Thursday, October 6, 2016

Makalah Psikologi Pendidikan



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Akhir-akhir ini, telah banyak munculnya gejala-gejala yang kurang baik yang menimbulkan kegoncangan dalam kehidupan keluarga dan dunia pendidikan. Salah satu penyebab timbulnya kenakalan anak karena kurangnya kasih sayang orang tua, pendidikan dalam keluarga dan pendidikan di sekolah.
Anak bukanlah orang dewasa dalam ukuran kecil, anak harus diperlakukan sesuai dengan tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangannya. Sekarang ini banyak orang tua yang kurang memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan anak-anaknya. Oleh karena itu, tidak sedikit anak yang mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang lambat atau bahkan jauh dari tahap-tahap yang diharapkan pada saat usia tersebut.
Para ahli pendidikan sepakat bahwa setiap periode perkembangan memiliki tugas perkembangan masing-masing. Perkembangan atau development berarti seragkaian perubahan progresif yang terjadi akibat dari proses kematangan dan pengalaman. Dalam kamus psikologis ada 3 arti perkembangan yaitu: Pertama, perubahan yang berkesinambunagn dan progresif dalam organisme, mulai lahir sampai mati. Kedua, perubahan dalam bentuk dan dalam integerasi dari bagian-bagian jasmaniah. Ketiga, kedewasaan atau kemunculan pola-pola dari tingkah laku yang tidak dipelajari.
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa saja perkembanagan fisik peserta didik?
2.      Apa itu perkembangan kognitif?
3.      Apa itu perkembangan sosial?
4.      Apa itu perkembangan emosional?
5.      Apa itu perkembangan moral dan agama?
C.    TUJUAN PENULISAN
1.      Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Psikologi pendidikan.
2.      Memberikan pengetahuan kepada pembaca tentang perkembangan dan aspek-aspek perkembangan peserta didik.
3.      Memberikan pengetahuan kepada pembaca tentang ciri-ciri dari setiap aspek-aspek perkembangan.
D.    MANFAAT PENULISAN
1.      Sebagai pedoman bagi guru atau orang tua peserta didik untuk bisa lebih memperhatikan dan mengetahui tentang aspek-aspek perkembangan peserta didik.
2.      Menambah pengetahuan kepada pembaca tentang perkembangan dan aspek-aspek perkembangan peserta didik.










 BAB II
PEMBAHASAN

A.    PERKEMBANGAN FISIK PESERTA DIDIK
Perkembangan fisik, terkait dengan perkembangan organ tubuh peserta didik secara jasmaniah yang nantinya memainkan peranan yang penting dalam perkembangan belajar peserta didik itu sendiri. Perkembangan fisik lebih di fokuskan pada masa usia sekolah dasar.
            Periode masa anak sekolah dasar merupakan suatu tanda akhir masa anak-anak. Usia sekolah dasar kelas 1 berlangsung di usia 6 tahun. Pada masa ini perkembangan fisik anak berlangsung secara lambat yang disebut sebagai periode tenang. Akan tetapi bukannya tidak ada perkembangan yang terjadi. Pertumbuhan akan berkembang secara pesat kembali saat anak memasuki usia remaja.
            Pada usia sekitar 6 tahun perkembangan fisik berkembang lebih lambat.seperti tinggi badan bertambah sekitar 5% hingga 6% dan berat bertambah sekitar 10% setiap tahun. Kemudian pada usia 12 tahun tinggi anak akan mencapai sekitar 60 inci dan berat 42,5 kg.
            Menurut muhibbin syah, ada beberapa factor yang harus di perhatikan oleh orang tua dan guru dalam perkembangan fisik anak yaitu
1.      Pertumbuhan dan perkembangan system syaraf
System syaraf adalah organ halus dalam tubuh yang terdiri atas struktur jaringan serabut syaraf yang sangat halus yang berpusat pada system syaraf yang ada di otak. Pertumbuhan syaraf  dan perkembangan  membuat kemampuan anak meningkat dan mendorong tumbulnya pola-pola tingkah laku baru.
2.      Pertumbuhan otot-otot.
Otot adalah sel-sel yang dapat berubah memanjang dan juga merupakan kesatuan sel yang memiliki daya mengkerut. Fungsi otot adalah sebagai pengikat organ-organ lain dan sebagai jaringan pembuluh yang mendistribusikan sari makanan.
3.      Perkembangan dan perubahan fungsi kelenjar-kelenjar endoktrin.
Kelenjar adalah alat tubuh yang menghasilkan cairan atau getah seperti kelenjar keringat. Sedangkan kelenjar endoktrin secara umum merupakan kelenjar dalam tubuh yang memproduksikan hormone yang dislurkan ke seluruh bagian tubuh melalaui darah.berubahnya fungsi kelenjar-kelenjar endoktrin seperti adrenal dan pituitary akan menimbulkan pola tingkah laku yang baru ketika menginjak remaja.
4.      Perubahan struktur jasmani.
Semakin meningkat usia akan semakin meningkat ukuran tinggi dan bobot serta proporsi (perbandingan bagian) tubuh pada umumnya. Perubahan ini akan banyak berpengaruh terhadap kemampuan dan kecakapan skill anak.    




