/2012/12/makalah-etika-dan-lingkungan.html?m=1.
17 Mei 2016.22:21
No comments:
Post a Comment