BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Keluarga
adalah jiwa dan tulang punggung suatu negara, kesejahteraan lahir batin yang
dialaminya adalah cerminan dari situasi keluarga yang hidup ditengah-tengah
masyarakat negara itu sendiri. Keluarga
sebagai basis inti masyarakat, adalah wahana yang paling tepat untuk
memberdayakan manusia dan ‘mencekal’ berbagai bentuk frustasi sosial, ini
adalah hal yang aksiomatis dan universal. Masyarakat Eropa misalnya, saat ini
para sosiolog mereka merasa gelisah karena prediksi kepunahan bangsa. Betapa
tidak, tatanan, sakralitas dan antusiasme terhadap keluarga sudah tipis sekali
di kalangan muda mereka. Ini tentu saja berdampak buruk terhadap angka
pertumbuhan penduduk. Hingga iming-iming berbagai hadiah dan fasilitas dari
pemerintah bagi ibu yang melahirkan dan keluarganya, tidak membuat mereka
bergeming. Berbagai penyakit sosial pun muncul. Mulai dari angka bunuh diri
yang tinggi hingga anomali kemanusiaan yang lain.
Ini adalah saat yang tepat untuk memberi
perhatian yang lebih besar terhadap keluarga, khususnya dalam skala nasional.
Berbagai pelajaran di atas menyuarakan hal ini. Dan ini adalah tugas kita
bersama.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah
arti pernikahan dalam Islam ?
2. Apas
aja pra pernikahan ?
3. Apakah
tujuan dari pernikahan ?
4. Apakah
fungsi keluarga dalam Islam ?
5. Apakah
arti keluarga sakinah ?
6. Apakah
faktor-faktor pembentukan keluarga sakinah ?
7. Apa
saja pelaksanaan pernikahan?
8. Apa
saja kewajiban suami dan istri dalam keluarga ?
9. Apa
saja faktor-faktor putusnya perkawinan?
10. Apa
saja ketentuan masa iddah dan ruju?
11. Apakah
hikmah dari pernikahan itu ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui arti pernikahan dalam Islam.
2. Untuk
mengetahui apa saja pra pernikahan.
3. Untuk mengetahui tujuan
pernikahan.
4. Untuk mengetahui fungsi
keluarga dalam Islam.
5. Untuk mengetahui arti keluarga sakinah.
6. Untuk mengetahui faktor-faktor
pembentukan keluarga sakinah.
7. Untuk mengetahui pelaksanaan pernikahan.
8. Untuk mengetahui kewajiban suami dan istri dalam keluarga.
9. Untuk mengetahui faktor-faktor putusnya perkawinan.
10. Untuk mengetahui ketentuan masa iddah dan ruju’.
11. Untuk mengetahui hikmah dari pernikahan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. ARTI
PERNIKAHAN DALAM ISLAM
Pernikahan
di dalam Islam adalah ikatan suci, ikatan yang akan menghalalkan yang
haram
dan menyatukan dua insan dan keluarga. Pernikahan adalah pintu menuju
kebaikan
yang bertebaran pada jalan-Nya dan juga bagian dari keindahan yang Allah
beri
di dunia.
Islam memandang wanita itu suci dan makhluk terhormat, karenanya Islam
merancang
sebuah
jenis interaksi yang tiada merugikan wanita atau lelajki yang telah sampai pada
kemampuan
dan kesiapan, lalu menginginkan untuk menikah. Rancangan itu ialah
dengan
proses khitbah (peminangan) dan ta’aruf (perkenalan).
Lelaki
atau wanita yang sudah mampu dan siap membina rumah tangga, maka bolh bagi
mereka
menentukan calon yang mereka sukai karena Allah pun telah membolehkannya,
“Nikahilah
oleh kalian wanita-wanita yang kalian senangi.” (Q.S. An-Nisa’ [4]: 3).
