PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Secara
formal pendidikan di Indonesia diawali sejak Proklamasi 17 Agustus 1945, namun
keberadaannya tidak bisa dipisahkan dengan cita-cita dan praktek
pendidikan masa sebelumnya. Kebudayaan Indonesia sudah ada sejak zaman
para sejarah. Isi kebudayaan disampaikan oleh orang tua secara langsung kepada
anak-anak. Anak-anak banyak meniru apa yang dilakukan oleh orang tuanya baik
dalam kepercayaan, agama, pewarisan hidup ekonomi, maupun
keterampilan-keterempilan yang lain. Budaya tulis pertama kali dibawa oleh
orang Hindu yang disebut huruf Pallawa. Bersamaan dengan perkembangan peradaban
Hindu di Jawa, berkembang pula peradaban Budha di Sumatra.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimanakah
sejarah pendidikan nasional pada zaman kolonial, pergerakan kemerdekaan, dan
penjajahan Jepang?
2. Bagaimanakah
sejarah pendidikan nasional pada zaman kemerdekaan, orde baru sampai reformasi?
C. Tujuan
Penulisan
1. Untuk
mengetahui kondisi pendidikan nasional zaman kolonial, pergerakan kemerdekaan,
dan penjajahan Jepang.
2. Untuk
mengetahui kondisi pendidikan nasional zaman kemerdekaan, orde baru sampai
reformasi.
D. Manfaat
Penulisan
Dengan
mengetahui sistem-sistem pendidikan pada zaman kolonial, pergerakan
kemerdekaan, penjajahan Jepang, orde baru sampai reformasi maka kita dapat
menjadikan sejarah tersebut untuk pendidikan di Indonesia di masa yang akan
datang agar menjadi lebih baik dari sebelumnya. Dan juga dijadikan sebagai
tolak ukur untuk kemajuan bangsa.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kondisi
Pendidikan Nasioanl Zaman Kolonial, Pergerakan Kemerdekaan, dan Penjajahan
Jepang
1. Kondisi Pendidikan Nasional Pada Masa Portugis
Karena
berkembangnya perdagangan, pada awal abad ke-16 datanglah Portugis ke Indonesia
yang kemudian disusul bangsa Spanyol. Waktu orang-orang Portugis datang ke
Indonesia, mereka dibarengi oleh missionaries yang diberi tugas untuk menyebarkan agama Khatolik di kalangan penduduk
Indonesia. Seorang di antaranya adalah Franciscus Xaverius, berpendapat bahwa
untuk memperluas penyebaran agama Khatolik itu perlu sekali didirikan
sekolah-sekolah. Pada tahun 1536 didirikan sebuah seminarie di Ternate, yang
merupakan sekolah agama bagi anak-anak orang terkemuka. Selain pelajaran agama
diberikan juga pelajaran membaca, menulis dan berhitung. Di Solor juga
didirikan semacam seminari dan mempunyai ±50 orang murid, di sekolah ini juga
diajarkan bahasa Latin. Pada tahun 1546 di Ambon sudah ada tujuh kampung yang
penduduknya beragama Khatolik, ternyata di sana juga diselenggarakan
pengajaran untuk rakyat umum. Karena sering timbul pemberontakan, maka pada
akhir abad-16 habislah kekuasaan Portugis di Indonesia. Ini berarti habis pula
riwayat missi Khatolik di Maluku.
2. Kondisi Pendidikan Nasional Pada
Masa Belanda
Belanda
semula datang ke Indonesia untuk berdagang. Orang Belanda, yang telah bersatu
dalam badan perdagangan VOC, menganggap perlu menggantikan agama Khatolik yang
telah disebarkan oleh orang Portugis dengan agamanya, yaitu agama Protestan.
Untuk keperluan inilah, maka didirikan sekolah-sekolah, terutama di daerah yang
dahulu telah dinasranikan oleh Portugis dan Spanyol.
3.
