Sunday, October 9, 2016

Makalah Pengantar Pendidikan



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Secara formal pendidikan di Indonesia diawali sejak Proklamasi 17 Agustus 1945, namun keberadaannya tidak bisa dipisahkan dengan cita-cita dan praktek  pendidikan masa sebelumnya. Kebudayaan Indonesia sudah ada sejak zaman para sejarah. Isi kebudayaan disampaikan oleh orang tua secara langsung kepada anak-anak. Anak-anak banyak meniru apa yang dilakukan oleh orang tuanya baik dalam kepercayaan, agama, pewarisan hidup ekonomi, maupun keterampilan-keterempilan yang lain. Budaya tulis pertama kali dibawa oleh orang Hindu yang disebut huruf Pallawa. Bersamaan dengan perkembangan peradaban Hindu di Jawa, berkembang  pula peradaban Budha di Sumatra.

B.     Rumusan Masalah
1.    Bagaimanakah sejarah pendidikan nasional pada zaman kolonial, pergerakan kemerdekaan, dan penjajahan Jepang?
2.    Bagaimanakah sejarah pendidikan nasional pada zaman kemerdekaan, orde baru sampai reformasi?

C.     Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui kondisi pendidikan nasional zaman kolonial, pergerakan kemerdekaan, dan penjajahan Jepang.
2. Untuk mengetahui kondisi pendidikan nasional zaman kemerdekaan, orde baru sampai reformasi.

D.    Manfaat Penulisan
Dengan mengetahui sistem-sistem pendidikan pada zaman kolonial, pergerakan kemerdekaan, penjajahan Jepang, orde baru sampai reformasi maka kita dapat menjadikan sejarah tersebut untuk pendidikan di Indonesia di masa yang akan datang agar menjadi lebih baik dari sebelumnya. Dan juga dijadikan sebagai tolak ukur untuk kemajuan bangsa.
BAB II
PEMBAHASAN

A.  Kondisi Pendidikan Nasioanl Zaman Kolonial, Pergerakan Kemerdekaan, dan Penjajahan Jepang
1.    Kondisi Pendidikan Nasional Pada Masa Portugis
Karena berkembangnya perdagangan, pada awal abad ke-16 datanglah Portugis ke Indonesia yang kemudian disusul bangsa Spanyol. Waktu orang-orang Portugis datang ke Indonesia, mereka dibarengi oleh missionaries yang diberi tugas untuk menyebarkan agama Khatolik di kalangan penduduk Indonesia. Seorang di antaranya adalah Franciscus Xaverius, berpendapat bahwa untuk memperluas  penyebaran agama Khatolik itu perlu sekali didirikan sekolah-sekolah. Pada tahun 1536 didirikan sebuah seminarie di Ternate, yang merupakan sekolah agama bagi anak-anak orang terkemuka. Selain pelajaran agama diberikan  juga pelajaran membaca, menulis dan berhitung. Di Solor juga didirikan semacam seminari dan mempunyai ±50 orang murid, di sekolah ini juga diajarkan bahasa Latin. Pada tahun 1546 di Ambon sudah ada tujuh kampung yang penduduknya  beragama Khatolik, ternyata di sana juga diselenggarakan pengajaran untuk rakyat umum. Karena sering timbul pemberontakan, maka pada akhir abad-16 habislah kekuasaan Portugis di Indonesia. Ini berarti habis pula riwayat missi Khatolik di Maluku.
2.   Kondisi Pendidikan Nasional Pada Masa Belanda
Belanda semula datang ke Indonesia untuk berdagang. Orang Belanda, yang telah bersatu dalam badan perdagangan VOC, menganggap perlu menggantikan agama Khatolik yang telah disebarkan oleh orang Portugis dengan agamanya, yaitu agama Protestan. Untuk keperluan inilah, maka didirikan sekolah-sekolah, terutama di daerah yang dahulu telah dinasranikan oleh Portugis dan Spanyol.

