BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar dan
pembelajaran merupakan dua hal berbeda yang saling berhubungan. Belajar
merupakan upaya seseorang dalam memperoleh ilmu, sedangkan pembelajaran sendiri
ialah proses dari belajar tersebut.
Pada
masa kini, pembelajaran matematika mempunyai cara penyajian yang berbeda yaitu penyajian
yang berdasarkan pada suatu teori psikologi belajar yang saat ini masih
dikembangkan oleh para ahli pendidikan. Kemampuan memahami teori-teori belajar
ini merupakan salah satu kompetensi pedagogik bagi seorang guru, sehingga guru
mampu mengembangkan pembelajaran yang memuat tiga macam aktivitas, yaitu
eksplorasi, klarifikasi, dan refleksi.
Seperti
yang kita ketahui, sebenarnya banyak aliran psikologi serta konsep-konsep hasil
pemikiran ahli pendidikan yang melandasi teori belajar. Namun, terdapat dua
aliran yang memiliki arus berbeda mengenai teori belajar yaitu aliran
Behaviorisme dan aliran Kognitif. Dua aliran ini memiliki dua pijakan berpikir
yang sangat jelas perbedaannya. Aliran behaviorisme memandang belajar sebagai
perubahan tingkah laku, sehingga belajar merupakan rangkaian aktivitas
mengelola stimulus untuk mendapatkan respon yang diinginkan. Sedangkan aliran Kognitif
memandang belajar sebagai perubahan struktur kognitif. Cara pandang tentang
proses belajar tersebut tentunya akan mempengaruhi bagaimana cara seorang guru
mengajar. Dari dua aliran teori belajar tersebut lahirlah pendekatan belajar,
model pembelajaran, strategi pengajaran, teknik pembelajaran, hingga metodenya.
Begitu pentingnya pengetahuan tentang teori belajar ini bagi guru, sehingga
guru mampu merancang pembelajarannya sesuai dengan materi yang hendak
dikembangkan, level pengetahuan siswa, dan teori belajar yang dirujuk. Oleh karena itu, dalam makalah ini
kami akan membahas mengenai teori belajar matematika dan teknik pembelajaran
matematika.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa itu definisi belajar?
2.
Bagaimana teori belajar matematika?
3.
Bagaimana teknik pembelajaran
matematika?
C. Tujuan Penulisan
1.
Mengatahui definisi dari belajar.
2.
Mengetahui teori belajar matematika.
3.
Mengetahui seperti apa teknik
pembelajaran matematika.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Teori Belajar
Teori belajar atau teori perkembangan mental menurut
Ruseffendi (1988) adalah berisi uraian tentang apa yang terjadi dan apa yang
diharapkan terjadi terhadap mental peserta didik. Sementara itu, pengertian
tentang belajar itu sendiri berbeda-beda menurut teori belajar yang dianut
seseorang. Menurut pandangan modern
yang menganggap bahwa belajar merupakan kegiatan mental seseorang
sehingga terjadi perubahan tingkah laku. Perubahan tersebut dapat dilihat
ketika siswa memperlihatkan tingkah laku baru, yang berbeda dari tingkah laku
sebelumnya. Selain itu, perubahan tingkah laku tersebut dapat dilihat ketika
seseorang memberi respons yang baru pada situasi yang baru (Gledler, 1986).
Hudoyo (1998) menyatakan bahwa belajar adalah kegiatan yang berlangsung dalam mental
seseorang, sehingga terjadi perubahan tingkah laku, di mana perubahan tingkah
laku tersebut bergantung kepada pengalaman seseorang.
B. Teori Belajar Matematika
1.
Teori Belajar Jerome S. Bruner
Menurut S. Bruner belajar matematika adalah belajar mengenai
konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat di dalam materi
yang dipelajari, serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan
struktur-struktur matematika itu. Bruner membagi perkembangan intelektual
anak dalam tiga kategori, yaitu enaktif, ikonik dan simbolik. Bruner
mengemukakan 4 dalil yang penting dalam pembelajaran matematika.
·
Dalil Penyusunan; Konsep dalam matematika akan lebih bermakna jika siswa
mempelajarinya melalui penyusunan representasi obyek yang dimaksud dan
dilakukan secara langsung. Misalnya, jika seorang guru menjelaskan arti 7
(tujuh), maka seharusnya guru meminta siswa untuk menyajikan sebuah himpunan
yang jumlah anggotanya tujuh. Dari beberapa pandangan tentang dalil
penyusunan Bruner, maka dapat disimpulkan bahwa siswa hendaknya belajar melalui
partisipasi aktif dalam memahami konsep, prinsip, aturan dan teori. Hal ini
dapat diperoleh melalui pengalaman dalam melakukan eksperimen atau percobaan
yang memungkinkan siswa untuk memahami konsep, prinsip, aturan dan teori itu
sendiri.
