BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Akhir-akhir ini, telah banyak munculnya
gejala-gejala yang kurang baik yang menimbulkan kegoncangan dalam kehidupan
keluarga dan dunia pendidikan. Salah satu penyebab timbulnya kenakalan anak
karena kurangnya kasih sayang orang tua, pendidikan dalam keluarga dan
pendidikan di sekolah.
Anak bukanlah orang dewasa dalam ukuran
kecil, anak harus diperlakukan sesuai dengan tahap-tahap pertumbuhan dan
perkembangannya. Sekarang ini banyak orang tua yang kurang memperhatikan
pertumbuhan dan perkembangan anak-anaknya. Oleh karena itu, tidak sedikit anak
yang mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang lambat atau bahkan jauh dari
tahap-tahap yang diharapkan pada saat usia tersebut.
Para ahli pendidikan sepakat bahwa
setiap periode perkembangan memiliki tugas perkembangan masing-masing.
Perkembangan atau development berarti
seragkaian perubahan progresif yang terjadi akibat dari proses kematangan dan
pengalaman. Dalam kamus psikologis ada 3 arti perkembangan yaitu: Pertama, perubahan yang berkesinambunagn
dan progresif dalam organisme, mulai lahir sampai mati. Kedua, perubahan dalam bentuk dan dalam integerasi dari
bagian-bagian jasmaniah. Ketiga,
kedewasaan atau kemunculan pola-pola dari tingkah laku yang tidak dipelajari.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1. Apa
saja perkembanagan fisik peserta didik?
2. Apa itu perkembangan kognitif?
3. Apa itu perkembangan sosial?
4. Apa itu perkembangan emosional?
5. Apa itu perkembangan moral dan agama?
C.
TUJUAN
PENULISAN
1. Untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Psikologi
pendidikan.
2. Memberikan
pengetahuan kepada pembaca tentang perkembangan dan aspek-aspek perkembangan
peserta didik.
3. Memberikan
pengetahuan kepada pembaca tentang ciri-ciri dari setiap aspek-aspek
perkembangan.
D.
MANFAAT
PENULISAN
1. Sebagai
pedoman bagi guru atau orang tua peserta didik untuk bisa lebih memperhatikan
dan mengetahui tentang aspek-aspek perkembangan peserta didik.
2. Menambah
pengetahuan kepada pembaca tentang perkembangan dan aspek-aspek perkembangan
peserta didik.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PERKEMBANGAN FISIK PESERTA DIDIK
Perkembangan fisik, terkait dengan perkembangan
organ tubuh peserta didik secara jasmaniah yang nantinya memainkan peranan yang
penting dalam perkembangan belajar peserta didik itu sendiri. Perkembangan
fisik lebih di fokuskan pada masa usia sekolah dasar.
Periode masa anak sekolah dasar
merupakan suatu tanda akhir masa anak-anak. Usia sekolah dasar kelas 1
berlangsung di usia 6 tahun. Pada masa ini perkembangan fisik anak berlangsung
secara lambat yang disebut sebagai periode tenang. Akan tetapi bukannya tidak
ada perkembangan yang terjadi. Pertumbuhan akan berkembang secara pesat kembali
saat anak memasuki usia remaja.
Pada usia sekitar 6 tahun
perkembangan fisik berkembang lebih lambat.seperti tinggi badan bertambah
sekitar 5% hingga 6% dan berat bertambah sekitar 10% setiap tahun. Kemudian
pada usia 12 tahun tinggi anak akan mencapai sekitar 60 inci dan berat 42,5 kg.
Menurut muhibbin syah, ada beberapa
factor yang harus di perhatikan oleh orang tua dan guru dalam perkembangan
fisik anak yaitu
1.
Pertumbuhan
dan perkembangan system syaraf
System syaraf adalah
organ halus dalam tubuh yang terdiri atas struktur jaringan serabut syaraf yang
sangat halus yang berpusat pada system syaraf yang ada di otak. Pertumbuhan
syaraf dan perkembangan membuat kemampuan anak meningkat dan
mendorong tumbulnya pola-pola tingkah laku baru.
2.
Pertumbuhan
otot-otot.
Otot adalah sel-sel
yang dapat berubah memanjang dan juga merupakan kesatuan sel yang memiliki daya
mengkerut. Fungsi otot adalah sebagai pengikat organ-organ lain dan sebagai
jaringan pembuluh yang mendistribusikan sari makanan.
3.
Perkembangan
dan perubahan fungsi kelenjar-kelenjar endoktrin.
Kelenjar adalah alat
tubuh yang menghasilkan cairan atau getah seperti kelenjar keringat. Sedangkan
kelenjar endoktrin secara umum merupakan kelenjar dalam tubuh yang
memproduksikan hormone yang dislurkan ke seluruh bagian tubuh melalaui
darah.berubahnya fungsi kelenjar-kelenjar endoktrin seperti adrenal dan
pituitary akan menimbulkan pola tingkah laku yang baru ketika menginjak remaja.
4.
Perubahan
struktur jasmani.
Semakin meningkat usia
akan semakin meningkat ukuran tinggi dan bobot serta proporsi (perbandingan
bagian) tubuh pada umumnya. Perubahan ini akan banyak berpengaruh terhadap
kemampuan dan kecakapan skill anak.