Dalam menganjurkan ummatnya untuk
melakukan pernikahan, Islam tidak semata-mata
beranggapan bahwa pernikahan
merupakan sarana yang sah dalam pembentukan
keluarga, bahwa pernikahan bukanlah
semata sarana terhormat untuk mendapatkan anak
yang sholeh, bukan semata cara untuk
mengekang penglihatan, memelihara fajar atau
hendak menyalurkan biologis, atau
semata menyalurkan naluri saja. Sekali lagi bukan
alasan tersebut di atas.
Akan tetapi lebih dari itu Islam
memandang bahwa pernikahan sebagai salah satu jalan untuk merealisasikan tujuan
yang lebih besar yang meliputi berbagai aspek kemayarakatan berdasarkan Islam
yang akan mempunyai pengaruh mendasar terhadap kaum muslimin dan eksistensi
ummat Islam.
B. PRA PERNIKAHAN
Tindakan
yang perlu dilakukan sebelum pernikahan adalah taaruf, ikhtiyar, mendapat ridho
dari orang tua, khitbah, kemudian menikah secara resmi.
1. Taaruf
Islam
mengajarkan kepada manusia untuk saling mengenal, mengerti dan berlapang dada,
sebagaimana firman allah dalam surat al-Hujuraat (49):13
2. Ikhtiyar
Islam
mengajarkan kepada orang yang berkeluarga untuk memilih calon pasangannya
dengan mempertimbangkan yang matang dan menjadikan agama sebagai pertimbangan
utama sebagaimana hadist rasulullah saw:
“ Seorang
perempuan dinikahi karena empat hal kecantikannya, hartanya, keturunannya dan
agamanya, pilihlah karena agamanya maka engkau akan memperoleh keuntungan.” (HR
Bukhori dan Muslim).
3. Ridho
orang tua
Ridho Allah
di dapat melalui ridho orang tua, ridho orang tua dari masing-masing pasangan
sangat diperlukan karena perkawinan dalam pandangan Islam bukan sekedar ikatan
dan interaksi dua orang, melainkan ikatan dan interaksi dua keluarga besar yang
harus memahami kultur dan budaya masing-masing.
4. Khitbah
Khitbah
adalah muqaddimat al-jawaaz (langkah permulaan menuju perkawinan) agar saling
mengenali dan memahami antara keduanya (calon pasangan dan keluarga) disamping
sebagai pernyataan cinta dan permintaan untuk perjodohan dari seorang laki-laki
kepada seorang perempuan atau sebaliknya baik secara langsung maupun dengan
perantara seorang yang dipercayai. Syarat meminang : tidak didahului pinangan
laki-laki, yang pinang tidak terhalang oleh syari’ (wanita itu tidak bersuami
dan wanita itu bukan orang yang haram dinikahi untuk waktu tertentu ataupun
selamanya), tidak dalam iddah. Cara meminang : meminang dengan sendiri,
meminang dengan orang tua atau wali, meminang dengan utusan, meminang oleh
pemimpin. Lafadzh meminang : “Maukah kamu menyerahkan urusanmu kepadaku?”
“Baiklah.” “Kalau begitu, baiklah kamu saya nikahi.”
C. TUJUAN PERNIKAHAN
1.
Memperoleh cinta dan kasih sayang.
2.
Memperoleh ketenangan hidup.
3. Untuk
memenuhi kebutuhan seksual (berahi) secara sah dan diridhoi Allah SWT.
4. Memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat.
4. Memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat.
5.
Mewujudkan keluarga bahagia dunia dan akhir.