B.       PERKEMBANGAN KOGNITIF
1.         PENGERTIAN PERKEMBANGAN KOGNITIF
            Istilah “Cognitive” berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian, mengerti. Kognitif adalah proses yang terjadi secara internal di dalam pusat susunan saraf pada waktu manusia sedang berpikir (Gagne dalam Jamaris, 2006). Pengertian yang luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan (Neisser, 1976). Menurut para ahli jiwa aliran kognitifis, tingkah laku seseorang/anak itu senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi.
Teori perkembangan kognitif piaget adalah salah satu teori yang menjelaskan bagaimana anak beradaptasi dengan dan mengiterprestasikan obyek dan kejadian-kejadian di sekitarnya. Bagaimana anak mempelajari ciri – ciri dan fungsi dari objek – objek, seperti mainan, perabot dan makanan, serta objek-objek sosial seperti diri, orang tua, teman. Bagaimana cara anak belajar mengelompokkan objek-objek untuk mengetahui persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaannya, untuk memahami penyebab terjadinya perubahan dalam objek-objek atau peristiwa-peristiwa, dan untuk membentuk perkiraan tentang objek dan peristiwa tersebut.
2.         TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN KOGNITIF
Piaget percaya bahwa pemikiran anak-anak berkembang menurut tahap-tahap atau periode-periode yang terus bertambah kompleks. Piaget juga menyakini bahwa pemikiran seorang anak berkembang melalui serangkaian tahap pemikiran dari masa bayi hingga masa dewasa. Kemampuan bayi melalui tahap-tahap tersebut bersumber dari tekanan biologis untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan (melalui asimilasi dan akomodasi) serta adanya pengorganisasian strukur berfikir. Tahap-tahap pemikiran ini secara kualitatif berbeda pada setiap individu. Demikian juga, corak pemikiran seorang anak pada satu tahap berbeda dari corak pemikirannya pada tahap lain. Tahap-tahap perkembangan pemikiran ini dibedakan piaget atas 4 tahap, yaitu tahap pemikiran sensoris-motorik , praoperasioanal, operasional kongkret, dan operasional formal. Akan tetapi, piaget tidak menetapkan secara tegas batasan-batasan umur pada masing – masing tahap. Batasan umur pada masing – masing tahap diberikan oleh Ginsburg dan Opper ( Mussen, et all, 1969 ). Berikut ini akan diuraikan tahap pemikiran masa bayi, yaitu tahap sensoris – mororik.
Tahap-tahap perkembangan menurut piaget ini diringkas dalam tabel berikut
Tahap
Usia/Tahun
Gambaran
Sensorimotor
0-2
Bayi bergerak dari tindakan refleks instinktif pada saat lahir sampai permulaan pemikiran simbolis. Bayi membangun suatu pemahaman tentang dunia melalui pengkoordinasian pengalaman-pengalaman sensor dengan tindakan fisik.
Preoperational
2-7
Anak mulai mempresentasikan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar ini menunjukan adanya peningkatan pemikiran simbolis dan melampaui hubungan informasi sensor dan tindak fisik.
Concrete operational
7-11
Pada saat ini anak dapat berfikir secara logis mengenai peristiwa-peristiwa yang konkrit dan mengklasifikasikan benda-benda kedalam bentuk-bentuk yang berbeda.
Formal operational
11-15
Anak remaja berfikir dengan cara yang lebih abstrak dan logis. Pemikiran lebih idealistik.
Menurut piaget, perkembangan masing-masing tahap tersebut merupakan hasil perbaikan dari perkembangan tahap sebelumnya. Hal ini berarti bahwa menurut teori tahapan piaget, setiap individu akan melewati serangkaian perubahan kualitatif yang bersifat invarian, selalu tetap, tidak melompat atau mundur. Perubahan-perubahan kualitatif ini terjadi karena tekanan biologis untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan serta adanya pengorganisasian struktur berfikir. Dari sudut biologis, piaget melihat adanya sistem yang mengatur dari dalam, sehingga organisme mempunyai sistem pencernaan, peredaran darah, sistem pernafasan, dan lain-lain. Hal yang sama juga terjadi pada sistem kognisi, dimana adanya sistem yang mengatur dari dalam yang kemudian dipengaruhi oleh faktor-faktornya.
3.               PERKEMBANGAN KOGNITIF( 0,2-0,7 )
            Seiring dengan meningkatnya kemampuan anak untuk mengekspolrasi lingkungan, karena bertambah besarnya koordinasi dan pengendalian motorik yang disertai dengan meningkatnya kemampuan untuk bertanya dengan menggunakan kata-kata yang dapat dimengrti orang lain, maka dunia kognitif anak berkembang pesat, makin kreatif, bebas, dan imajinatif. Imajinasi anak-anak pra-sekolah terus bekerja, dan daya serap mentalnya tentang dunia makin meningkatnya. Peningkatan pengertian anak tentang orang, benda dan situasi baru diasosiasikan dengan arti-arti yang di pelajari selama masa bayi.
4.               PERKEMBANGAN KOGNITIF MENURUT TEORI PIAGET( 0,2-0,7 )
            Sesuai dengan teori kognititf piaget, maka perkembangan kognitif pada masa awal anak-anak dinamakan tahap praoperasional (praoperationak stage), yang berlangsung dari usia 2 hingga 7 tahun. Pada tahap ini, konsep yang stabil dibentuk, penalaran mental muncul, egosentrisme mulai kuat dan kemudian melemah, serta terbentuknya keyakinan terhadap hal yang magis. Tetapi, sebagia “pra” dalam istilah “pra-operasional”, menunjukan bahwa pada tahap ini teori piaget difokuskan pada keterbatasan pemikiran anak. Istilah “operasional” menunjukan pada aktifitas mental yang memungkinkan anak untuk memikirkan peristiwa – peristiwa atau pengalaman – pengalaman yang dialaminya.