B. PERKEMBANGAN
KOGNITIF
1.
PENGERTIAN
PERKEMBANGAN KOGNITIF
Istilah “Cognitive”
berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian, mengerti. Kognitif
adalah proses yang terjadi secara internal di dalam pusat susunan saraf pada
waktu manusia sedang berpikir (Gagne dalam Jamaris, 2006). Pengertian yang
luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan
pengetahuan (Neisser, 1976). Menurut para ahli jiwa aliran kognitifis, tingkah
laku seseorang/anak itu senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan
mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi.
Teori perkembangan
kognitif piaget adalah salah satu teori yang menjelaskan bagaimana anak
beradaptasi dengan dan mengiterprestasikan obyek dan kejadian-kejadian di
sekitarnya. Bagaimana anak mempelajari ciri – ciri dan fungsi dari objek –
objek, seperti mainan, perabot dan makanan, serta objek-objek sosial seperti
diri, orang tua, teman. Bagaimana cara anak belajar mengelompokkan objek-objek
untuk mengetahui persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaannya, untuk memahami
penyebab terjadinya perubahan dalam objek-objek atau peristiwa-peristiwa, dan
untuk membentuk perkiraan tentang objek dan peristiwa tersebut.
2.
TAHAP-TAHAP
PERKEMBANGAN KOGNITIF
Piaget percaya bahwa
pemikiran anak-anak berkembang menurut tahap-tahap atau periode-periode yang
terus bertambah kompleks. Piaget juga menyakini bahwa pemikiran seorang anak
berkembang melalui serangkaian tahap pemikiran dari masa bayi hingga masa
dewasa. Kemampuan bayi melalui tahap-tahap tersebut bersumber dari tekanan
biologis untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan (melalui asimilasi dan
akomodasi) serta adanya pengorganisasian strukur berfikir. Tahap-tahap
pemikiran ini secara kualitatif berbeda pada setiap individu. Demikian juga, corak
pemikiran seorang anak pada satu tahap berbeda dari corak pemikirannya pada
tahap lain. Tahap-tahap perkembangan pemikiran ini dibedakan piaget atas 4
tahap, yaitu tahap pemikiran sensoris-motorik , praoperasioanal, operasional
kongkret, dan operasional formal. Akan tetapi, piaget tidak menetapkan secara
tegas batasan-batasan umur pada masing – masing tahap. Batasan umur pada masing
– masing tahap diberikan oleh Ginsburg dan Opper ( Mussen, et all, 1969 ).
Berikut ini akan diuraikan tahap pemikiran masa bayi, yaitu tahap sensoris –
mororik.
Tahap-tahap perkembangan menurut piaget ini
diringkas dalam tabel berikut
|
Tahap
|
Usia/Tahun
|
Gambaran
|
|
Sensorimotor
|
0-2
|
Bayi bergerak dari tindakan refleks
instinktif pada saat lahir sampai permulaan pemikiran simbolis. Bayi
membangun suatu pemahaman tentang dunia melalui pengkoordinasian
pengalaman-pengalaman sensor dengan tindakan fisik.
|
|
Preoperational
|
2-7
|
Anak mulai mempresentasikan dunia dengan
kata-kata dan gambar-gambar ini menunjukan adanya peningkatan pemikiran
simbolis dan melampaui hubungan informasi sensor dan tindak fisik.
|
|
Concrete operational
|
7-11
|
Pada saat ini anak dapat berfikir secara
logis mengenai peristiwa-peristiwa yang konkrit dan mengklasifikasikan
benda-benda kedalam bentuk-bentuk yang berbeda.
|
|
Formal operational
|
11-15
|
Anak remaja berfikir dengan cara yang lebih
abstrak dan logis. Pemikiran lebih idealistik.
|
Menurut piaget,
perkembangan masing-masing tahap tersebut merupakan hasil perbaikan dari
perkembangan tahap sebelumnya. Hal ini berarti bahwa menurut teori tahapan
piaget, setiap individu akan melewati serangkaian perubahan kualitatif yang
bersifat invarian, selalu tetap, tidak melompat atau mundur.
Perubahan-perubahan kualitatif ini terjadi karena tekanan biologis untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan serta adanya pengorganisasian struktur
berfikir. Dari sudut biologis, piaget melihat adanya sistem yang mengatur dari
dalam, sehingga organisme mempunyai sistem pencernaan, peredaran darah, sistem
pernafasan, dan lain-lain. Hal yang sama juga terjadi pada sistem kognisi,
dimana adanya sistem yang mengatur dari dalam yang kemudian dipengaruhi oleh
faktor-faktornya.
3.
PERKEMBANGAN
KOGNITIF( 0,2-0,7 )
Seiring
dengan meningkatnya kemampuan anak untuk mengekspolrasi lingkungan, karena bertambah
besarnya koordinasi dan pengendalian motorik yang disertai dengan meningkatnya
kemampuan untuk bertanya dengan menggunakan kata-kata yang dapat dimengrti
orang lain, maka dunia kognitif anak berkembang pesat, makin kreatif, bebas,
dan imajinatif. Imajinasi anak-anak pra-sekolah terus bekerja, dan daya serap
mentalnya tentang dunia makin meningkatnya. Peningkatan pengertian anak tentang
orang, benda dan situasi baru diasosiasikan dengan arti-arti yang di pelajari
selama masa bayi.