·
Dalil
Notasi. Notasi memiliki peranan penting dalam penyajian konsep. Penggunaan
notasi dalam menyatakan sebuah konsep tertentu harus disesuaikan dengan tahap
perkembangan mental anak. Penyajiannya dilakukan dengan pendekatan spiral,
dimana setiap ide-ide matematika disajikan secara sistematis dengan menggunakan
notasi-notasi yang bertingkat.
·
Dalil
Kekontrasan dan Keanekaragaman. Pengontrasan dan keanekaragaman sangat penting
dalam melakukan pengubahan konsep difahami dengan mendalam, diperlukan
contoh-contoh yang banyak, sehingga anak mampu mengetahui karakteristik konsep
tersebut.
·
Dalil Pengaitan. Materi dalam pelajaran matematika dikenal dengan hirarki
yang sangat ketat. Suatu topik akan menjadi sulit dipahami oleh siswa manakala
belum menguasai materi prasarat yang dibutuhkan. Dengan kata lain bahwa kaitan
antara satu konsep dengan konsep yang lain, satu dalil dengan dalil yang lain,
satu topik dengan topik yang lain dan satu teori dengan teori yang lain sangat
erat. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa siswa harus diberi kesempatan
sebanyak-banyaknya dalam melihat atau mengkaji kaitan antara suatu topik dengan
topik yang lain atau satu konsep dengan konsep yang lain, yang dipelajarinya.
2.
Teori Belajar Robert M. Gagne
Pandangan Gagne tentang belajar dikelompokkan menjadi 8
tipe. Kedelapan tipe tersebut adalah belajar dengan: (1) isyarat (signal), (2) stimulus respons, (3)
rangkaian gerak (motor chaining),
(4) rangkaian verbal (verbal chaining),
(5) memperbedakan (discrimination
learning), (6) pembentukan konsep (concept
formation), (7) pembentukan aturan (principle formation) dan (8) pemecahan masalah (problem solving) (Ruseffendi, 1988).
Terdapat 2 di antara 8 tipe belajar yang dikemukakan oleh
Gagne yang erat kaitannya dengan pendekatan pengajuan masalah matematika,
yaitu: (1) rangkaian verbal (verbal
chaining) dan (2) pemecahan masalah (problem solving).
·
Rangkaian verbal (verbal chaining). Rangkaian verbal dalam pembelajaran
matematika dapat berarti mengemukakan pendapat yang berkaitan dengan konsep,
simbol, definisi, aksioma, lemma atau teorema, dalil atau rumus. Sedangkan
pengertian rangkaian verbal itu sendiri menurut Ruseffendi (1988) adalah
perbuatan lisan terurut dari dua rangkaian kegiatan atau lebih stimulus
respons. Dengan memperhatikan pengertian di atas, maka dapat dikatakan bahwa
tipe belajar rangkaian verbal dapat mengantarkan siswa dalam mengaitkan antara
skemata yang telah dimiliki siswa dengan unsur-unsur dalam matematika yang akan
dipelajarinya.
·
Pemecahan Masalah (Problem solving). Pengajuan masalah merupakan langkah
kelima setelah empat langkah Polya dalam pemecahan masalah matematika
(Gonzales, 1996). Berkaitan dengan pandangan ini, Brown dan Walter (1993)
menjelaskan bahwa dengan melihat tahap-tahap kegiatan antara pengajuan dan
pemecahan masalah, maka pada dasarnya pembelajaran dengan pengajuan masalah matematika merupakan pengembangan dari pembelajaran dengan pemecahan masalah matematika.
Dukungan lain mengenai keeratan hubungan antara kedua pendekatan yang dimaksud
di atas adalah tuntutan kemampuan siswa untuk memahami masalah, merencanakan
dan menjalankan strategi penyelesaian masalah. Ketiga langkah tersebut juga
merupakan langkah-langkah dalam pembelajaran dengan pendekatan pengajuan
masalah matematika (Silver et al., 1996). Selain itu, Cars (dalam Sutawidjaja,
1998) menegaskan bahwa untuk meningkatkan kemampuan siswa memecahkan masalah
matematika, maka salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan jalan
membiasakan siswa mengajukan masalah, soal, atau pertanyaan matematika sesuai
dengan situasi yang diberikan oleh guru.