D. FUNGSI
KELUARGA DALAM ISLAM
Keluarga merupakan unit terkecil
dalam masyarakat, perlu diberdayakan fungsinya agar dapat mensejahterakan ummat
secara keseluruhan. Dalam Islam fungsi keluarga meliputi :
1. Penerus
Misi Umat Islam
Dalam sejarah dapat kita lihat,
bagaimana Islam sanggup berdiri tegap dan tegar dalam menghadapi berbagai
ancaman dan bahaya, bahkan Islam dapat menyapu bersih kekuatan musryik dan
sesat yang ada, terlebih kekuatan Romawi dan Persia yang pada waktu itu
merupakan Negara adikuasa di dunia. Menurut riwayat Abu Zar’ah Arrozi bahwa
jumlah kaum muslimin ketika Rasulullah SAW wafat sebanyak 120.000 orang pria
dan wanita. Para sahabat sebanyak itu kemudian berguguran dalam berbagai
peperangan, ada yang syahid dalam perang jamal atau perang Shiffin. Namun
sebagian besar dari para syuhada itu telah meninggalkan keturunan yang berkah
sehingga muncullah berpuluh “singa” yang semuanya serupa dengan sang ayah dalam
hal kepahlawanan dan keimanan. Kaum muslimin yang jujur tersebut telah
menyambut pengarahan Nabi-nya: “Nikah-lah kalian, sesungguhnya aku bangga
dengan jumlah kalian dari ummat lainnya, dan janganlah kalian berfaham seperti
rahib nashrani” .
|
Pada waktu itu menjadi pendukung Islam
dalam mempertahankan kehidupannya.
2. Perlindungan Terhadap Akhlaq
Islam memandang pembentukan keluarga
sebagai sarana efektif memelihara pemuda dari kerusakan dan melidungi
masyarakat dari kekacauan. Karena itulah bagi pemuda yang mampu dianjurkan
untuk menyambut seruan Rosul.
“Wahai pemuda! Siapa di antara
kalian berkemampuan maka menikahlah. Karena nikah lebih melindungi mata dan
farji, dan barang siapa yang tidak mampu maka hendaklah shoum, karena shoum itu
baginya adalah penenang” ( HR.AL-Khosah dari Abdullah bin Mas’ud ).
3. Wahana
Pembentukan Generasi Islam
Pembentukan generasi yang handal,
utamanya dilakukan oleh keluarga, karena keluargalah sekolah kepribadian
pertama dan utama bagi seorang anak. Penyair kondang Hafidz Ibrohim mengatakan:
“Ibu adalah sekolah bagi anak-anaknya. Bila engaku mendidiknya berarti
engkau telah menyiapkan bangsa yang baik perangainya“. Ibu sangat berperan
dalam pendidikan keluarga, sementara ayah mempunyai tugas yang penting yaitu
menyediakan sarana bagi berlangsungnya pendidikan tersebut. Keluarga-lah yang
menerapkan sunnah Rosul sejak bangun tidur, sampai akan tidur lagi, sehingga
bimbingan keluarga dalam melahirkan generasi Islam yang berkualitas sangat
dominan.
4. Memelihara
Status Sosial dan Ekonomi
Dalam pembentukan keluarga, Islam
mempunyai tujuan untuk mewujudkan ikatan dan persatuan. Dengan adanya ikatan
keturunan maka diharapkan akan mempererat tali persaudaraan anggota masyarakat
dan antar bangsa.Islam memperbolehkan pernikahan antar bangsa Arab dan Ajam (non
Arab), antara kulit hitam dan kulit putih, antara orang Timur dan orang Barat.
Berdasarkan fakta ini menunjukkan bahwa Islam sudah mendahului semua “sistem
Demokrasi ” dalam mewujudkan persatuan Ummat manusia. Bernard Shaw mengatakan:
Selain fungsi sosial, fungsi ekonomi
dalam berkeluarga juga akan nampak. Mari kita simak hadist Rosul “Nikahilah
wanita, karena ia akan mendatangkan Maal”(HR. Abu Dawud, dari Urwah RA).