4.
PERKEMBANGAN KOGNITIF
MENURUT TEORI PIAGET( 0,2-0,7 )
Sesuai
dengan teori kognititf piaget, maka perkembangan kognitif pada masa awal
anak-anak dinamakan tahap praoperasional (praoperationak stage), yang
berlangsung dari usia 2 hingga 7 tahun. Pada tahap ini, konsep yang stabil
dibentuk, penalaran mental muncul, egosentrisme mulai kuat dan kemudian
melemah, serta terbentuknya keyakinan terhadap hal yang magis. Tetapi, sebagia
“pra” dalam istilah “pra-operasional”, menunjukan bahwa pada tahap ini teori
piaget difokuskan pada keterbatasan pemikiran anak. Istilah “operasional”
menunjukan pada aktifitas mental yang memungkinkan anak untuk memikirkan
peristiwa – peristiwa atau pengalaman – pengalaman yang dialaminya.
1. Subtahap
Prakonseptual (2 – 4 tahun)
Subtahap prakonseptual disebut juga dengan pemikiransimbolik
(symbolic tought ), karena karakteristik utama subtahap ini ditandai dengan
munculnya sistem – sistem lambang atau seperti bahasa. Subtahap prakonseptual
merupakan subtahap pemikiran praoperasional yang terjadi kira – kira antara
2tahun hingga 4tahun. Pada subtahap ini anak – anak mengembangkan kemampuan
untuk menggambarkan atau membayangkan secara mental suatu objek yang tidak ada
( tidak terlihat ) dengan sesuatu yang lain. Misalnya, pisau yang terbuat dari
plastik adalah sesuatu yang nyata, mewakili pisau yang sesungguhnya. Katau
pisau sendiri bisa mewakili sesuatu yang abstrak, seperti bentuknya atau
tajamnya. Demikian pula tulisan “pisau” akan memberikan tanggapan tertentu.
Dengan berkembangnya kemampuan mensimbolisasikan ini, maka anak memperluas
ruanglingkup aktifitasnya yang mencangkup hal-hal yang sudah lewat, atau hal –
hal yang akan datang, atau juga hal – hal yang sekarang.
2. Subtahap
Intuitif (4-7 tahun)
Istilah
intuitif digunakan untuk menunjukan subtahap kedua dari pemikiran
praoperasional yang terjadi pada anak dalam periode dari 4 hingga 7 tahun.
Dalam subtahan ini, meskipun aktifitas mental tertentu (seperti cara-cara
mengelompokan, mengukur atau menghubungkan objek-objek) terjadi, tetapi
anak-anak belum begitu sadar mengenai prinsip-prinsip yang melandasi
terbentuknya aktifitas tersebut.walau anak dapat memecahkan masalah yang
berhubungan dengan aktifitas ini, namun ia tidak bisa menjelaskan alasan yang
tepat untuk pemecah suatu masalah menurut cara-cara tertentu.
5.
PERKEMBANGAN
KOGNITIF( 0,7-11 )
perkembangan
yang pesat. Karena dengan masuk sekolah, berarti dunia dan minat anak bertambah
luas, dan dengan Seiring dengan masuknya anak ke sekolah dasar, maka kemampuan
kognitifnya turut mengalami meluasnya minat maka bertambah pula pengertian
tentang manusia dan objek-objek yang sebelumnya kurang berarti bagi anak. Dalam
keadaan normal, pikiran anak usia sekolah berkembang secara berangsur-angsur.
Kalau pada masa sebelumnya daya pikir anak masih bersifat imajinatif dan
egosentris, maka pada usia sekolah dasar ini daya pikir anak berkembang ke arah
berpikir konkrit, rasional dn objektif. Daya ingatnya menjadi sangat kuat,
sehingga anak benar-benar berada dalam suatu stadium belajar.
6.
PERKEMBANGAN
KOGNITIF MENURUT PIAGET( 0,7-11 )
Menurut
teori kognitif piaget, pemikiran anak-anak usia sekolah dasar disebut pemikiran
operasional kongkrit (concrete operational thought). Menurut piaget, operasi
adalah hubungan-hubungan logis di antara konsep-konsep atau skema-skema.
Sedangkan operasi konkrit adalah aktifitas mental yang difokuskan pada
objek-objek dan peristiwa-peristiwa nyata atau konkrit dapat diukur.
C.
PERKEMBANGAN SOSIAL
1.
Makna
perkembangan sosial
Perkembangan
sosial merupakan pencapaian kematangan dalam kematangan sosial.
Perkembangan sosial dapat pula diartikan
sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma
kelompok,moral dan tradisi. Meleburkan
dirimenjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja sama. Menurut
plato secara potensial manusia dilahirkan sebagai makhluk social (zoon
politicon). Syamsuddin (1995)
mengungkapkan bahwa sosialisasi adalah proses belajar untuk menjadi makhluk
social. Sedangkan menurut loree (1970)
sosialisasi merupakan suatu proses dimana individu terutama anak melatih
kepekaan dirinya terhadap rangsangan-rangsangan social terutama tekanan-tekanan
dan tuntutan kehidupan kelompoknya serta belajar bergaul dengan bertingkah laku
seperti orang lain di dalam lingkungan sosialnya.
