Sunday, October 9, 2016

Makalah Teori dan Teknik Pembelajaran MTK



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Belajar dan pembelajaran merupakan dua hal berbeda yang saling berhubungan. Belajar merupakan upaya seseorang dalam memperoleh ilmu, sedangkan pembelajaran sendiri ialah proses dari belajar tersebut.
Pada masa kini, pembelajaran matematika mempunyai cara penyajian yang berbeda yaitu penyajian yang berdasarkan pada suatu teori psikologi belajar yang saat ini masih dikembangkan oleh para ahli pendidikan. Kemampuan memahami teori-teori belajar ini merupakan salah satu kompetensi pedagogik bagi seorang guru, sehingga guru mampu mengembangkan pembelajaran yang memuat tiga macam aktivitas, yaitu eksplorasi, klarifikasi, dan refleksi.
Seperti yang kita ketahui, sebenarnya banyak aliran psikologi serta konsep-konsep hasil pemikiran ahli pendidikan yang melandasi teori belajar. Namun, terdapat dua aliran yang memiliki arus berbeda mengenai teori belajar yaitu aliran Behaviorisme dan aliran Kognitif. Dua aliran ini memiliki dua pijakan berpikir yang sangat jelas perbedaannya. Aliran behaviorisme memandang belajar sebagai perubahan tingkah laku, sehingga belajar merupakan rangkaian aktivitas mengelola stimulus untuk mendapatkan respon yang diinginkan. Sedangkan aliran Kognitif memandang belajar sebagai perubahan struktur kognitif. Cara pandang tentang proses belajar tersebut tentunya akan mempengaruhi bagaimana cara seorang guru mengajar. Dari dua aliran teori belajar tersebut lahirlah pendekatan belajar, model pembelajaran, strategi pengajaran, teknik pembelajaran, hingga metodenya. Begitu pentingnya pengetahuan tentang teori belajar ini bagi guru, sehingga guru mampu merancang pembelajarannya sesuai dengan materi yang hendak dikembangkan, level pengetahuan siswa, dan teori belajar yang dirujuk. Oleh karena itu, dalam makalah ini kami akan membahas mengenai teori belajar matematika dan teknik pembelajaran matematika.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa itu definisi belajar?
2.      Bagaimana teori belajar matematika?
3.      Bagaimana teknik pembelajaran matematika?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Mengatahui definisi dari belajar.
2.      Mengetahui teori belajar matematika.
3.      Mengetahui seperti apa teknik pembelajaran matematika.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Teori Belajar
Teori belajar atau teori perkembangan mental menurut Ruseffendi (1988) adalah berisi uraian tentang apa yang terjadi dan apa yang diharapkan terjadi terhadap mental peserta didik. Sementara itu, pengertian tentang belajar itu sendiri berbeda-beda menurut teori belajar yang dianut seseorang. Menurut pandangan modern yang menganggap bahwa belajar merupakan kegiatan mental seseorang sehingga terjadi perubahan tingkah laku. Perubahan tersebut dapat dilihat ketika siswa memperlihatkan tingkah laku baru, yang berbeda dari tingkah laku sebelumnya. Selain itu, perubahan tingkah laku tersebut dapat dilihat ketika seseorang memberi respons yang baru pada situasi yang baru (Gledler, 1986). Hudoyo (1998) menyatakan bahwa belajar adalah kegiatan yang berlangsung dalam mental seseorang, sehingga terjadi perubahan tingkah laku, di mana perubahan tingkah laku tersebut bergantung kepada pengalaman seseorang.

B.     Teori Belajar Matematika
1.      Teori Belajar Jerome S. Bruner
Menurut S. Bruner belajar matematika adalah belajar mengenai konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat di dalam materi yang dipelajari, serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika itu. Bruner  membagi perkembangan intelektual anak dalam tiga kategori, yaitu enaktif, ikonik dan simbolik. Bruner mengemukakan 4 dalil yang penting dalam pembelajaran matematika.