1.      Subtahap Prakonseptual (2 – 4 tahun)
      Subtahap prakonseptual disebut juga dengan pemikiransimbolik (symbolic tought ), karena karakteristik utama subtahap ini ditandai dengan munculnya sistem – sistem lambang atau seperti bahasa. Subtahap prakonseptual merupakan subtahap pemikiran praoperasional yang terjadi kira – kira antara 2tahun hingga 4tahun. Pada subtahap ini anak – anak mengembangkan kemampuan untuk menggambarkan atau membayangkan secara mental suatu objek yang tidak ada ( tidak terlihat ) dengan sesuatu yang lain. Misalnya, pisau yang terbuat dari plastik adalah sesuatu yang nyata, mewakili pisau yang sesungguhnya. Katau pisau sendiri bisa mewakili sesuatu yang abstrak, seperti bentuknya atau tajamnya. Demikian pula tulisan “pisau” akan memberikan tanggapan tertentu. Dengan berkembangnya kemampuan mensimbolisasikan ini, maka anak memperluas ruanglingkup aktifitasnya yang mencangkup hal-hal yang sudah lewat, atau hal – hal yang akan datang, atau juga hal – hal yang sekarang.
2.      Subtahap Intuitif (4-7 tahun)
   Istilah intuitif digunakan untuk menunjukan subtahap kedua dari pemikiran praoperasional yang terjadi pada anak dalam periode dari 4 hingga 7 tahun. Dalam subtahan ini, meskipun aktifitas mental tertentu (seperti cara-cara mengelompokan, mengukur atau menghubungkan objek-objek) terjadi, tetapi anak-anak belum begitu sadar mengenai prinsip-prinsip yang melandasi terbentuknya aktifitas tersebut.walau anak dapat memecahkan masalah yang berhubungan dengan aktifitas ini, namun ia tidak bisa menjelaskan alasan yang tepat untuk pemecah suatu masalah menurut cara-cara tertentu.
5.         PERKEMBANGAN KOGNITIF( 0,7-11 )
            perkembangan yang pesat. Karena dengan masuk sekolah, berarti dunia dan minat anak bertambah luas, dan dengan Seiring dengan masuknya anak ke sekolah dasar, maka kemampuan kognitifnya turut mengalami meluasnya minat maka bertambah pula pengertian tentang manusia dan objek-objek yang sebelumnya kurang berarti bagi anak. Dalam keadaan normal, pikiran anak usia sekolah berkembang secara berangsur-angsur. Kalau pada masa sebelumnya daya pikir anak masih bersifat imajinatif dan egosentris, maka pada usia sekolah dasar ini daya pikir anak berkembang ke arah berpikir konkrit, rasional dn objektif. Daya ingatnya menjadi sangat kuat, sehingga anak benar-benar berada dalam suatu stadium belajar.
6.                PERKEMBANGAN KOGNITIF MENURUT PIAGET( 0,7-11 )
            Menurut teori kognitif piaget, pemikiran anak-anak usia sekolah dasar disebut pemikiran operasional kongkrit (concrete operational thought). Menurut piaget, operasi adalah hubungan-hubungan logis di antara konsep-konsep atau skema-skema. Sedangkan operasi konkrit adalah aktifitas mental yang difokuskan pada objek-objek dan peristiwa-peristiwa nyata atau konkrit dapat diukur.