2.
Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial
Perkembangan
sosial anak dipengaruhi beberapa faktor yang yaitu :
1. Keluarga
Keluarga
merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek
perkembangan anak,termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara
kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak.
Proses pendidikan yang bertujuan unttuk
mengembangkan kepribadian anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga, pola
pergaulan, etika berinteraksi dengan orang lain banyak ditentukan oleh
krluarga.
2. Kematangan
Untuk
dapat bersosialisasi dengan baik diperlukan kematangan pisik dan psikis
sehingga mampu mempertimbangkan proses sosial, memberi dan menerima nasehat
orang lain , memerlukan kematangan intelektual
dan emosional, disamping itu kematangan dalam berbahasa juga sangat
menentukan.
3. Status
sosial
Ekonomi
kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi keluarga dalam
masyarakat. Perilaku anak akan banyak memperhatikan kondisi normative yang
telah ditanamkan oleh keluarganya.
4. Pendidikan
Pendidikan
merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidikan sebagai
proses pengoperasian ilmu yang normative, anak memberikan warna kehidupan
sosial anak didalam masyarakat dan kehidupan mereka dimasa yang akan datang.
5. Kapasitas
mental : emosi dan intelegensi
Kemampuan
berfikir dapat banyak mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar,
memecahkan masalah dan berbahasa. Perkembangan emosi berpengaruh sekali
terhadap perkembangan sosial anak. Anak yang berkemampuan intelek tinggi akan
berkemampuan berbahasa dengan baik.
3.
Pengaruh
Perkembangan Sosial Terhadap Tingkah Laku
Dalam
perkembangan sosial anak, mereka dapat memikirkan dirinya dan orang lain.
Pemikiran itu terwujud dalam refleksi diri, yang sering mengarah kepenilaian
diri dan kritik dari hasil pergaulannya dengan orang lain. Hasil pemikiran
dirinya tidak akan diketahui oleh orang lain, bahkan sering ada yang
menyembunyikannya atau merahasiakannya. Hubungan sosial memiliki pengaruh yang
sangat besar terhadap tingkah laku individu, hubungan sosial individu dimulai sejak individu lahir, hubungannya
bayi dengan orang disekitarnya, terutama ibu, memiliki arti yang sangat penting. Hubungan ini paling
dirasakan kehangatnnya dan kemudian menjadi pengalaman hubungan sosial yang
amat mendalam adalah melalui sentuhan ibu terhadap anak bayi terutama saat
menyusui.
Pikiran
anak sering dipengaruhi oleh ide-ide atau teori-teori yang menyebabkan sikap
kritis terhadap situasi dan orang lain, termasuk kepada orang tuanya. Kemampuan
abstraksi anak sering menimbulkan
kemampuan mempersalahkan kenyataan dan peristiwa-peristiwa dengan keadaan bagaimana yang semestinya menurut alam
pikirannya. Disamping itu pengaruh egoisentris sering terlihat, diantaranya
berupa :
1. Cita-cita
dan idealisme yang baik, terlalu menitik beratkan pikiran sendiri, tanpa
memikirkan akibat lebih jauh dan tanpa memperhitungkan kesulitan praktis yang
mungkin menyebabkan tidak berhasilnya menyelesaikan persoalan.
2. Kemampuan
berfikir dengan pendapat sendiri, belum disertai pendapat orang lain dlam
penilaiannya. Melalui banyak pengalaman dan penghayatan kenyataan serta dalam
menghadapi pendapat orang lain, maka sikap ego semakin berkurang dan diakhir
masa remaja sudah sangat kecil rasa egonya sehingga mereka dapat bergaul dengan
baik.
4.
Perbedaan Individual Dalam Perkembangan Sosial
Perbedaan
lingkungan dapat mempengaruhi perbedaan sikap dasar hubungan sosial remaja.
Secara psikologis, sikap ini dapat dipelajari melalui tiga cara, yaitu :
1. Meniru
orang yang lebih berprestasi salam bidang tertentu.
2. Mengkombinasikan
pengalam.
3. Menghayati
pengalaman emosional khusus secara mendalam
5.
Upaya Pengembangan Hubungan Sosial Remaja Dan
Implikasinya Bagi Pendidikan
Masa
remaja merupakan fase yang sangat potensial bagi tumbuh dan berkembangnya asfek
fisik mauoun fsikis, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Sering kali
remaja ingin bertindak sebagaimana orang dewasa, tetapi perilaku mereka sering
kali bersifat implusif dan belum menunjukan kedewasaan. Dalam kegiatan mencari
jati diri melalui upaya dengan bergabung dengan lingkungannya, remaja cenderung
berupaya menemukan tokoh identifikasi dari lingkungan jenis kelamin yang sama
tetapi yang memiliki usia sedikit lebih tua.
Dalam
konteks pembimbingan orang tua terhadap remaja ada tiga jenis pola asuh yang
dapat di terapkan oleh orang tua, yaitu :
1. Pola
asuh “bina asih”(induction)
2. Pola
asuh “unjuk kuasa”(power assertion)
3. Pola
asuh “lepas kasih”(love withdrawal)
Dalam
konteks pengaambangan kepribadian remaja, termasuk didalamnya pengembangan
hubungan sosial, pola asuh yang disarankan untuk diterapkan adalah pola asuh
bina kasih. Artinya, polasetiap keoputusan yang diambil orang tua tentang
remajanya harus senantiasa disertai dengan
penjelasan atau alas an yang rasional. Dengan demikian, remaja akan
dapat mengembangkan pemikirannya untuk kemudian mengambil keputusan mengikuti
atau tidak terhadap keputusan atau perlakuan orang tuanya.