·         Dalil Penyusunan; Konsep dalam matematika akan lebih bermakna jika siswa mempelajarinya melalui penyusunan representasi obyek yang dimaksud dan dilakukan secara langsung. Misalnya, jika seorang guru menjelaskan arti 7 (tujuh), maka seharusnya guru meminta siswa untuk menyajikan sebuah himpunan yang jumlah anggotanya tujuh.  Dari beberapa pandangan tentang dalil penyusunan Bruner, maka dapat disimpulkan bahwa siswa hendaknya belajar melalui partisipasi aktif dalam memahami konsep, prinsip, aturan dan teori. Hal ini dapat diperoleh melalui pengalaman dalam melakukan eksperimen atau percobaan yang memungkinkan siswa untuk memahami konsep, prinsip, aturan dan teori itu sendiri.
·         Dalil Notasi. Notasi memiliki peranan penting dalam penyajian konsep. Penggunaan notasi dalam menyatakan sebuah konsep tertentu harus disesuaikan dengan tahap perkembangan mental anak. Penyajiannya dilakukan dengan pendekatan spiral, dimana setiap ide-ide matematika disajikan secara sistematis dengan menggunakan notasi-notasi yang bertingkat.
·         Dalil Kekontrasan dan Keanekaragaman. Pengontrasan dan keanekaragaman sangat penting dalam melakukan pengubahan konsep difahami dengan mendalam, diperlukan contoh-contoh yang banyak, sehingga anak mampu mengetahui karakteristik konsep tersebut.
·         Dalil Pengaitan. Materi dalam pelajaran matematika dikenal dengan hirarki yang sangat ketat. Suatu topik akan menjadi sulit dipahami oleh siswa manakala belum menguasai materi prasarat yang dibutuhkan. Dengan kata lain bahwa kaitan antara satu konsep dengan konsep yang lain, satu dalil dengan dalil yang lain, satu topik dengan topik yang lain dan satu teori dengan teori yang lain sangat erat. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa siswa harus diberi kesempatan sebanyak-banyaknya dalam melihat atau mengkaji kaitan antara suatu topik dengan topik yang lain atau satu konsep dengan konsep yang lain, yang dipelajarinya.

2.      Teori Belajar Robert M. Gagne
Pandangan Gagne tentang belajar dikelompokkan menjadi 8 tipe. Kedelapan tipe tersebut adalah belajar dengan: (1) isyarat (signal), (2) stimulus respons, (3) rangkaian gerak (motor chaining), (4) rangkaian verbal (verbal chaining), (5) memperbedakan (discrimination learning), (6) pembentukan konsep (concept formation), (7) pembentukan aturan (principle formation) dan (8) pemecahan masalah (problem solving) (Ruseffendi, 1988).
Terdapat 2 di antara 8 tipe belajar yang dikemukakan oleh Gagne yang erat kaitannya dengan pendekatan pengajuan masalah matematika, yaitu: (1) rangkaian verbal (verbal chaining) dan (2) pemecahan masalah (problem solving).
·         Rangkaian verbal (verbal chaining). Rangkaian verbal dalam pembelajaran matematika dapat berarti mengemukakan pendapat yang berkaitan dengan konsep, simbol, definisi, aksioma, lemma atau teorema, dalil atau rumus. Sedangkan pengertian rangkaian verbal itu sendiri menurut Ruseffendi (1988) adalah perbuatan lisan terurut dari dua rangkaian kegiatan atau lebih stimulus respons. Dengan memperhatikan pengertian di atas, maka dapat dikatakan bahwa tipe belajar rangkaian verbal dapat mengantarkan siswa dalam mengaitkan antara skemata yang telah dimiliki siswa dengan unsur-unsur dalam matematika yang akan dipelajarinya.