C.    PERKEMBANGAN SOSIAL
1.      Makna perkembangan sosial
Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam kematangan sosial. Perkembangan  sosial dapat pula diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok,moral dan tradisi. Meleburkan  dirimenjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja sama. Menurut plato secara potensial manusia dilahirkan sebagai makhluk social (zoon politicon). Syamsuddin  (1995) mengungkapkan bahwa sosialisasi adalah proses belajar untuk menjadi makhluk social. Sedangkan  menurut loree (1970) sosialisasi merupakan suatu proses dimana individu terutama anak melatih kepekaan dirinya terhadap rangsangan-rangsangan social terutama tekanan-tekanan dan tuntutan kehidupan kelompoknya serta belajar bergaul dengan bertingkah laku seperti orang lain di dalam lingkungan sosialnya.
2.      Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial anak dipengaruhi beberapa faktor yang yaitu :
1.      Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak,termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Proses pendidikan yang bertujuan  unttuk mengembangkan kepribadian anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga, pola pergaulan, etika berinteraksi dengan orang lain banyak ditentukan oleh krluarga.
2.      Kematangan
Untuk dapat bersosialisasi dengan baik diperlukan kematangan pisik dan psikis sehingga mampu mempertimbangkan proses sosial, memberi dan menerima nasehat orang lain , memerlukan kematangan intelektual  dan emosional, disamping itu kematangan dalam berbahasa juga sangat menentukan.
3.      Status sosial
Ekonomi kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi keluarga dalam masyarakat. Perilaku anak akan banyak memperhatikan kondisi normative yang telah ditanamkan oleh keluarganya.


4.      Pendidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normative, anak memberikan warna kehidupan sosial anak didalam masyarakat dan kehidupan mereka dimasa yang akan datang.
5.      Kapasitas mental : emosi dan intelegensi
Kemampuan berfikir dapat banyak mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar, memecahkan masalah dan berbahasa. Perkembangan emosi berpengaruh sekali terhadap perkembangan sosial anak. Anak yang berkemampuan intelek tinggi akan berkemampuan berbahasa dengan baik.
3.      Pengaruh Perkembangan Sosial Terhadap Tingkah Laku
Dalam perkembangan sosial anak, mereka dapat memikirkan dirinya dan orang lain. Pemikiran itu terwujud dalam refleksi diri, yang sering mengarah kepenilaian diri dan kritik dari hasil pergaulannya dengan orang lain. Hasil pemikiran dirinya tidak akan diketahui oleh orang lain, bahkan sering ada yang menyembunyikannya atau merahasiakannya. Hubungan sosial memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap tingkah laku individu, hubungan sosial individu  dimulai sejak individu lahir, hubungannya bayi dengan orang disekitarnya, terutama ibu, memiliki arti  yang sangat penting. Hubungan ini paling dirasakan kehangatnnya dan kemudian menjadi pengalaman hubungan sosial yang amat mendalam adalah melalui sentuhan ibu terhadap anak bayi terutama saat menyusui.
Pikiran anak sering dipengaruhi oleh ide-ide atau teori-teori yang menyebabkan sikap kritis terhadap situasi dan orang lain, termasuk kepada orang tuanya. Kemampuan abstraksi anak  sering menimbulkan kemampuan mempersalahkan kenyataan dan peristiwa-peristiwa dengan keadaan  bagaimana yang semestinya menurut alam pikirannya. Disamping itu pengaruh egoisentris sering terlihat, diantaranya berupa :
1.      Cita-cita dan idealisme yang baik, terlalu menitik beratkan pikiran sendiri, tanpa memikirkan akibat lebih jauh dan tanpa memperhitungkan kesulitan praktis yang mungkin menyebabkan tidak berhasilnya menyelesaikan persoalan.
2.      Kemampuan berfikir dengan pendapat sendiri, belum disertai pendapat orang lain dlam penilaiannya. Melalui banyak pengalaman dan penghayatan kenyataan serta dalam menghadapi pendapat orang lain, maka sikap ego semakin berkurang dan diakhir masa remaja sudah sangat kecil rasa egonya sehingga mereka dapat bergaul dengan baik.
4.       Perbedaan Individual Dalam Perkembangan Sosial
Perbedaan lingkungan dapat mempengaruhi perbedaan sikap dasar hubungan sosial remaja. Secara psikologis, sikap ini dapat dipelajari melalui tiga cara, yaitu :
1.      Meniru orang yang lebih berprestasi salam bidang tertentu.
2.      Mengkombinasikan pengalam.
3.      Menghayati pengalaman emosional khusus secara mendalam