Maksud dari hadist tersebut adalah bahwa perkawinan merupakan sarana untuk
mendapatkan keberkahan, karena apabila kita bandingkan antara kehidupan
bujangan dengan yang telah berkeluarga, maka akan kita dapatkan bahwa yang
telah berkeluarga lebih hemat dan ekonomis dibandingkan dengan yang bujangan.
Selain itu orang yang telah berkeluarga lebih giat dalam mencari nafkah karena
perasaan bertanggung jawab pada keluarga daripada para bujangan.
5. Menjaga
Kesehatan
Ditinjau dari segi kesehatan,
pernikahan berguna untuk memelihara para pemuda dari kebiasaan onani yang
banyak menguras tenaga, dan juga dapat mencegah timbulnya penyakit kelamin.
6. Memantapkan
Spiritual (Ruhiyyah)
Pernikahan berfungsi sebagai
pelengkap, karena ia setengah dari keimanan dan pelapang jalan menuju
sabilillah, hati menjadi bersih dari berbagai kecendrungan dan jiwa menjadi
terlindung dari berbagai waswas.
E. KELUARGA
SAKINAH
Selain fungsi keluarga tersebut di
atas, fungsi kesakinahan merupakan kebutuhan setiap manusia. Karena keluarga
sakinah yang berarti: keluarga yang terbentuk dari pasangan suami istri yang
diawali dengan memilih pasangan yang baik, kemudian menerapkan nilai-nilai Islam
dalam melakukan hak dan kewajiban rumah tangga serta mendidik anak dalam
suasana mawaddah warahmah. Sebagaimana dianjurkan Allah dalam surat Ar-Rum ayat
21 yang artinya:
Artinya :“Dan
diantara tanda-tanda kebesaran-Nya ia ciptakan untukmu pasangan-pasangan dari
jenismu sendiri agar kamu merasa tenang kepadanya dan dijadikannya diantaramu
rasa cinta dan kasih saying. Sesungguhnya dalam hal ini terdapat tanda-tanda
kebesaran Allah bagi orang-orang yang memikirkan”. (QS. Ar-Ruum:21)
Sebagai kepala rumah tangga mempunyai
tanggung jawab baik di dunia lebih-lebih dihadapan Allah diakherat kelak. Allah
SWT berfirman dalam surat At-Tahrim ayat 6:
Ketika turun ayat ini Umar bin Khotab bertanya kepada
baginda Rasulallah SAW:
نقى انفسنا وكيف باهلنا
“Ya Rasulallah, kami talah menjaga diri kami masing-masing tapi
bagaimankah menjaga ahli kami ?” Rasulullah menjawab :
تنهونهم عما نها كم الله وتأمرونهم بما امر الله
“Kamu larang mereka terhadap hal-hal yang dilarang allah kepadamu,
dan suruh mereka terhadap hal-hal yang diperintahkan Allah kepadamu, dan kamu
suruh mereka terhadap hal-hal yang diperintahkan allah kepadamu“.
Atas dasar jawaban
rasul tersebut maka munculah kewajiban suami isteri . apa kewajiban suami hak
istri? Pertama, ان تطعمها اذا اطعمت kewajiban memberi pangan. Kedua, وتكسوها اذا كسبتmemberi
pakaian atau sandang. Ketiga, memberi perlindungan sekaligus menjunjung harga
diri sang istri. Sebagaimana sabda Nabi :
ولا تضرب الوجه ولا تقبح ولا تهجر إلا فى البيت
“( Kalau marah ) Jangan memukul muka, jangan menghina isteri dan
kalau kesal jangan berpisah kecuali tetap dalam satu rumah.“ (
Al-Hadist ).
Kemudian apa kewajiban isteri hak suami? tergambar
dalam sebuah hadist:
خير النساء امرأة اذا نظرت عليها سرتك واذا امرتها
اطاعتك واذا غبت عنها حافظتك من مالك ونفسها
“sebaik-baik wanita adalah seorang istri apabila kau memandanginya,
ia mengembirakan, apabila kau perintah dia taat dan apabila kau tidak ada
dirumah ia pandai menjaga diri dan harta suaminya.”
F. FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUKAN KELUARGA SAKINAH
1. Faktor
Utama:
Untuk membentuk keluarga sakinah,
dimulai dari pranikah, pernikahan, dan berkeluarga. Dalam berkeluarga ada
beberapa hal yang perlu difahami, antara lain :
a. Memahami
hak suami terhadap istri dan kewajiban istri terhadap suami
1) Menjadikannya
sebagai Qowwam (yang bertanggung jawab)
2) Menjaga
kehormatan diri
3) Berkhidmat
kepada suami
b. Memahami
hak istri terhadap suami dan kewajiban suami terhadap istri
1) Istri
berhak mendapat mahar
2) Mendapat
perlakuan baik, lembut dan penuh kasih sayang
2. Faktor
Penunjang
a. Realistis
dalam kehidupan berkeluarga,
b. Realistis
dalam pendidikan anak,
c. Mengenal
kondisi nafsiyyah suami istri,
d. Menjaga
kebersihan dan kerapihan rumah,
e. Membina
hubungan baik dengan orang-orang terdekat,
f. Memiliki ketrampilan rumah
tangga,
g. Memiliki kesadaran kesehatan
keluarga.
3. Faktor
Pemeliharaan
a. Meningkatkan kebersamaan
dalam berbagai aktifitas,
b. Menghidupkan
suasana komunikatif dan dialogis,
c. Menghidupkan
hal-hal yang dapat merusak kemesraan keluarga baik dalam sikap,
Menurut hadits Nabi, pilar keluarga
sakinah itu ada empat :
a. Memiliki kecendrungan kepada
agama.
b. Yang muda menghormati yang tua
dan yang tua menyayangi yang muda.
c. Sederhana dalam
belanja.
d. Santun dalam bergaul
dan selalu melakukan introspeksi.
Rasulullah juga bersabda tentang empat faktor yang
menjadi sumber kebahagiaan keluarga.
a. Suami dan istri yang setia.
b. Shalih dan shalihah.
c. Anak-anak yang berbakti pada
orangtuanya.
d. Lingkungan sosial yang sehat
dan rezeki yang dekat.
Hari demi hari tak boleh berlalu
begitu saja. Anak sebagai buah cinta kita, tumbuh dan berkembang. Langkah kita
hari ini menentukan masa depannya. Semoga mereka bisa menjadi pewaris yang kita
dambakan. Selama kita setia pada lima hal di atas, insya Allah pertolongan
Allah akan selalu menaungi kelurga kita. Amin.
G. PELAKSANAAN PERNIKAHAN
Pernikahan
dinyatakan sah menurut syari’at Islam apabila terpenuhi rukun dan syarat
pernikahan sebagai berikut :
1. Calon
suami dan istri sekufu.
a. Calon
suami, syaratnya: Islam (kalau yang dinikahi itu muslim), bukan mahram, tidak
dipaksa, bukan tengah beristri 4, bukan sedang mengerjakan ihram haji atau
umroh.
b. Calon istri syaratnya bukan mahram, bukan istri
orang, tidak dalam masa idah, tidak sedang menjalankan ihram haji atau umroh.
2. Wali, dengan ketentuan: mukallaf, merdeka, laki-laki, tidak dipaksa,
tidak fasik, tidak sedang ihram haji atau umroh.
3. Dua saksi yang beragama Islam, mukallaf, merdeka, adil, tidak tuli,
dan bisu, tidak merangkap antara wali dan saksi, minimal dua orang laki-laki
atau dua orang perempuan satu laki-laki, paham ijab dan qabul.
4. Sighat (ijab dan qabul) dengan kata nakaha atau jawaza atau
terjemahannya demikian juga dengan qabulnya, tidak terselang antara ijab
dan qabul dengan perkataan lain.