·         Pemecahan Masalah (Problem solving). Pengajuan masalah merupakan langkah kelima setelah empat langkah Polya dalam pemecahan masalah matematika (Gonzales, 1996). Berkaitan dengan pandangan ini, Brown dan Walter (1993) menjelaskan bahwa dengan melihat tahap-tahap kegiatan antara pengajuan dan pemecahan masalah, maka pada dasarnya pembelajaran dengan pengajuan masalah matematika merupakan pengembangan dari pembelajaran dengan pemecahan masalah matematika. Dukungan lain mengenai keeratan hubungan antara kedua pendekatan yang dimaksud di atas adalah tuntutan kemampuan siswa untuk memahami masalah, merencanakan dan menjalankan strategi penyelesaian masalah. Ketiga langkah tersebut juga merupakan langkah-langkah dalam pembelajaran dengan pendekatan pengajuan masalah matematika (Silver et al., 1996). Selain itu, Cars (dalam Sutawidjaja, 1998) menegaskan bahwa untuk meningkatkan kemampuan siswa memecahkan masalah matematika, maka salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan jalan membiasakan siswa mengajukan masalah, soal, atau pertanyaan matematika sesuai dengan situasi yang diberikan oleh guru.
Menurut Gagne belajar matematika terdiri dari objek langsung dan objek tak langsung. objek tak langsung antara lain kemampuan menyelidiki, kemampuan memecahkan masalah, ketekunan, ketelitian, disiplin diri, bersikap positif terhadap matematika. Sedangkan objek tak langsung berupa fakta, keterampilan, konsep, dan prinsip.
·         Fakta adalah konvensi (kesepakatan) dalam  matematika seperti simbol-simbol matematika. Fakta bahwa 2 adalah simbol untuk kata ”dua”, simbol untuk operasi penjumlahan adalah ”+” dan sinus suatu nama yang diberikan untuk suatu fungsi trigonometri. Fakta dipelajari dengan cara menghafal, drill, latiahan, dan permainan.
·         Keterampilan (Skill) adalah suatu prosedur atau aturan untuk mendapatkan atau memperoleh suatu hasil tertentu. contohnya, keterampilan melakukan pembagian bilangan yang cukup besar, menjumlahkan pecahan dan perkalian pecahan desimal. Para siswa dinyatakan telah memperoleh keterampilan jika ia telah dapat menggunakan prosedur atau aturan yang ada dengan cepat dan tepat.keterampilan menunjukkan kemampuan memberikan jawaban dengan cepat dan tepat.
·         Konsep adalah ide abstrak yang memunkinkan seseorang untuk mengelompokkan suatu objek dan menerangkan apakah objek tersebut merupakan contoh atau bukan contoh dari ide abstrak tersebut. Contoh konsep himpunan, segitiga, kubus, lingkaran. siswa  dikatakan telah mempelajari suatu konsep jika ia telah dapat membedakan contoh dan bukan contoh. untuk sampai ke tingkat tersebut, siswa harus dapat menunjukkan atribut atau sifat-sifat khusus dari objek yang termasuk contoh dan yang bukan contoh.
·         Prinsip adalah pernyataan yang memuat hubungan antara dua konsep atau lebih. Prinsip merupakan yang paling abstrak dari objek matematika yang berupa sifat atau teorema.  Contohnya, teorema Pytagoras yaitu kuadrat hipotenusa pada segitiga siku-siku sama dengan jumlah kuadrat dari dua sisi yang lain. Untuk mengerti teorema Pytagoras harus mengetahui konsep segitiga siku-siku, sudut dan sisi. Seorang siswa dinyatakan telah memahami prinsip jika ia dapat mengingat aturan, rumus, atau teorema yang ada; dapat mengenal dan memahami konsep-konsep yang ada pada prinsip tersebut; serta dapat menggunakannya pada situasi yang tepat.