5.       Upaya Pengembangan Hubungan Sosial Remaja Dan Implikasinya Bagi Pendidikan
Masa remaja merupakan fase yang sangat potensial bagi tumbuh dan berkembangnya asfek fisik mauoun fsikis, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Sering kali remaja ingin bertindak sebagaimana orang dewasa, tetapi perilaku mereka sering kali bersifat implusif dan belum menunjukan kedewasaan. Dalam kegiatan mencari jati diri melalui upaya dengan bergabung dengan lingkungannya, remaja cenderung berupaya menemukan tokoh identifikasi dari lingkungan jenis kelamin yang sama tetapi yang memiliki usia sedikit lebih tua.
Dalam konteks pembimbingan orang tua terhadap remaja ada tiga jenis pola asuh yang dapat di terapkan oleh orang tua, yaitu :
1.      Pola asuh “bina asih”(induction)
2.      Pola asuh “unjuk kuasa”(power assertion)
3.      Pola asuh “lepas kasih”(love withdrawal)
Dalam konteks pengaambangan kepribadian remaja, termasuk didalamnya pengembangan hubungan sosial, pola asuh yang disarankan untuk diterapkan adalah pola asuh bina kasih. Artinya, polasetiap keoputusan yang diambil orang tua tentang remajanya harus senantiasa disertai dengan  penjelasan atau alas an yang rasional. Dengan demikian, remaja akan dapat mengembangkan pemikirannya untuk kemudian mengambil keputusan mengikuti atau tidak terhadap keputusan atau perlakuan orang tuanya.
Lingkungan pendidikan berikutnya, setelah keluarga adalah sekolah. Sekolah sebagai lembaga formal yang disertai tugas untuk menyelenggarakan pendidikan tentukan tidak kecil peranannya dalam rangka pembantu perkembangan hubungan sosial remaja. Untuk dapat membantu perkembangan kepribadian peserta didik secara maksimal termasuk didalamnya hubungan sosial, ada enam kompetensi yang seharusnya dipenuhi oleh seorang guru yaitu :
1.      Kompetensi pribadi (personal competency)
2.      Kompetensi propesional (proffesional competency)
3.      Kompetensi sosial (social competency)
4.      Kompetensi moral (morality competency)
5.      Kompetensi formal (formal competency)
6.      Kompetensi religius (religiousity competency)

D.    PERKEMBANGAN EMOSIONAL
Emosi dapat dirumuskan sebagai suatu keadaan yang terangsang dari organisme, mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam sifatnya, dan perubahan perilaku (CP.Chaplin, 1982: 163). Emosi di kenal dalam keseharian kita dengan istilah gejolak jiwa atau getaran jiwa. Munculnya gejolak jiwa ini akan tercermin dari perilaku yang dimunculkan. Getaran jiwa ini bisa dalam bentuk kasih sayang, simpati, iri, marah dan lain-lainnya.
Kemampuan untuk bereaksi secara emosional sudah ada pada bayi yang baru lahir. Gejala pertama perilaku emosional adalah keterangsangan umum terhadap stimulasi yang kuat. Keterangsangan yang berlebih-lebihan ini tercermin dalam aktivitas yang banyak pada bayi yang baru lahir. Meskipun demikian, pada saat bayi lahir, bayi tidak memperlihatkan reaksi yang secara jelas dapat dinyatakan sebagai keadaan emosional yang spesifik.
Perkembangan emosional juga dapat dipengaruhi oleh adanya gangguan kecemasan, rasa takut dan faktor-faktor eksternal yang sering kali tidak dikenal sebelumnya oleh anak yang sedang tumbuh. Namun sering kali juga adanya tindakan orang tua yang sering kali tidak dapat mempengaruhi perkembangan emosional anak. Misalnya sangat dimanjakan, terlalu banyak larangan karena terlalu mencintai anaknya. Akan tetapi sikap orang tua yang sangat keras, suka menekan dan selalu menghukum anak sekalipun anak membuat kesalahan sepele juga dapat mempengaruhi keseimbangan emosional anak.
Guru mesti memahami bagaimana emosi yang muncul dari peserta didik. Ada dua dimensi emosional menurut Nurihsan (2007) yang sangat penting diketahui oleh pendidik terutama guru, yaitu; 1) senang dan tidak senang (pleasant-unpleasen) atau suka dan tidak suka (like-dislike), dan 2) intensitas dalam term kuat-lemah ( strength-weakness ) atau halus kasarnya atau dalam dangkalnya emosi tersebut.
Bridges (loree, 1970; Nurihsan, 2007) menjelaskan proses perkembangan dan diferensiasi emosional pada anak-anak sebagai berikut:
1)      Pada saat dilahirkan kepekaan umum terhadap rangsangan-rangsangan tertentu (bunyi,cahaya,temperature)
2)      Dalam periode 3 bulan pertama ketidak senangan dan kegembiraan mulai didefenisikan (melalui penularan) dari emosi orang tuanya.
3)      Dalam masa 3-6 bulan pertama ketidak senangan berdiferensiasi ke dalam kemarahan, kebencian, dan ketakutan.
4)      Sedangkan dalam masa 9-12 bulan pertama kegembiraan berdiferensiasi ke dalam kegairahan dan kasih sayang.
5)      Pada usia 18 bulan pertama rasa kecemburuan mulai berdiferensiasikan dari ketidak senangan.
6)      Pada usia 2 tahun, kenikmatan dan keasyikan berdiferensiasi dari kesenangan.
7)      Mulai usia 5 tahun, ketidak senangan berdiferensiasi di dalam rasa malu, cemas dan kecewa, sedangkan kesenangan berdiferensiasi ke dalam harapan dan kasih sayang.
Pada perkembangan selanjutnya, dimensi-dimensi sebagaimana yang telah disebutkan akan berkembang melalui proses belajar,, karenanya perlu adanya pembelajaran yang mampu menarik siswa atau peserta didik, melalui reinforcemen atau proses pengkodisian yang baik dari guru..
Emosi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku individu, dalam hal ini termasuk pula perilaku belajar. Mengingat hal tersebut, maka guru hendaknya mempunyai kepedulian untuk menciptakan situasi belajar yang menyenangkan atau kondusif bagi terciptanya proses belajar mengajar yang efektif. Upaya yang dilakukan antara lain :
  1. Mengembangkan iklim kelas yang bebas dari ketegangan.
  2. Memperlakukan peserta didik sebagai individu yang mempunyai harga diri.
  3. Memberikan nilai secara objektif.
  4. Menghargai hasil karya peserta didik.
Perkembangan pada aspek ini meliputi kemampuan anak untuk mencintai; merasa nyaman,  berani,  gembira,  takut,  dan  marah;  serta  bentuk-bentuk  emosi  lainnya.  Pada aspek  ini,  anak  sangat  dipengaruhi  oleh  interaksi  dengan  orangtua  dan  orang-orang  di sekitarnya. Emosi yang berkembang akan sesuai dengan impuls emosi yang diterimanya. Misalnya,  jika  anak  mendapatkan  curahan  kasih  sayang,  mereka  akan  belajar  untuk menyayangi.
Pengaruh emosi terhadap perilaku dan perubahan fisik individu :
a. Memperkuat semangat bila merasa senang atas suatu keberhasilan.
b. Melemahkan semangat apabila timbul rasa kekecewaan karena suatu kegagalan.
c. Menghambat  atau  mengganggu  konsentrasi  belajar  apabila  individu  dalam  keadaan  gugup.
d. Terganggu penyesuaian sosial apabila terjadi rasa cemburu dan iri hati.