3.    Tanam Paksa dan Pengaruhnya terhadap Perkembangan Pendidikan di Indonesia
 Dengan diangkatnya Van den Bosch sebagai Gubernur Jenderal kita memasuki masa baru pendidikan di Indonesia. Ia mendapat tugas, agar daerah jajahan disulap menjadi daerah yang memberikan keuntungan yang sebanyak-banyaknya bagi Belanda. Alat untuk mencapai tujuan itu adalah Cultuurstelsel atau tanam paksa. Antara tahun 1849-1852 didirikanlah 20 sekolah untuk anak-anak Indonesia di tiap ibukota kepresidenan. Ketika itu sudah ada 30 buah sekolah untuk anak Belanda. Dan yang memasuki sekolah itu masih terbatas pada anak-anak bangsawan saja, anak rakyat jelata tidak diperkenankan. Pada tahun 1892 ada dua macam sekolah rendah, yaitu:
1)Sekolah Kelas Duauntuk anak rakyat biasa. Lama pendidikan 3 tahun,  pelajaran yang diberikan ialah berhitung, menulis dan membaca.
2)Sekolah Kelas Satuuntuk anak pegawai pemerintahan Hindia Belanda. Lama  pendidikan pada mulanya 4 tahun, kemudian dijadikan 5 tahun dan akhirnya 7 tahun. Pelajaran yang diberikan ialah ilmu bumi, sejarah, ilmu hayat, menggambar dan ilmu mengukur tanah. Pelajaran diberikan dalam bahasa Melayu dan Belanda. Sekolah inil kemudian menjadi HIS (Hollands Inlandse School) yang menghasilkan pegawai-pegawai untuk pemerintahan kolonial. Perubahan besar terjadi di bidang pendidikan ini menyebabkan antara lain sekolah “menak” dirasa tidak perlu lagi. Tahun 1895, Sekolah Kelas Duadijadikan sekolah 4 tahun dan tahun 1905 dijadikan 5 tahun. Selain itu di Jawa ada sekolah yang didirikan masyarakat sendiri yang memberikan pelajaran dasar seperti: membaca, meulis dan berhitung. Van Heutz (1904) memperbaiki sekolah itu dan menjadikannya 3 tahun dengan nama Sekolah Desa Tahun 1938, jumlah Sekolah  Desaitu ada 1700 buah, tersebar di seluruh Indonesia, dengan jumlah guru 32.000 orang dan murid 1.750.000 orang.

4.    Penyelenggaraan Sekolah-Sekolah Bumiputera Sesudah 1850
 Di Jawa bangunan-bangunan sekolah Bumiputera didirikan oleh pemerintah. Biasanya mengambil tempat di halaman kabupaten. Karena tujuan sekolah ini adalah mendidik calon-calon pegawai murahan, maka murid-murid tidak diambil dari rakyat  petani biasa, melainkan dari golongan priyayi, anak pegawai, seperti anak bupati, wedana, juru tulis, mantri atau kepala desa. Lama belajar di sekolah ini tidak ditentukan, biasanya 2-6 tahun. Sekolah Kelas Satu  juga mengalami perubahan, dan sejak tahun 1914 disebut HIS(Hollands Inlandse School). Untuk anak-anak Indonesia lulusan HIS juga dibuka  beberapa buah MULO (sekarang SMP), lama pelajaran pada teorinya adalah 3 tahun, tapi pada prakteknya 4 tahun. Lulusan MULO dapat menyambung pelajarannya ke AMS (sekarang SMA). Dari AMS yang mampu dapat melanjutkan pelajarannya ke Sekolah Tinggi di Jawa atau Universitas di Belanda. Selama PD I (1914-1918) di Indonesia terasa sekali kekurangan tenaga insinyur. Karena itu atas usaha direksi perkebunan dan perusahaan Belanda, pada tahun 1918 di Bandung didirikan Koninklijk Instituut voor Hooger Technisch Onderwijs in Nederlandsch Indie (Lembaga Kerajaan untuk Pengajaran Tinggi Teknik di Hindia Belanda) yang membuka Technische Hooge School (Sekolah Tinggi Teknik).