3.      Teori Belajar Skiner
Ia berpendapat bahwa dalam eksperimen Pavlov seharusnya setelah anjing diberi stimulus berupa bunyi bel, anjing tersebut seharusnya bisa mengambil makanan sendiri. Dalam matematika; untuk merangsang siswa mau belajar maka diberi “reward & funishment” dalam kegiatan tanya-jawab (stimulus-respon), kemudian diberi penguatan/reinforcement berupa penjelasan teoritis materi pelajaran yang ditanyakan tersebut (tanya-jawab) pada siswa.
4.      Teori Belajar Van Hiele
Dua tokoh pendidikan matematika dari Belanda, yaitu Pierre Van Hiele dan isterinya, Dian Van Hiele-Geldof, pada tahun-tahun 1957 sampai 1959 mengajukan suatu teori mengenai proses perkembangan yang dilalui siswa dalam mempelajari geometri. Tahapan berpikir atau tingkat kognitif yang dilalui siswa dalam pembelajaran geometri, menurut Van Hiele adalah sebagai berikut:
  • Level 0 – Tingkat Visualisasi
Tingkat ini disebut juga tingkat pengenalan. Pada tingkat ini, siswa memandang sesuatu bangun geometri sebagai suatu keseluruhan (wholistic). Pada tingkat ini siswa belum memperhatikan komponen-komponen dari masing-masing bangun. Dengan demikian, meskipun pada tingkat ini siswa sudah mengenal nama sesuatu bangun, siswa belum mengamati ciri-ciri dari bangun itu. Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa tahu suatu bangun bernama persegipanjang, tetapi ia belum menyadari ciri-ciri bangun persegipanjang tersebut. 
  • Level 1 Tingkat Analisis
Tingkat ini dikenal sebagai tingkat deskriptif. Pada tingkat ini siswa sudah mengenal bangun-bangun geometri berdasarkan ciri-ciri dari masing-masing bangun. Dengan kata lain, pada tingkat ini siswa sudah terbiasa menganalisis bagian-bagian yang ada pada suatu bangun dan mengamati sifat-sifat yang dimiliki oleh unsur-unsur tersebut
  • Level 2 Tingkat Abstraksi
Tingkat ini disebut juga tingkat pengurutan atau tingkat relasional. Pada tingkat ini, siswa sudah bisa memahami hubungan antar ciri yang satu dengan ciri yang lain pada sesuatu bangun. Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa sudah bisa mengatakan bahwa jika pada suatu segiempat sisi-sisi yang berhadapan sejajar, maka sisi-sisi yang berhadapan itu sama panjang. Di samping itu pada tingkat ini siswa sudahmemahami pelunya definisi untuk tiap-tiap bangun. Pada tahap ini, siswa juga sudah bisa memahami hubungan antara bangun yang satu dengan bangun yang lain. Misalnya pada tingkat ini siswa sudah bisa memahami bahwa setiap persegi adalah juga persegipanjang, karena persegi juga memiliki ciri-ciri persegipanjang.
  • Level 3 Tingkat Deduksi Formal
Pada tingkat ini siswa sudah memahami perenan pengertian-pengertian pangkal, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan terorema-teorema dalam geometri. Pada tingkat ini siswa sudah mulai mampu menyusun bukti-bukti secara formal. Ini berarti bahwa pada tingkat ini siswa sudah memahami proses berpikir yang bersifat deduktif-aksiomatis dan mampu menggunakan proses berpikir tersebut.
  • Level 4 Tingkat Rigor
Tingkat ini disebut juga tingkat metamatematis. Pada tingkat ini, siswa mampu melakukan penalaran secara formal tentang sistem-sistem matematika (termasuk sistem-sistem geometri), tanpa membutuhkan model-model yang konkret sebagai acuan. Pada tingkat ini, siswa memahami bahwa dimungkinkan adanya lebih dari satu geometri.