Lingkungan
pendidikan berikutnya, setelah keluarga adalah sekolah. Sekolah sebagai lembaga
formal yang disertai tugas untuk menyelenggarakan pendidikan tentukan tidak
kecil peranannya dalam rangka pembantu perkembangan hubungan sosial remaja.
Untuk dapat membantu perkembangan kepribadian peserta didik secara maksimal
termasuk didalamnya hubungan sosial, ada enam kompetensi yang seharusnya
dipenuhi oleh seorang guru yaitu :
1. Kompetensi
pribadi (personal competency)
2. Kompetensi
propesional (proffesional competency)
3. Kompetensi
sosial (social competency)
4. Kompetensi
moral (morality competency)
5. Kompetensi
formal (formal competency)
6. Kompetensi
religius (religiousity competency)
D.
PERKEMBANGAN EMOSIONAL
Emosi dapat dirumuskan sebagai suatu keadaan yang terangsang dari
organisme, mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam sifatnya, dan perubahan perilaku (CP.Chaplin, 1982:
163). Emosi
di kenal dalam keseharian kita dengan istilah gejolak jiwa atau getaran jiwa.
Munculnya gejolak jiwa ini akan tercermin dari perilaku yang dimunculkan.
Getaran jiwa ini bisa dalam bentuk kasih sayang, simpati, iri, marah dan
lain-lainnya.
Kemampuan
untuk bereaksi secara emosional sudah ada pada bayi yang baru lahir. Gejala
pertama perilaku emosional adalah keterangsangan umum terhadap stimulasi yang
kuat. Keterangsangan yang berlebih-lebihan ini tercermin dalam aktivitas yang
banyak pada bayi yang baru lahir. Meskipun demikian, pada saat bayi lahir, bayi
tidak memperlihatkan reaksi yang secara jelas dapat dinyatakan sebagai keadaan
emosional yang spesifik.
Perkembangan
emosional juga dapat dipengaruhi oleh adanya gangguan kecemasan, rasa takut dan
faktor-faktor eksternal yang sering kali tidak dikenal sebelumnya oleh anak
yang sedang tumbuh. Namun sering kali juga adanya tindakan orang tua yang
sering kali tidak dapat mempengaruhi perkembangan emosional anak. Misalnya
sangat dimanjakan, terlalu banyak larangan karena terlalu mencintai anaknya.
Akan tetapi sikap orang tua yang sangat keras, suka menekan dan selalu
menghukum anak sekalipun anak membuat kesalahan sepele juga dapat mempengaruhi
keseimbangan emosional anak.
Guru
mesti memahami bagaimana emosi yang muncul dari peserta didik. Ada dua dimensi
emosional menurut Nurihsan (2007) yang sangat penting diketahui oleh pendidik
terutama guru, yaitu; 1) senang dan tidak senang (pleasant-unpleasen) atau suka
dan tidak suka (like-dislike), dan 2) intensitas dalam term kuat-lemah (
strength-weakness ) atau halus kasarnya atau dalam dangkalnya emosi tersebut.
Bridges
(loree, 1970; Nurihsan, 2007) menjelaskan proses perkembangan dan diferensiasi
emosional pada anak-anak sebagai berikut:
1)
Pada saat dilahirkan kepekaan
umum terhadap rangsangan-rangsangan tertentu (bunyi,cahaya,temperature)
2)
Dalam periode 3 bulan pertama
ketidak senangan dan kegembiraan mulai didefenisikan (melalui penularan) dari
emosi orang tuanya.
3)
Dalam masa 3-6 bulan pertama
ketidak senangan berdiferensiasi ke dalam kemarahan, kebencian, dan ketakutan.
4)
Sedangkan dalam masa 9-12 bulan
pertama kegembiraan berdiferensiasi ke dalam kegairahan dan kasih sayang.
5)
Pada usia 18 bulan pertama
rasa kecemburuan mulai berdiferensiasikan dari ketidak senangan.
6)
Pada usia 2 tahun, kenikmatan
dan keasyikan berdiferensiasi dari kesenangan.
7)
Mulai usia 5 tahun, ketidak
senangan berdiferensiasi di dalam rasa malu, cemas dan kecewa, sedangkan
kesenangan berdiferensiasi ke dalam harapan dan kasih sayang.
Pada
perkembangan selanjutnya, dimensi-dimensi sebagaimana yang telah disebutkan
akan berkembang melalui proses belajar,, karenanya perlu adanya pembelajaran
yang mampu menarik siswa atau peserta didik, melalui reinforcemen atau proses
pengkodisian yang baik dari guru..
Emosi merupakan faktor dominan
yang mempengaruhi tingkah laku individu, dalam hal ini termasuk pula perilaku
belajar. Mengingat hal tersebut,
maka guru hendaknya mempunyai kepedulian untuk menciptakan situasi belajar yang
menyenangkan atau kondusif bagi terciptanya proses belajar mengajar yang
efektif. Upaya yang dilakukan antara lain :
- Mengembangkan iklim kelas yang bebas dari ketegangan.