Tanam Paksa
dan Pengaruhnya terhadap Perkembangan Pendidikan di Indonesia
Dengan
diangkatnya Van den Bosch sebagai Gubernur Jenderal kita memasuki masa baru
pendidikan di Indonesia. Ia mendapat tugas, agar daerah jajahan disulap menjadi
daerah yang memberikan keuntungan yang sebanyak-banyaknya bagi Belanda. Alat untuk
mencapai tujuan itu adalah Cultuurstelsel atau tanam paksa. Antara tahun
1849-1852 didirikanlah 20 sekolah untuk anak-anak Indonesia di tiap ibukota kepresidenan.
Ketika itu sudah ada 30 buah sekolah untuk anak Belanda. Dan yang memasuki
sekolah itu masih terbatas pada anak-anak bangsawan saja, anak rakyat jelata tidak
diperkenankan. Pada tahun 1892 ada dua macam sekolah rendah, yaitu:
1)Sekolah
Kelas Duauntuk anak rakyat biasa. Lama pendidikan 3 tahun, pelajaran yang
diberikan ialah berhitung, menulis dan membaca.
2)Sekolah
Kelas Satuuntuk anak pegawai pemerintahan Hindia Belanda. Lama pendidikan
pada mulanya 4 tahun, kemudian dijadikan 5 tahun dan akhirnya 7 tahun.
Pelajaran yang diberikan ialah ilmu bumi, sejarah, ilmu hayat, menggambar dan
ilmu mengukur tanah. Pelajaran diberikan dalam bahasa Melayu dan Belanda.
Sekolah inil kemudian menjadi HIS (Hollands Inlandse School) yang menghasilkan
pegawai-pegawai untuk pemerintahan kolonial. Perubahan besar terjadi di bidang
pendidikan ini menyebabkan antara lain sekolah “menak” dirasa tidak perlu lagi.
Tahun 1895, Sekolah Kelas Duadijadikan sekolah 4 tahun dan tahun 1905 dijadikan
5 tahun. Selain itu di Jawa ada sekolah yang didirikan masyarakat sendiri yang
memberikan pelajaran dasar seperti: membaca, meulis dan berhitung. Van Heutz
(1904) memperbaiki sekolah itu dan menjadikannya 3 tahun dengan nama Sekolah
Desa Tahun 1938, jumlah Sekolah Desaitu ada 1700 buah, tersebar di
seluruh Indonesia, dengan jumlah guru 32.000 orang dan murid 1.750.000 orang.
4.
Penyelenggaraan
Sekolah-Sekolah Bumiputera Sesudah 1850
Di Jawa bangunan-bangunan sekolah Bumiputera
didirikan oleh pemerintah. Biasanya mengambil tempat di halaman kabupaten.
Karena tujuan sekolah ini adalah mendidik calon-calon pegawai murahan, maka
murid-murid tidak diambil dari rakyat petani biasa, melainkan dari
golongan priyayi, anak pegawai, seperti anak bupati, wedana, juru tulis, mantri
atau kepala desa. Lama belajar di sekolah ini tidak ditentukan, biasanya 2-6
tahun. Sekolah Kelas Satu juga mengalami perubahan, dan sejak tahun 1914
disebut HIS(Hollands Inlandse School). Untuk anak-anak Indonesia lulusan HIS
juga dibuka beberapa buah MULO (sekarang SMP), lama pelajaran pada
teorinya adalah 3 tahun, tapi pada prakteknya 4 tahun. Lulusan MULO dapat
menyambung pelajarannya ke AMS (sekarang SMA). Dari AMS yang mampu dapat
melanjutkan pelajarannya ke Sekolah Tinggi di Jawa atau Universitas di Belanda.
Selama PD I (1914-1918) di Indonesia terasa sekali kekurangan tenaga insinyur.
Karena itu atas usaha direksi perkebunan dan perusahaan Belanda, pada tahun 1918
di Bandung didirikan Koninklijk Instituut voor Hooger Technisch Onderwijs in
Nederlandsch Indie (Lembaga Kerajaan untuk Pengajaran Tinggi Teknik di Hindia
Belanda) yang membuka Technische Hooge School (Sekolah Tinggi Teknik).