5.      Teori Belajar Z. P. Dienes
Dienes (dalam Ruseffendi, 1992) berpendapat bahwa pada dasarnya matematika dapat dianggap sebagai studi tentang struktur, memisah-misahkan hubungan-hubungan di antara struktur-struktur dan mengkategorikan hubungan-hubungan di antara struktur-struktur. Seperti halnya dengan Bruner, Dienes mengemukakan bahwa tiap-tiap konsep atau prinsip dalam matematika yang disajikan dalam bentuk yang konkret akan dapat dipahami dengan baik. Ini mengandung arti bahwa jika benda-benda atau objek-objek dalam bentuk permainan akan sangat berperan bila dimanipulasi dengan baik dalam pengajaran matematika.
Menurut Dienes, permainan matematika sangat penting sebab operasi matematika dalam permainan tersebut menunjukkan aturan secara kongkret dan lebih membimbing dan menajamkan pengertian matematika pada anak didik. Dapat dikatakan bahwa objek-objek kongkret dalam bentuk permainan mempunyai peranan sangat penting dalam pembelajaran matematika jika dimanipulasi dengan baik. Dienes membagi tahap-tahap belajar menjadi tahap, yaitu :
1)      Permainan Bebas (Free Play)
Dalam setiap tahap belajar, tahap yan paling awal dari pengembangan konsep bermula dari permainan bebas. Permainan bebas merupakan tahap belajar konsep yang aktifitasnya tidak berstruktur dan tidak diarahkan. Anak didik diberi kebebasan untuk mengatur benda. Selama permainan pengetahuan anak muncul. Dalam tahap ini anak mulai membentuk struktur mental dan struktur sikap dalam mempersiapkan diri untuk memahami konsep yang sedang dipelajari. Misalnya dengan diberi permainan block logic, anak didik mulai mempelajari konsep-konsep abstrak tentang warna, tebal tipisnya benda yang merupakan ciri/sifat dari benda yang dimanipulasi.
2)      Permainan yang Menggunakan Aturan (Games)
Dalam permainan yang disertai aturan siswa sudah mulai meneliti pola-pola dan keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu. Keteraturan ini mungkin terdapat dalam konsep tertentu tapi tidak terdapat dalam konsep yang lainnya. Menurut Dienes, untuk membuat konsep abstrak, anak didik memerlukan suatu kegiatan untuk mengumpulkan bermacam-macam pengalaman, dan kegiatan untuk yang tidak relevan dengan pengalaman itu. Contoh dengan permainan block logic, anak diberi kegiatan untuk membentuk kelompok bangun yang tipis, atau yang berwarna merah, kemudian membentuk kelompok benda berbentuk segitiga, atau yang tebal, dan sebagainya. Dalam membentuk kelompok bangun yang tipis, atau yang merah, timbul pengalaman terhadap konsep tipis dan merah, serta timbul penolakan terhadap bangun yang tipis (tebal), atau tidak merah (biru, hijau, kuning).
3)      Permainan Kesamaan Sifat (Searching for communalities)
Dalam mencari kesamaan sifat siswa mulai diarahkan dalam kegiatan menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Untuk melatih dalam mencari kesamaan sifat-sifat ini, guru perlu mengarahkan mereka dengan menstranslasikan kesamaan struktur dari bentuk permainan lain. Translasi ini tentu tidak boleh mengubah sifat-sifat abstrak yang ada dalam permainan semula. Contoh kegiatan yang diberikan dengan permainan block logic, anak dihadapkan pada kelompok persegi dan persegi panjang yang tebal, anak diminta mengidentifikasi sifat-sifat yang sama dari benda-benda dalam kelompok tersebut (anggota kelompok).
4)      Permainan Representasi (Representation)
Representasi adalah tahap pengambilan sifat dari beberapa situasi yang sejenis. Para siswa menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu. Setelah mereka berhasil menyimpulkan kesamaan sifat yang terdapat dalam situasi-situasi yang dihadapinya itu. Representasi yang diperoleh ini bersifat abstrak, Dengan demikian telah mengarah pada pengertian struktur matematika yang sifatnya abstrak yang terdapat dalam konsep yang sedang dipelajari.