- Memperlakukan peserta didik sebagai individu yang mempunyai harga diri.
- Memberikan nilai secara objektif.
- Menghargai hasil karya peserta didik.
Perkembangan
pada aspek ini meliputi kemampuan anak untuk mencintai; merasa nyaman, berani,
gembira, takut, dan
marah; serta bentuk-bentuk
emosi lainnya. Pada aspek
ini, anak sangat
dipengaruhi oleh interaksi
dengan orangtua dan
orang-orang di sekitarnya. Emosi
yang berkembang akan sesuai dengan impuls emosi yang diterimanya.
Misalnya, jika anak
mendapatkan curahan kasih
sayang, mereka akan
belajar untuk menyayangi.
Pengaruh
emosi terhadap perilaku dan perubahan fisik individu :
a.
Memperkuat semangat bila merasa senang atas suatu keberhasilan.
b.
Melemahkan semangat apabila timbul rasa kekecewaan karena suatu kegagalan.
c.
Menghambat atau mengganggu
konsentrasi belajar apabila
individu dalam keadaan
gugup.
d.
Terganggu penyesuaian sosial apabila terjadi rasa cemburu dan iri hati.
E. PERKEMBANGAN
MORAL DAN AGAMA
A.
Makna Perkembangan Moral
Perkembangan sosial merupakan proses perkembangan
kepribadian siswa selaku seorang anggota masyarakat dalam berhubungan dengan
orang lain. Perkembangan ini berlangsung sejak masa bayi hingga akhir hayat.
Perkembangan merupakan suatu proses pembentukan social self (pribadi dalam
masyarakat), yakni pembentukan pribadi dalam keluarga, bangsa dan budaya.
Perkembangan sosial hampir dapat dipastikan merupakan perkembangan moral, sebab
perilaku moral pada umumnya merupakan unsur fundamental dalam bertingkah laku
sosial. Seorang siswa hanya akan berperilaku sosial tertentu secara memadahi
apabila menguasai pemikiran norma perilaku moral yang diperlukan untuk
menguasai pemikiran norma perilaku moral yang diperlukan.
Seperti dalam proses perkembangan yang lannya,
proses perkembangan sosial dan moral selalu berkaitan dengan proses belajar.
Konsekuensinya, kualitas hasil perkembangan sosial sangat bergantung pada
kualitas proses belajar (khususnya belajar sosial), baik dilingkungan sekolah,
keluarga, maupun di lingkungan masyarakat. Hal ini bermakna bahwa proses
belajar sangat menentukan kemampuan siswa dalam bersikap dan berperilaku sosial
yang selaras dengan norma moral, agama, moral tradisi, moral hukum, dan norma
moral yang berlaku dalam masyarakat.
Dalam dunia psikologi belajar terdapat aneka ragam mazhab (aliran pemikiran) yang berhubungan dengan perkembangan moral. Diantara ragam mazhab perkembangan sosial ini paling menonjol dan layak dijadikan rujukan adalah :
1. Aliran teori cognitive Psychology dengan tokoh utama Jean Piaget dan Lawrence Kohlberg.
2. Aliran teori Social Learning dengan tokoh utama Albert. Bandura dan R.H Walters.
Pada tokoh-tokoh psikologi tersebut telah banyak melakukan penelitia yang mana pada penelitiannya setiap tahapan perkembangan sosial anak selalu dihubungkan dengan perkembangan perilaku moral yaitu perilaku baik dan buruk menurut norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Salah satu teori perkembangan moral adalah teori menurut Kohlberg sebagai berikut :
Dalam dunia psikologi belajar terdapat aneka ragam mazhab (aliran pemikiran) yang berhubungan dengan perkembangan moral. Diantara ragam mazhab perkembangan sosial ini paling menonjol dan layak dijadikan rujukan adalah :
1. Aliran teori cognitive Psychology dengan tokoh utama Jean Piaget dan Lawrence Kohlberg.
2. Aliran teori Social Learning dengan tokoh utama Albert. Bandura dan R.H Walters.
Pada tokoh-tokoh psikologi tersebut telah banyak melakukan penelitia yang mana pada penelitiannya setiap tahapan perkembangan sosial anak selalu dihubungkan dengan perkembangan perilaku moral yaitu perilaku baik dan buruk menurut norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Salah satu teori perkembangan moral adalah teori menurut Kohlberg sebagai berikut :
|
Level of moral Though(tingkatan
kesadaran moral)
|
Stage of Moral development (Tahapan
perkembangan moral)
|
|
|
1.
Preconventional
Anak menyambut adanya nilai baik dan buruk hanya
karena sesuatu itu akan menyakitkan menyebangkan secara fisik atas kekuatan
kehebatan yang memeberikan nilai nilai
atau aturan aturan yang bersangkutan.
|
1.
The
punishment obedience orientation:
Anak berusaha menghindari hukuman, menaruh respect
karena melihat sifat yang member aturan yang bersangkutan
|
2.