5.
Pergerakkan
Kemerdekaan
Dengan
bertambah meluasnya pendidikan di Indonesia pada abad ke-20, timbullah golongan
baru dalam masyarakat di Indonesia, yaitu golongan cerdik pandai yang
mendapat pendidikan Barat, tapi tidak mendapat tempat maupun perlakuan
yang sewajarnya dalam masyarakat kolonial. Pendidikan menimbulkan keinsyafan
nasional dan keinsyafan bernegara. Dengan alat dan senjata yang dipelajarinya
dari Barat sendiri, yaitu organisasi rakyat cara modern, lengkap dengan susunan
pengurus pusat dan cabang di daerah-daerah. Pergerakan ini dicetuskan kaum
cerdik pandai, sebagian besar keturunan kaum bangsawan. Partai maupun
pergerakan-pergerakan yang timbul sesudah tahun 1908 ada yang berdasarkan agama
seperti Sarekat Islam, ada yang berdasarkan sosial seperti Muhammadiyah, ada pula
yang berazaskan kebangsaan, seperti Indische Partij, yang pertama sekali
merumuskan semboyan Indie los van Nederland yang diambil alih PNI
dan diterjemahkan menjadi “Indonesia Merdeka” (1928).
6.
Kondisi
Pendidikan Nasional Pada Masa Jepang
Zaman penjajahan
Jepang berlangsung pendek (7 Maret 1942–17 Agustus 1945). Karena Indonesia
dikuasai Jepang di masa perang, segala usaha Jepang ditujukan untuk perang.
Murid-murid disuruh bergotong-royong mengumpulkan batu, kerikil dan pasir untuk
pertahanan. Pekarangan sekolah ditanami dengan ubi dan sayur-mayur untuk bahan
makanan. Murid disuruh menanam pohon jarak untuk menambah minyak untuk
kepentingan perang. Yang terpenting bagi kita di zaman Jepang ialah dengan
kerobohan kekuasaan Belanda diikuti pula tumbangnya sistem pendidikan kolonial
yang pincang. Karena pemerintahan militer Jepang menginternir banyak
orang Belanda, maka sekolah-sekolah untuk anak Belanda dan Indonesia kalangan
atas ikut lenyap. Tinggal susunan sekolah yang semata-mata untuk anak-anak
Indonesia saja. Sekolah rendah seperti Sekolah Desa 3 tahun, Sekolah Sambungan
2 tahun, ELS, HIS, HCS yang masing-masing 7 tahun, Schakel School 5 tahun, dan
MULO dihapus semua. Yang ada hanya Sekolah Rakyat (Kokomin Gakko yang
memberikan pendidikan selama 6 tahun, sekolah menengah yang dibuka ialah Cu
Gakko (laki-laki) dan Zyu Gakko (perempuan) yang lama pendidikannya selama 3
tahun. Selain sekolah menengah, banyak pula didirikan sekolah kejuruan,
yang terbanyak ialah sekolah guru. Jepang menganggap sekolah guru penting
sekali, karena sekolah itu yang akan menyiapkan tenaga dalam jumlah yang besar
untuk memompakan dan mempropagandakan semangat Jepang kepada anak didik.
B. Kondisi Pendidikan Nasional Zaman
Kemerdekaan, Orde Baru sampai Reformasi
1.
Zaman
Kemerdekaan
Ada empat
perguruan yang secara kronologis pertama berdiri di Indonesia. Yaitu,
Muhammadiyah, Taman Siswa, Ma’arif, dan INS Kayutanam. Keempatnya dibicarakan
disini karena sama-sama merupakan tanggapan bangsa Indonesia terhadap keadaan pada
masa penjajahan. Meskipun masing-masing lembaga pendidikan tersebut
berdiri dengan dasar dan tujuan yang berbeda-beda, namun misi dan sifat
pedagogis, nasional, politis, keagamaan, atau kombinasi nasional-pedagogis,
nasional-religius, atau nasional-politis. Dari keempat perguruan tersebut, yang
masih giat menyelenggarakan pendidikan dengan jangkauan yang luas di Tanah Air
adalah Muhammadiyah, Taman Siswa, dan Ma’arif. Sedangkan INS Kayurtanam telah
hancur secara fisik pada tahun 1949.