5)      Permainan dengan Simbolisasi (Symbolization)
Simbolisasi termasuk tahap belajar konsep yang membutuhkan kemampuan merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep dengan menggunakan simbol matematika atau melalui perumusan verbal. Sebagai contoh, dari kegiatan mencari banyaknya diagonal dengan pendekatan induktif tersebut, kegiatan berikutnya menentukan rumus banyaknya diagonal suatu poligon yang digeneralisasikan dari pola yang didapat anak.
6)      Permainan dengan Formalisasi (Formalization)
Formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang terakhir. Dalam tahap ini siswa-siswa dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan sifat-sifat baru konsep tersebut, sebagai contoh siswa yang telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan teorema dalam arti membuktikan teorema tersebut. Contohnya, anak didik telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan suatu teorema berdasarkan aksioma, dalam arti membuktikan teorema tersebut Misalnya bilangan bulat dengan operasi penjumlahan peserta sifat-sifat tertutup, komutatif, asosiatif, adanya elemen identitas, an mempunyai elemen invers, membentuk sebuah sistem matematika.
6.      Teori Belajar W Brownell
Brownell mengemukakan bahwa belajar matematika merupakan belajar bermakna dan pengertian hal ini sesuai dengan teori Gestalt yang menyatakan bahwa latihan hafal atau drill sangat penting dalam kegiatan pembelajaran yang diterapkan setelah tertanamnya pengertian (Ruseffendi, 1993: 117).
Dengan demikian setiap konsep yang disajikan guru harus diberikan dengan pengertian artinya semua yang dipelajari siswa harus dipahami dahulu sebelum sampai hafalan atau latihan yang sifatnya mengasah otak atau melatih keterampilan. Misalnya : Dalam operasi hitung perkalian siswa diberikan pengertian lebih dahulu sehingga mereka paham terhadap arti perkalian dan sifat-sifatnya sebelum sampai pada latihan menghitung.
7.      Teori Belajar Thorndike
Menurut Thorndike dalam Ruseffendi (1993:117) menyatakan bahwa pada hakekatnya belajar merupakan proses pembentukan hubungan antara stimulus dan respon. Dalam hukum ini ada tiga hal yaitu hukum kesiapan,hukum latihan,dan hukum akibat.
8.      Teori Belajar Gestalt
Gestalt menyatakan bahwa penguasaan akan diperoleh apabila ada prasyarat dan latihan hafal atau drill yang diulang-ulang sehingga tidak mengherankan jika ada topic-topik di tata secara urut seperti perkalian bilangan cacah kurang dari sepuluh ( Rosseffendi,19993:115-116).
9.      Teori Belajar Konstruktivisme
Dalam teori belajar konstruktivisme, Hanbury (1996: 3) mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran matematika, yaitu
1)          Siswa mengkonstruksi pengetahuan matematika dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki,
2)          Matematika menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti,
3)          Strategi siswa lebih bernilai,
4)          Siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya.
Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, tytler (1996: 20) mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai berikut:
1)      Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri,
2)      Memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif,
3)      Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru,
4)      Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa,
5)      Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka,
6)      Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
            Dari beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi.
C.    Pengertian Teknik
Teknik adalah cara sistematis mengerjakan sesuatu  (KBBI,1995). Teknik merupan suatu kiat, siasat, atau penemuan yang digunakan menyelesaikan serta menyempurnakan suatu tujuan langsung. Teknik harus konsisten dengan metode. Oleh karena itu, teknik harus selaras dan serasi dengan pendekatan.
            Kemampuan pengajar sangat menentukan dalam memilih teknik mengajar yang akan digunakan agar  tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Bila pengajar mempunyai keterbatasan pengetahuan dan penguasaan tentang di siplin ilmu, tentu ia akan berkutat dengan teknik yang sama tanpa variasi. Dengan demikian pembelajaran akan terkesan monoton dan membosankan.