E. PERKEMBANGAN MORAL DAN AGAMA
A.    Makna Perkembangan Moral
Perkembangan sosial merupakan proses perkembangan kepribadian siswa selaku seorang anggota masyarakat dalam berhubungan dengan orang lain. Perkembangan ini berlangsung sejak masa bayi hingga akhir hayat. Perkembangan merupakan suatu proses pembentukan social self (pribadi dalam masyarakat), yakni pembentukan pribadi dalam keluarga, bangsa dan budaya. Perkembangan sosial hampir dapat dipastikan merupakan perkembangan moral, sebab perilaku moral pada umumnya merupakan unsur fundamental dalam bertingkah laku sosial. Seorang siswa hanya akan berperilaku sosial tertentu secara memadahi apabila menguasai pemikiran norma perilaku moral yang diperlukan untuk menguasai pemikiran norma perilaku moral yang diperlukan.
Seperti dalam proses perkembangan yang lannya, proses perkembangan sosial dan moral selalu berkaitan dengan proses belajar. Konsekuensinya, kualitas hasil perkembangan sosial sangat bergantung pada kualitas proses belajar (khususnya belajar sosial), baik dilingkungan sekolah, keluarga, maupun di lingkungan masyarakat. Hal ini bermakna bahwa proses belajar sangat menentukan kemampuan siswa dalam bersikap dan berperilaku sosial yang selaras dengan norma moral, agama, moral tradisi, moral hukum, dan norma moral yang berlaku dalam masyarakat.
            Dalam dunia psikologi belajar terdapat aneka ragam mazhab (aliran pemikiran) yang berhubungan dengan perkembangan moral. Diantara ragam mazhab perkembangan sosial ini paling menonjol dan layak dijadikan rujukan adalah :
1. Aliran teori cognitive Psychology dengan tokoh utama Jean Piaget dan Lawrence Kohlberg.
2. Aliran teori Social Learning dengan tokoh utama Albert. Bandura dan R.H Walters.
Pada tokoh-tokoh psikologi tersebut telah banyak melakukan penelitia yang mana pada penelitiannya setiap tahapan perkembangan sosial anak selalu dihubungkan dengan perkembangan perilaku moral yaitu perilaku baik dan buruk menurut norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Salah satu teori perkembangan moral adalah teori menurut Kohlberg sebagai berikut :
Level of moral Though(tingkatan kesadaran moral)
 Stage of Moral development (Tahapan perkembangan moral)