5.    Pergerakkan Kemerdekaan
Dengan bertambah meluasnya pendidikan di Indonesia pada abad ke-20, timbullah golongan baru dalam masyarakat di Indonesia, yaitu golongan cerdik  pandai yang mendapat pendidikan Barat, tapi tidak mendapat tempat maupun  perlakuan yang sewajarnya dalam masyarakat kolonial. Pendidikan menimbulkan keinsyafan nasional dan keinsyafan bernegara. Dengan alat dan senjata yang dipelajarinya dari Barat sendiri, yaitu organisasi rakyat cara modern, lengkap dengan susunan pengurus pusat dan cabang di daerah-daerah. Pergerakan ini dicetuskan kaum cerdik pandai, sebagian besar keturunan kaum bangsawan. Partai maupun pergerakan-pergerakan yang timbul sesudah tahun 1908 ada yang berdasarkan agama seperti Sarekat Islam, ada yang berdasarkan sosial seperti Muhammadiyah, ada pula yang berazaskan kebangsaan, seperti Indische Partij, yang  pertama sekali merumuskan semboyan Indie los van Nederland  yang diambil alih PNI dan diterjemahkan menjadi “Indonesia Merdeka” (1928).

6.    Kondisi Pendidikan Nasional Pada Masa Jepang
Zaman penjajahan Jepang berlangsung pendek (7 Maret 1942–17 Agustus 1945). Karena Indonesia dikuasai Jepang di masa perang, segala usaha Jepang ditujukan untuk perang. Murid-murid disuruh bergotong-royong mengumpulkan batu, kerikil dan pasir untuk pertahanan. Pekarangan sekolah ditanami dengan ubi dan sayur-mayur untuk bahan makanan. Murid disuruh menanam pohon jarak untuk menambah minyak untuk kepentingan perang. Yang terpenting bagi kita di zaman Jepang ialah dengan kerobohan kekuasaan Belanda diikuti pula tumbangnya sistem pendidikan kolonial yang pincang. Karena  pemerintahan militer Jepang menginternir banyak orang Belanda, maka sekolah-sekolah untuk anak Belanda dan Indonesia kalangan atas ikut lenyap. Tinggal susunan sekolah yang semata-mata untuk anak-anak Indonesia saja. Sekolah rendah seperti Sekolah Desa 3 tahun, Sekolah Sambungan 2 tahun, ELS, HIS, HCS yang masing-masing 7 tahun, Schakel School 5 tahun, dan MULO dihapus semua. Yang ada hanya Sekolah Rakyat (Kokomin Gakko yang memberikan pendidikan selama 6 tahun, sekolah menengah yang dibuka ialah Cu Gakko (laki-laki) dan Zyu Gakko (perempuan) yang lama pendidikannya selama 3 tahun. Selain sekolah menengah,  banyak pula didirikan sekolah kejuruan, yang terbanyak ialah sekolah guru. Jepang menganggap sekolah guru penting sekali, karena sekolah itu yang akan menyiapkan tenaga dalam jumlah yang besar untuk memompakan dan mempropagandakan semangat Jepang kepada anak didik.

B.  Kondisi Pendidikan Nasional Zaman Kemerdekaan, Orde Baru sampai Reformasi
1.    Zaman Kemerdekaan
Ada empat perguruan yang secara kronologis pertama berdiri di Indonesia. Yaitu, Muhammadiyah, Taman Siswa, Ma’arif, dan INS Kayutanam. Keempatnya dibicarakan disini karena sama-sama merupakan tanggapan bangsa Indonesia terhadap keadaan pada masa penjajahan. Meskipun masing-masing lembaga  pendidikan tersebut berdiri dengan dasar dan tujuan yang berbeda-beda, namun misi dan sifat pedagogis, nasional, politis, keagamaan, atau kombinasi nasional-pedagogis, nasional-religius, atau nasional-politis. Dari keempat perguruan tersebut, yang masih giat menyelenggarakan pendidikan dengan jangkauan yang luas di Tanah Air adalah Muhammadiyah, Taman Siswa, dan Ma’arif. Sedangkan INS Kayurtanam telah hancur secara fisik pada tahun 1949.