            Setiap teknik mempunyai kekurangan dan kelebihan. Pengajar perlu mengkaji teknik mengajar yang sesuai dan memilih startegi-strategi yang memberikan peluang paling banyak bagi peserta didik untuk terlibat secara aktif dalam proses pencapaian tujuan pembelajaran atau kompetensi tertentu.

D.    Teknik Penyajian Pelajaran
Teknik penyajian pelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang di pergunakan oleh pengajar atau instruktur. Pengertian lain ialah sebagai teknik penyajian yang dikuasai pengajar untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada peserta didik di dalam kelas agar pelajaran tersebut dapat di tangkap, di pahami, dan digunakan oleh peserta didik dengan baik.
Seorang pengajar harus mengetahui dan memahami teknik-teknik penyajian dan sifat-sifat yang khas pada setiap teknik penyajian agar mampu dan trampil menggunakannya sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
E.   Macam-macam Teknik Pembelajaran Matematika
Teknik Pembelajaran Matematika - Matematika adalah salah satu pelajaran yang selama ini dianggap sulit. Hal tersebut karena pelajaran yang termasuk dalam ilmu eksak ini bersifat abstrak sehingga perlu pemikiran yang lebih mendalam untuk dapat memahaminya. Karena itu seorang tenaga pendidik memerlukan teknik atau cara yang baik ketika menyampaikan materi pembelajaran matematika ini pada peserta didik.
Ada beberapa teknik atau cara yang efektif untuk digunakan pada pembelajaran matematika.

1.      Teknik pembelajaran langsung
Seorang tenaga pendidik haruslah menyadari bahwa materi pembelajaran yang mereka ajarkan bukanlah sesuatu yang konkret melainkan sebuah pelajaran yang abstrak yang menuntut banyak pemahaman bagi para peserta didik. Untuk itu maka pembelajaran pertama yang dapat diberikan adalah dengan teknik pembelajaran langsung. Dengan teknik ini maka diharapkan para peserta didik akan memiliki bekal dasar terhadap materi pembelajaran yang mereka terima.
2.      Teknik problem solving
Untuk memberikan pembelajaran matematika pada para peserta didiknya maka seorang tenaga pendidik dapat menggunakan teknik pembelajaran yang berorientasi pada problem solving atau pemecahan masalah. Di sini seorang tenaga pendidik dapat memberikan tugas kepada para peserta didiknya untuk memecahkan soal pembelajaran matematika yang diberikan tenaga pendidiknya.
3.      Teknik pembelajaran kooperatif
Ini merupakan sebuah teknik pembelajaran yang lebih menekankan pada kerjasama yang terjalin antar para peserta didik yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran matematika. Di sini seorang tenaga pendidik dapat membentuk kelompok-kelompok peserta didik yang mana setiap kelompok tersebut diberikan tugas untuk menyelesaikan persoalan matematika. Dengan cara ini sangat baik untuk meningkatkan pemahaman dan keaktifan yang dimiliki oleh para peserta didik dalam kegiatan pembelajaran matematika.
4.      Teknik pembelajaran kontekstual.
Teknik pembelajaran yang satu ini merupakan sebuah teknik atau cara pembelajaran yang berbasis pada konteks. Artinya seorang tenaga pendidik diharapkan agar menyampaikan atau memberikan pelajaran matematika yang sesuai dengan konteks yang dialami para peserta didik. Cara semacam ini akan membuat peserta didik akan lebih mudah menangkap materi pelajaran matematika yang disampaikan tenaga pendidiknya.

DAFTAR PUSTAKA
N.K, Dra.Roestiyah. 1998. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Maulana, Didit 2014 MAKALAH TEKNIK PEMBELAJARAN. http://diditsangpencerah.blogspot.co.id di akses pada tanggal 10 september 2016

Ina 2014 Teori Belajar Matematika https://himitsuqalbu.wordpress.com di akses pada tanggal 8 september 2016

No comments:

Post a Comment