1.      Preconventional
Anak menyambut adanya nilai baik dan buruk hanya karena sesuatu itu akan menyakitkan menyebangkan secara fisik atas kekuatan kehebatan yang  memeberikan nilai nilai atau aturan aturan yang bersangkutan.
1.      The punishment obedience orientation:
Anak berusaha menghindari hukuman, menaruh respect karena melihat sifat yang member aturan yang bersangkutan
2.      The instrumental relative orientation :
Sesuatu itu dipandang benar kalau dapat memuaskan dirinya juga orang lain. Pragmatic morality, hubungan insan
Seperti jual beli, kau cubit aku , kucubit
Ii Convensional level :
Individu memandang apa yang diharapkan family, kelompok atau bangsa. Setia  dan mendukung aturan social bukan sekedar konformitas, melaikan berharga.
3.      The intepersolnal concordance orientation:
Suatu perilaku dipandang baik kalu menyenangkan, dan membantu orang lain. Kau akan disetujui/ diterima kala berbuat baik.
4.      Authoritary and social order maintaining orientatin :
Perilaku yang benar ialah menuaikan tugas kewajiban. Menghargai kewibaan dan mempertahankan peraturan yang  berlaku
Postconvensional, or principle level : Usaha yang dilakukan mendefensikan prinsip-prinsip moralitas yang tidak terikat oleh orang pendukung/ pemegang/ penganutnya:universal
5.      The soial contract leatistic orientation :
Pelaksanakan undang-udang dan hak-hak indidu diuji secara kritis. Aturan yang diterima masyarakat penting . Prosedur penyusunan ditekanka; rasional.
6.      The universal ethcal principle orientational
Kebenaran didefenisikan atas kesesuaiannya dengan kata hati, prinsip-perinsip etika yang logas dan komprehensif. Pengakuan atas hak dan nilai-nilai asasi manusia dan indidu.
            Sebagaimana tingkatan; perkembangan moral dilihat adanya hubungan  yang erat antara perkembangan moral dengan intelektual. Elizabet Hurlock ( Nurihsan, 2007) menjelaskan bahwa antara yang mempunyai IQ tinggi cendrung lebih matang dalam penilian moral daripada anak yang tingkata kecerdasannya lebih rendah dan anak perempuan cendrung membentuk penilain moral yang lebih matang daripada anak laki-laki.
Perkembangan Agama
Perkembangan agama menurut Fowler adalah sebagai berikut:
1.    Tahap intuitive-projective faith
Berlangsung antara usia 2-7 tahun. Pada tahap ini kepercayaan anak bersifat peniruan.
2.    Tahap mythic-literal faith
Dimulai dari usia 7-11 tahun. Pada tahap ini sesuai dengan perkembangan kognitifnya, anak secara sistematis mulai mengambil makna dari tradisi masyarakat.
3.    Tahap synthetic-conventional faith
Terjadi pada usia 12- akhir masa remaja atau awal usia dewasa. Kepercayaan remaja pada tahap ini ditandai dengan kesadaran tentang simbolisme dan memiliki lebih dari satu cara untuk mengetahui kebenaran
4.    Tahap individuative-reflective faith
Terjadi pada usia 19 tahun atau masa dewasa awal. Mulai muncul sintesis kepercayaan dan tanggung jawab individual terhadap kepercayaan tersebut.
5.    Tahap conjunctive-faith
Dimulai pada usia 30 tahun sampai masa dewasa akhir. Ditandai dengan perasaan terintegrasi dengan simbol-simbol, ritual-ritual dan keyakinan agama.