The
instrumental relative orientation :
Sesuatu itu dipandang benar kalau dapat memuaskan
dirinya juga orang lain. Pragmatic morality, hubungan insan
Seperti jual beli, kau cubit aku , kucubit
|
|
Ii Convensional level :
Individu memandang apa yang diharapkan
family, kelompok atau bangsa. Setia
dan mendukung aturan social bukan sekedar konformitas, melaikan
berharga.
|
3.
The
intepersolnal concordance orientation:
Suatu perilaku dipandang baik kalu menyenangkan, dan
membantu orang lain. Kau akan disetujui/ diterima kala berbuat baik.
|
4.
Authoritary
and social order maintaining orientatin :
Perilaku yang benar ialah menuaikan tugas kewajiban.
Menghargai kewibaan dan mempertahankan peraturan yang berlaku
|
|
Postconvensional, or principle level :
Usaha yang dilakukan mendefensikan prinsip-prinsip moralitas yang tidak
terikat oleh orang pendukung/ pemegang/ penganutnya:universal
|
5.
The
soial contract leatistic orientation :
Pelaksanakan undang-udang dan hak-hak indidu diuji
secara kritis. Aturan yang diterima masyarakat penting . Prosedur penyusunan
ditekanka; rasional.
|
6.
The
universal ethcal principle orientational
Kebenaran didefenisikan atas kesesuaiannya dengan
kata hati, prinsip-perinsip etika yang logas dan komprehensif. Pengakuan atas
hak dan nilai-nilai asasi manusia dan indidu.
|
Sebagaimana
tingkatan; perkembangan moral dilihat adanya hubungan yang erat antara perkembangan moral dengan
intelektual. Elizabet Hurlock ( Nurihsan, 2007) menjelaskan bahwa antara yang
mempunyai IQ tinggi cendrung lebih matang dalam penilian moral daripada anak
yang tingkata kecerdasannya lebih rendah dan anak perempuan cendrung membentuk
penilain moral yang lebih matang daripada anak laki-laki.
Perkembangan
Agama
Perkembangan
agama menurut Fowler adalah sebagai berikut:
1. Tahap intuitive-projective faith
Berlangsung
antara usia 2-7 tahun. Pada tahap ini kepercayaan anak bersifat peniruan.
2. Tahap mythic-literal faith
Dimulai
dari usia 7-11 tahun. Pada tahap ini sesuai dengan perkembangan kognitifnya,
anak secara sistematis mulai mengambil makna dari tradisi masyarakat.
3. Tahap synthetic-conventional faith
Terjadi
pada usia 12- akhir masa remaja atau awal usia dewasa. Kepercayaan remaja pada
tahap ini ditandai dengan kesadaran tentang simbolisme dan memiliki lebih dari
satu cara untuk mengetahui kebenaran
4. Tahap individuative-reflective faith
Terjadi
pada usia 19 tahun atau masa dewasa awal. Mulai muncul sintesis kepercayaan dan
tanggung jawab individual terhadap kepercayaan tersebut.
5. Tahap conjunctive-faith
Dimulai
pada usia 30 tahun sampai masa dewasa akhir. Ditandai dengan perasaan
terintegrasi dengan simbol-simbol, ritual-ritual dan keyakinan agama.
Karakeristik Perkembangan Spiritualis Peserta Didik
a. Karakteristik perkembangan
spiritualitas anak usia sekolah
Tahap mythic-literal faith, yang dimulai
usia 7-11 tahun. Menurut Fowler dalam desmita (2009:281), berpendapat bahwa
tahap ini, sesuai dengan tahap perkembangan kognitifnya, anak mulai berfikir
secara logis dan mengatur dunia dengan katagori-katagori baru. Pada tahap ini
anak secara sistematis mulai mengambil makna dari tradisi masyarakatnya, dan
secara khusus menemukan koherensi serta makna pada bentuk-bentuk naratif.
Sebagai anak yang tengah berada dalam tahap pemikiran
operasional konkret, maka anak usia sekolah dasar akan memahami segala sesuatu
yang abstrak dengan interpretasi secara konkret. Hal ini juga berpengaruh
terhadap pemahaman mengenai konsep-konsep keagamaan. Dengan demikian,
gagasan-gagasan keagamaan yang bersifat abstrak yang tadinya dipahami secara
konkret, seperti tuhan itu satu,tuhan itu amat dekat, tuhan ada di mana-mana,
mulai dapat di pahami secara abstrak.
b. Karakteristik perkembangan
spiritualitas remaja
Dibandingkan
dengan masa awal anak-anak misalnya keyakinan agama remaja telah
mengalami perkembangan yang cukup berarti. Kalau pada awal masa anak-anak
ketika mereka baru memiliki kemampuan berfikir simbolik Tuhan dibayangkan
sebagai person yang berada di awan, maka pada masa remaja mereka mungkin
berusaha mencari sebuah konsep yang lebih mendalam tentang Tuhan dan
eksistensi. Perkembangan pemahaman terhadap keyakinan agama sangat dipengaruhi
oleh perkembangan kognitifnya.
Oleh
sebab itu, meskipun pada masa awal anak-anak ia telah diajarkan agama oleh
orang tua mereka, namun karena pada masa remaja mereka mengalami kemajuan dalam
perkembangan kognitifnya. Mungkin mereka mempertanyakan tentang kebenaran
keyakinan agama mereka sendiri. Menurut Muhammad Idrus dalam Desmita
(2009:283), pola kepercayaan yang dibangun remaja bersifat konvensional, sebab
secara kognitif, efektif dan sosial, remaja mulai menyesuaikan diri dengan
orang lain yang berarti baginya(significant others) dan dengan
mayoritas lainya.