Dipahami dengan terdengar oleh saksi, tidak mu’aqqat (tidak dibatasi waktu).
5. Mas kawin/Mahar, Mahar bukan rukun tapi wajib diberikan kepada istri
dan tidak terbatas jumlah minimal dan maksimalnya.
H. KEWAJIBAN
SUAMI DAN ISTRI
1. Kewajiban Suami
a. Memberi nafkah, nafkah lahir (kebutuhan) dan nafkah batin (kasih
saying, perhatian),
b. Memimpin serta membimbing istri dan anak,
c. Bergaul dengan istri dan anak-anak dengan baik,
d. Menjaga istri dan anak-anak dari bencana,
e. Membantu istri dlam tugas sehari-hari.
2. Kewajiban Istri
a. Taat pada suami dalam batas yang sesuai dalam ajaran Islam,
b. Memelihara diri serta kehormatan dan harata benda suami,
c. Membantu suami dalam memimpin keselamatan dan kesejahteraan keluarga,
d. Menerima dan menghormati pemberian suami,
e. Hormat dan sopan pada suami dan keluarganya,
f. Memelihara, mengasah dan mendidik anak.
I. PUTUSNYA PERKAWINAN
Perceraian adalah pemutusan ikatan pernikahan antara suami dan istri.
Hal-hal yang dapat memutuskan pernikahan :
·
Dalam ajaran Islam,
perkawinan berakhir karena kematian. Bila salah seorang pasangan suami/istri
meninggal dunia, maka putuslah ikatan pernikahannya. Istri boleh melakukan
pernikahan dengan laki-laki lain setelah habis masa iddahnya.
·
Selain itu, pernikahan juga
dapat berakhir dengan talak, yaitu suatu perbuatan hukum berupa pernyataan
sepihak oleh suami yang mengakhiri suatu pernikahan. Talak terbagi menjadi 2,
yaitu :
1.
Talak Bid’I yaitu suami
dilarang menjatuhkan talak ketika keadaan haid atau nifas, menjatuhkan talak
setelah mencampuri istri, atau menjatuhkan talak dengan tiga sekaligus atau
tiga dalam selang waktu di suatu tempat.
2.
Talak Sunni yaitu suami
menjatuhkan talak dalam suasana damai, ketika istri dalam kondisi suci, dan
tidak dicampuri oleh suami setelah masa sucinya.
Talak dilihat dari segi boleh tidaknya suami merujuk mantan istrinya,
maka talak dibagi dua bagian, yaitu talak raj’I dan talak ba’in :
1.
Talak Raj’I adalah talak
yang dijatuhkan suami kepada istrinya satu kali atau dua kali sebelum masa
iddahnya. Suami boleh merujuk kepada istrinya tanpa pernikahan baru.
2.
Talak ba’in terbagi menjadi
dua, yaitu :
a.
Talak bain sughra adalah
perceraian yang tidak boleh dirujuk kembali di waktu iddah tetapi hendaklah
dinikahi lagi dengan akad baru setelah habis iddahnya,
b.
Talak bain kubro adalah
talak suami terhadap istrinya sampai tiga kali dimana mantan suami tidak boleh
mengawini mantan istrinya kembali kecuali apabila mantan istrinya telah
dinikahi oleh laki-laki lain tanpa persekongkolan dengan mantan suaminya dan
telah digauli suami barunya dan kemudian diceraikan.
·
Khulu adalah proses talak
yang dijatuhkan suami sebagai akibat dari istri menebusnya dengan suatu harga
tertentu bukan atas permintaan suami.
Istri
boleh mengajukan khulu kepada suaminya dengan syarat memenuhi suatu diantara
unsur berikut :
ü
Suami berzina dengan
perempuan lain,
ü
Suami pemabuk,
ü
Suami fasik/murtad,
ü
Istri tidak senang lagi
kepada tingkah laku suami dan khawatir berbuat nusyuz.