2.    Zaman Orde Baru
Pemerintahan Orde Baru dengan tokoh-tokoh teknokrat dalam pucuk  pimpinan pemerintahan melancarkan usaha pembangunan terencana dalam Pelita I sampai Pelita II, III dan seterusnya. Dalam Pelita I inilah pendidikan dapat diperkembangkan menurut satu rencana yang sesuai dengan keuangan negara. Keuangan negara agak membengkak waktu harga minyak mentah meloncat dari harga $3 menjadi $12 per barrel. Hal ini memungkinkan didirikannya SD Inpres (Instruksi Presiden) mengangkat guru-guru dan mencetak buku pelajaran. Sebagai hasil Pelita I dalam bidang pendidikan telah ditatar lebih dari 10.000 orang guru. Telah dibagikan lebih dari 63,5 juta buku SD kelas I, telah dibangun 6000 buah gedung SD, telah diangkat 57.740 orang guru terutama guru SD, serta dibangun 5 Proyek Pusat Latihan Teknik yaitu di Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan dan Ujung Pandang.



3.    Zaman Reformasi
Pada era pemerintahan Habibie yang masih menggunakan kurikulum 1994 yang disempurnakan pada masa pemerintahan Gus Dur. Pada masa pemerintahan Megawati terjadi beberapa perubahan tatanan pendidikan, antara lain:
1)      Diubahnya kurikulum 1994 menjadi kurikulum 2000 dan akhirnya disempurnakan menjadi kurikulum 2002 (Kurikulum Berbasis Kompetensi) yang merupakan kurikulum yang berorientasi pada pengembangan 3 aspek utama, antara lain aspek afektif, kognitif dan psikomotorik.
2)      Pada 8 Juli 2003 disahkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan  Nasional yang memberikan dasar hukum untuk membangun pendidikan nasional dengan menerapkan prinsip demokrasi, desentralisasi, otonomi, keadilan dan menjunjung HAM.
Kemudian setelah Megawati turun dari jabatannya dan digantikan Susilo Bambang Yudhoyono, UU No. 20/2003 masih tetap berlaku, namun pada masa SBY  juga ditetapkan UU RI No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen. Penetapan UU tersebut disusul dengan pergantian kurikulum KBK menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kurikulum ini berasaskan pada PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar  Nasional Pendidikan. KTSP merupakan kurikum operasional yang disusun dan dilaksanakan masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan, tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan serta silabus (BSNP, 2006: 2). Tujuan pendidikan KTSP :
1)   Untuk pendidikan dasar, di antaranya meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan hidup mandiri dan mengikuti  pendidikan lebih lanjut.
2)   Untuk pendidikan menengah, meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan hidup mandiri dan mengikuti  pendidikan lebih lanjut.
3)   Untuk pendidikan menengah kejuruan, meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan hidup mandiri dan mengikuti  pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.



BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dengan mengetahui sistem-sistem pendidikan pada era sebelum dan sesudah kemerdekaan kita dapat membedakan sistem pendidikan pada era pendidikan nasioanl zaman kolonial, pergerakan kemerdekaan, penjajahan Jepang, pendidikan nasional zaman kemerdekaan, orde baru sampai reformasi. Kita dapat menjadikan sejarah pendidikan di Indonesia sebegai suatu pembelajaran ke masa depan untuk tentunya menjadi lebih baik.

B. Saran
Diharapkan agar semua masyarakat Indonesia dapat mengetahui lebih dalam tentang pendidikan terutama sejarah pendidikan di Indonesia.


DAFTAR PUSTAKA


No comments:

Post a Comment