Karakeristik Perkembangan Spiritualis Peserta Didik
a.       Karakteristik perkembangan spiritualitas anak usia sekolah
Tahap mythic-literal faith, yang dimulai usia 7-11 tahun. Menurut Fowler dalam desmita (2009:281), berpendapat bahwa tahap ini, sesuai dengan tahap perkembangan kognitifnya, anak mulai berfikir secara logis dan mengatur dunia dengan katagori-katagori baru. Pada tahap ini anak secara sistematis mulai mengambil makna dari tradisi masyarakatnya, dan secara khusus menemukan koherensi serta makna pada bentuk-bentuk naratif.
Sebagai anak yang tengah berada dalam tahap pemikiran operasional konkret, maka anak usia sekolah dasar akan memahami segala sesuatu yang abstrak dengan interpretasi secara konkret. Hal ini juga berpengaruh terhadap pemahaman mengenai konsep-konsep keagamaan. Dengan demikian, gagasan-gagasan keagamaan yang bersifat abstrak yang tadinya dipahami secara konkret, seperti tuhan itu satu,tuhan itu amat dekat, tuhan ada di mana-mana, mulai dapat di pahami secara abstrak.
b.      Karakteristik perkembangan spiritualitas remaja
Dibandingkan dengan masa awal anak-anak misalnya keyakinan agama  remaja telah mengalami perkembangan yang cukup berarti. Kalau pada awal masa anak-anak ketika mereka baru memiliki kemampuan berfikir simbolik Tuhan dibayangkan sebagai person yang berada di awan, maka pada masa remaja mereka mungkin berusaha mencari sebuah konsep yang lebih mendalam tentang Tuhan dan eksistensi. Perkembangan pemahaman terhadap keyakinan agama sangat dipengaruhi oleh perkembangan kognitifnya.
Oleh sebab itu, meskipun pada masa awal anak-anak ia telah diajarkan agama oleh orang tua mereka, namun karena pada masa remaja mereka mengalami kemajuan dalam perkembangan kognitifnya. Mungkin mereka mempertanyakan tentang kebenaran keyakinan agama mereka sendiri. Menurut Muhammad Idrus dalam Desmita (2009:283), pola kepercayaan yang dibangun remaja bersifat konvensional, sebab secara kognitif, efektif dan sosial, remaja mulai menyesuaikan diri dengan orang lain yang berarti baginya(significant others) dan dengan mayoritas lainya.
Perkembangan Penghayatan Keagamaan. Sikap keagamaan bersifat reseptif disertai dengan pengertian
a.       Pandangan dan paham ketuhanan diperolehnya secara asional berdasarkan kaidah-kaidah logika yang berpedoman pada indikator alam semesta sebagai manifestasi dari keagungan-Nya.
b.      Penghayatan secara rohaniah semakin mendalam, pelaksanaan kegiatan ritual diterima sebagai keharusan moral.
c.         Periode usia sekolah dasar merupakan masa pembentukan nilai-nilai agama sebagai 
     kelanjutan periode sebelumnya.
           Implikasi Perkembangan Moral dan Spiritual terhadap Pendidikan
                 Untuk mengembangkan moral dan spiritual, pendidikan sekolah formal yang di tuntut untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan moral dan spiritual mereka, sehingga mereka dapat menjadi manusia yang moralis dan religious.Sejatinya pendidikan tidak boleh menghasilkan manusia bermental benalu dalam masyarakat, yakni lulusan pendidikan formal yang hanya menggantungkan hidup pada pekerjaan formal semata.         Pendidikan selayaknya menanamkan kemandirian, kerja keras dan kreatifitas yang dapat membekali manusianya agar bisa survive dan berguna dalam masyarakat (Elmubarok,2008:30).
Strategi yang mungkin dilakukan guru di sekolah dalam membantu perkembangan moral dan spiritual peserta didik yaitu sebagai berikut :
a.    Memberikan pendidikan moral dan keagamaan melalui kurikulum tersembunyi, yakni menjadi sekolah sebagai atmosfer moral dan agama secara keseluruhan.
b.      Memberikan pendidikan moral secara langsung, yakni pendidikan moral dengan pendidikan pada nilai dan juga sifat selam jangka waktu tertentu atau menyatukan nilai-nilai dan sifat-sifat tersebut ke dalam kurikulum.
c.       Memberikan pendekatan moral melalui pendekatan klarifikasi nilai, yaitu pendekatan pendidikan moral tidak langsung yang berfokus pada upaya membantu siswa untuk memperoleh kejelasan mengenai tujuan hidup mereka dan apa yang berharga untuk di cari.
d.      Menjadikan wahana yang kondusif bagi peserta didik untuk menghayati agamanya, tidak hanya sekedar bersifat teoritis, tetapi penghayatan yang benar-benar dikontruksi dari pengalaman keberagamaan.
e.       Membantu peserta didik mengembangkan rasa ketuhanan melalui pendekatanspiritual paranting,seperti: Memupuk hubungan sadar anak dengan tuhan melalui doa setiap hari.




BAB III
PENUTUP
A.    SIMPULAN
Peserta didik diartikan sebagai anggota msyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur jejang dan jenis pendidikan tertentu. Perkembangan fisik yang normal merupakan salah satu faktor penentu kelancaran proses belajar, baik dalam bidang pengetahuan maupun keterampilan. Oleh karena itu, perkembangan motorik sangat menunjang keberhasilan belajar peserta didik. Perkembangan intelektual anak sangat tergantung pada berbagai faktor utama, antara lain kesehatan gizi, kebugaran jasmani, pergaulan dan pembinaan orang tua. Kemampuan mengontrol emosi diperoleh anak melalui peniruan dan latihan (pembiasaan). Dalam proses peniruan, kemampuan orang tua dalam mengndalikan emosinya sangatlah berpengaruh pada anak. Bahasa telah berkembang sejak anak berusia 4 - 5 bulan. Orang tua yang bijak selalu membimbing anaknya untuk belajar berbicara mulai dari yang sederhana sampai anak memiliki keterampilan berkomunikasi dengan mempergunakan bahasa. Moral pertamakali diperkenalkan oleh lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat. Moral itu dikenalkan kepada anak agar anak bisa membedakan mana yang benar, mana yang salah dan bisa menentukan sikap anak sehubungan dengan perkembangan sosial nilai dan sikap. Agama diperkenalkan kepada anak agar, anak dalam bertidak dapat sesuai dengan ajaran agama.
B.     SARAN
Dalam kehidupan individu tentunya ada individu yang berkembang sesuai dengan aturan atau hukum perkembanagn namun ada pula anak yang berkembang dan tumbuh dengan lambat. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan individu sangat berpengaruh terhadap keberhasilan belajar individu peserta didik. Maka dari itu bagi orang tua ataupun guru harus dapat mengetahui aspek-aspek perkembangan apa saja yang mempengaruhi keberhasilan belajar individu peserta didik agar anak atau peserta didik dapat tumbuh dan berkembang dengan baik dan memiliki prestasi belajar yang memuaskan.

DAFTAR PUSTAKA

Taufik, M. 2014. Psikologi Pendidikan & Bimpesdik. PGSD Press

Sumber : http://iskandarrmohammed.blogspot.co.id/2013/12/perkembangan-moral-dan-spiritual.html







No comments:

Post a Comment