·
Fasakh adalah pembatalan
pernikhan antara suami dan istri karena sebab-sebab tertentu.
·
Li’an adalah sumpah suami
yang menuduh istrinya berzina dikarenakan suami tidak bisa mendatangkan 4 orang
saksi.
·
Ila’ adalah sumpah suami
yang mengatakn bahwa ia tidak akan meniduri istrinya selama 4 bulan atau lebih.
·
Zihar adalah ucapan suami
yang menyerupakan istrinya dengan ibunya.
J. IDDAH DAN
RUJU’
Iddah adalah masa menunggu bagi perempuan yang diceraikan atau ditinggal
mati oleh suaminya untuk dapat menikah lagi. Ketentuan masa iddah yang dijalani
oleh perempuan sebagai berikut :
1.
Karena suami wafat :
a.
4 bulan 10 hari bagi istri
yang tidak hamil, baik sudah bercampur atau belum.
b.
Sampai melahirkan jika istri
sedang hamil.
2.
Karena talak, fasakh dan
khulu’ :
a.
Tidak ada iddah bagi istri
bagi yang belum bercampur.
b.
3 kali suci jika istri
sedang menstruasi.
c.
3 bulan jika istri sedang
menopause.
Ruju’ adalah kembalinya suami pada ikatan dengan istrinya yang dicerai
dalam masa iddah.
Rukun Ruju’ :
1.
Istri suah bercampyr dengan
yang mentalaknya dan masih berada dalam masa iddah.
2.
Keinginan rujuk suami atas
kehendaknya sendiri.
3.
Ada orang laki-laki yang adil sebagai saksi.
4.
Ada shigat atau ucapan
rujuk.
Hukum Ruju’ :
1.
Wajib, sebelum mentalak
suami belum menyempurnakan pembagian waktunya.
2.
Haram, rujuknya suami untuk
menyakiti istri atau mendurhakai Allah.
3.
Makruh, jika perceraian
lebih mashlahat.
4.
Sunnah, jika rujuknya suami
dengan niat karena Allah SWT.
K. HIKMAH
PERNIKAHAN
1. Pernikahan merupakan cara yang baik dan benar, diridhai Allah SWT.
untuk memperoleh anak yang sah.
2. Dapat memupuk rasa tanggungjawab membaginya dalam rangka memelihara,
mengasuh, mendidik anak-anaknya.
3. Menjalin hubungan silahturahmi
antara keluarga suami dan keluarga istri.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas, maka jelaslah
pernikahan merupakan sebuah ritual ibadah
yang mempunyai banyak fungsi dan manfaat bagi ummat manusia, baik secara pribadi
maupun masyarakat.
Keluarga sakinah merupakan pilar
terbangunnya sebuah masyarakat yang baik dan berakhlakul karimah, karena
keluarga merupakan elemen terkecil dari masyarakat. Jika keluarga nya baik,
maka semua masyarakat akan baik, begitupun sebaliknya.
B. Saran
Untuk menuju keluarga sakinah, perlu
perjuangan yang cukup berat. Dan yang paling berat adalah menjaga
konsistensinya supaya keutuhan sebuah keluarga tidak tergoyahkan. Oleh karena
itu, dimulai dari sejak dini, perlu ditanamkan pada anak-anak bahwa penting
sekali menjaga stabilitas keluarga dengan cara memberika tauladan yang baik
kepada generasi penerus kita, sebab mereka (anak-anak/remaja) adalah calon
pemimpin masa depan yang akan menentukan ke arah mana mereka akan membawa
masyarakatnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Siauw. Y Felix.
Udah Putusin Aja. 2014. Jakarta : ALFATIH PRESS.
Catatan Buku
Pendidikan Agama Islam.
http://marlansarjanamuda.wordpress.com/about/tafsiran-surat-ar-rum-ayat-21-tentang-keluarga-sakinah/.
No comments:
Post a Comment