2.
Zaman Orde
Baru
Pemerintahan
Orde Baru dengan tokoh-tokoh teknokrat dalam pucuk pimpinan pemerintahan
melancarkan usaha pembangunan terencana dalam Pelita I sampai Pelita II, III
dan seterusnya. Dalam Pelita I inilah pendidikan dapat diperkembangkan menurut
satu rencana yang sesuai dengan keuangan negara. Keuangan negara agak
membengkak waktu harga minyak mentah meloncat dari harga $3 menjadi $12 per
barrel. Hal ini memungkinkan didirikannya SD Inpres (Instruksi Presiden)
mengangkat guru-guru dan mencetak buku pelajaran. Sebagai hasil Pelita I dalam
bidang pendidikan telah ditatar lebih dari 10.000 orang guru. Telah dibagikan
lebih dari 63,5 juta buku SD kelas I, telah dibangun 6000 buah gedung SD, telah
diangkat 57.740 orang guru terutama guru SD, serta dibangun 5 Proyek Pusat
Latihan Teknik yaitu di Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan dan Ujung Pandang.
3.
Zaman
Reformasi
Pada era pemerintahan Habibie yang
masih menggunakan kurikulum 1994 yang disempurnakan pada masa pemerintahan Gus
Dur. Pada masa pemerintahan Megawati terjadi beberapa perubahan tatanan
pendidikan, antara lain:
1)
Diubahnya kurikulum 1994 menjadi
kurikulum 2000 dan akhirnya disempurnakan menjadi kurikulum 2002 (Kurikulum
Berbasis Kompetensi) yang merupakan kurikulum yang berorientasi pada
pengembangan 3 aspek utama, antara lain aspek afektif, kognitif dan
psikomotorik.
2)
Pada 8 Juli 2003 disahkan UU No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang memberikan dasar hukum
untuk membangun pendidikan nasional dengan menerapkan prinsip demokrasi, desentralisasi,
otonomi, keadilan dan menjunjung HAM.
Kemudian
setelah Megawati turun dari jabatannya dan digantikan Susilo Bambang Yudhoyono,
UU No. 20/2003 masih tetap berlaku, namun pada masa SBY juga ditetapkan
UU RI No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen. Penetapan UU tersebut disusul dengan
pergantian kurikulum KBK menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kurikulum
ini berasaskan pada PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan. KTSP merupakan kurikum operasional yang disusun dan dilaksanakan
masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan, tingkat
satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan,
kalender pendidikan serta silabus (BSNP, 2006: 2). Tujuan pendidikan KTSP :
1)
Untuk
pendidikan dasar, di antaranya meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut.
2)
Untuk
pendidikan menengah, meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak
mulia serta keterampilan hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih
lanjut.
3)
Untuk pendidikan
menengah kejuruan, meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak
mulia serta keterampilan hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih
lanjut sesuai dengan kejuruannya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan mengetahui sistem-sistem
pendidikan pada era sebelum dan sesudah kemerdekaan kita dapat membedakan
sistem pendidikan pada era pendidikan nasioanl
zaman kolonial, pergerakan kemerdekaan, penjajahan Jepang, pendidikan
nasional zaman kemerdekaan, orde baru sampai reformasi. Kita dapat menjadikan
sejarah pendidikan di Indonesia sebegai suatu pembelajaran ke masa depan untuk
tentunya menjadi lebih baik.
B. Saran
Diharapkan agar semua masyarakat
Indonesia dapat mengetahui lebih dalam tentang pendidikan terutama sejarah
pendidikan di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
http://pengertianpendidikan-sekolah.blogspot.com/2014/02/sejarah-pendidikan-nasional-di-indonesia.html.
No comments:
Post a Comment