Perkembangan Penghayatan Keagamaan. Sikap keagamaan bersifat reseptif disertai dengan
pengertian
a.
Pandangan dan paham ketuhanan
diperolehnya secara asional berdasarkan kaidah-kaidah logika yang berpedoman
pada indikator alam semesta sebagai manifestasi dari keagungan-Nya.
b. Penghayatan
secara rohaniah semakin mendalam, pelaksanaan kegiatan ritual diterima sebagai
keharusan moral.
c. Periode usia
sekolah dasar merupakan masa pembentukan nilai-nilai agama sebagai
kelanjutan periode sebelumnya.
Implikasi Perkembangan Moral dan
Spiritual terhadap Pendidikan
Untuk mengembangkan moral dan
spiritual, pendidikan sekolah formal yang di tuntut untuk membantu peserta
didik dalam mengembangkan moral dan spiritual mereka, sehingga mereka dapat
menjadi manusia yang moralis dan religious.Sejatinya pendidikan tidak boleh
menghasilkan manusia bermental benalu dalam masyarakat, yakni lulusan
pendidikan formal yang hanya menggantungkan hidup pada pekerjaan formal semata. Pendidikan selayaknya menanamkan
kemandirian, kerja keras dan kreatifitas yang dapat membekali manusianya agar
bisa survive dan berguna dalam masyarakat (Elmubarok,2008:30).
Strategi
yang mungkin dilakukan guru di sekolah dalam membantu perkembangan moral dan
spiritual peserta didik yaitu sebagai berikut :
a. Memberikan pendidikan moral dan keagamaan melalui kurikulum
tersembunyi, yakni menjadi sekolah sebagai atmosfer moral dan agama secara
keseluruhan.
b. Memberikan pendidikan moral secara
langsung, yakni pendidikan moral dengan pendidikan pada nilai dan juga sifat
selam jangka waktu tertentu atau menyatukan nilai-nilai dan sifat-sifat
tersebut ke dalam kurikulum.
c. Memberikan pendekatan moral melalui
pendekatan klarifikasi nilai, yaitu pendekatan pendidikan moral tidak langsung
yang berfokus pada upaya membantu siswa untuk memperoleh kejelasan mengenai
tujuan hidup mereka dan apa yang berharga untuk di cari.
d. Menjadikan wahana yang kondusif bagi
peserta didik untuk menghayati agamanya, tidak hanya sekedar bersifat teoritis,
tetapi penghayatan yang benar-benar dikontruksi dari pengalaman keberagamaan.
e. Membantu peserta didik mengembangkan
rasa ketuhanan melalui pendekatanspiritual paranting,seperti: Memupuk
hubungan sadar anak dengan tuhan melalui doa setiap hari.
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Peserta
didik diartikan sebagai anggota msyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya
melalui proses pendidikan pada jalur jejang dan jenis pendidikan tertentu. Perkembangan fisik yang normal merupakan salah satu
faktor penentu kelancaran proses belajar, baik dalam bidang pengetahuan maupun
keterampilan. Oleh karena itu, perkembangan motorik sangat menunjang
keberhasilan belajar peserta didik. Perkembangan
intelektual anak sangat tergantung pada berbagai faktor utama, antara lain
kesehatan gizi, kebugaran jasmani, pergaulan dan pembinaan orang tua. Kemampuan mengontrol emosi diperoleh anak melalui peniruan dan latihan
(pembiasaan). Dalam proses
peniruan, kemampuan orang tua dalam mengndalikan emosinya sangatlah berpengaruh
pada anak. Bahasa telah berkembang sejak anak berusia
4 - 5 bulan. Orang tua yang bijak selalu membimbing anaknya untuk belajar
berbicara mulai dari yang sederhana sampai anak memiliki keterampilan
berkomunikasi dengan mempergunakan bahasa. Moral pertamakali diperkenalkan oleh lingkungan keluarga, sekolah dan
lingkungan masyarakat. Moral itu dikenalkan kepada anak agar anak bisa
membedakan mana yang benar, mana yang salah dan bisa menentukan sikap anak
sehubungan dengan perkembangan sosial nilai dan sikap. Agama diperkenalkan kepada anak
agar, anak dalam bertidak dapat sesuai dengan ajaran agama.
B. SARAN
Dalam
kehidupan individu tentunya ada individu yang berkembang sesuai dengan aturan
atau hukum perkembanagn namun ada pula anak yang berkembang dan tumbuh dengan
lambat. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan individu sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan belajar individu peserta didik. Maka dari itu bagi orang
tua ataupun guru harus dapat mengetahui aspek-aspek perkembangan apa saja yang
mempengaruhi keberhasilan belajar individu peserta didik agar anak atau peserta
didik dapat tumbuh dan berkembang dengan baik dan memiliki prestasi belajar
yang memuaskan.
DAFTAR PUSTAKA
Taufik,
M. 2014. Psikologi Pendidikan & Bimpesdik. PGSD Press
Sumber
:
http://iskandarrmohammed.blogspot.co.id/2013/12/perkembangan-moral-dan-spiritual.html
No comments:
Post a Comment