Menurut Gagne belajar matematika terdiri dari objek langsung
dan objek tak langsung. objek tak langsung antara lain kemampuan menyelidiki,
kemampuan memecahkan masalah, ketekunan, ketelitian, disiplin diri, bersikap
positif terhadap matematika. Sedangkan objek tak langsung berupa fakta,
keterampilan, konsep, dan prinsip.
·
Fakta
adalah konvensi (kesepakatan) dalam matematika seperti simbol-simbol
matematika. Fakta bahwa 2 adalah simbol untuk kata ”dua”, simbol untuk operasi
penjumlahan adalah ”+” dan sinus suatu nama yang diberikan untuk suatu fungsi
trigonometri. Fakta dipelajari dengan cara menghafal, drill, latiahan, dan
permainan.
·
Keterampilan
(Skill) adalah suatu prosedur
atau aturan untuk mendapatkan atau memperoleh suatu hasil tertentu. contohnya,
keterampilan melakukan pembagian bilangan yang cukup besar, menjumlahkan
pecahan dan perkalian pecahan desimal. Para siswa dinyatakan telah memperoleh
keterampilan jika ia telah dapat menggunakan prosedur atau aturan yang ada
dengan cepat dan tepat.keterampilan menunjukkan kemampuan memberikan jawaban
dengan cepat dan tepat.
·
Konsep
adalah ide abstrak yang memunkinkan seseorang untuk mengelompokkan suatu objek
dan menerangkan apakah objek tersebut merupakan contoh atau bukan contoh dari
ide abstrak tersebut. Contoh konsep himpunan, segitiga, kubus, lingkaran.
siswa dikatakan telah mempelajari suatu konsep jika ia telah dapat
membedakan contoh dan bukan contoh. untuk sampai ke tingkat tersebut, siswa
harus dapat menunjukkan atribut atau sifat-sifat khusus dari objek yang
termasuk contoh dan yang bukan contoh.
·
Prinsip
adalah pernyataan yang memuat hubungan antara dua konsep atau lebih. Prinsip
merupakan yang paling abstrak dari objek matematika yang berupa sifat atau
teorema. Contohnya, teorema Pytagoras yaitu kuadrat hipotenusa pada
segitiga siku-siku sama dengan jumlah kuadrat dari dua sisi yang lain. Untuk
mengerti teorema Pytagoras harus mengetahui konsep segitiga siku-siku, sudut
dan sisi. Seorang siswa dinyatakan telah memahami prinsip jika ia dapat
mengingat aturan, rumus, atau teorema yang ada; dapat mengenal dan memahami
konsep-konsep yang ada pada prinsip tersebut; serta dapat menggunakannya pada
situasi yang tepat.
3. Teori
Belajar Skiner
Ia berpendapat bahwa dalam eksperimen Pavlov seharusnya
setelah anjing diberi stimulus berupa bunyi bel, anjing tersebut seharusnya
bisa mengambil makanan sendiri. Dalam matematika; untuk merangsang siswa mau
belajar maka diberi “reward & funishment” dalam kegiatan tanya-jawab
(stimulus-respon), kemudian diberi penguatan/reinforcement berupa penjelasan
teoritis materi pelajaran yang ditanyakan tersebut (tanya-jawab) pada siswa.
4.
Teori Belajar Van Hiele
Dua tokoh pendidikan matematika dari Belanda, yaitu Pierre
Van Hiele dan isterinya, Dian Van Hiele-Geldof, pada tahun-tahun 1957 sampai
1959 mengajukan suatu teori mengenai proses perkembangan yang dilalui siswa
dalam mempelajari geometri. Tahapan
berpikir atau tingkat kognitif yang dilalui siswa dalam pembelajaran geometri,
menurut Van Hiele adalah sebagai berikut:
- Level 0 – Tingkat Visualisasi
Tingkat ini disebut juga tingkat pengenalan. Pada tingkat
ini, siswa memandang sesuatu bangun geometri sebagai suatu keseluruhan (wholistic). Pada tingkat ini siswa
belum memperhatikan komponen-komponen dari masing-masing bangun. Dengan
demikian, meskipun pada tingkat ini siswa sudah mengenal nama sesuatu bangun,
siswa belum mengamati ciri-ciri dari bangun itu. Sebagai contoh, pada tingkat
ini siswa tahu suatu bangun bernama persegipanjang, tetapi ia belum menyadari
ciri-ciri bangun persegipanjang tersebut.
- Level 1 Tingkat Analisis
Tingkat ini dikenal sebagai tingkat deskriptif. Pada tingkat
ini siswa sudah mengenal bangun-bangun geometri berdasarkan ciri-ciri dari
masing-masing bangun. Dengan kata lain, pada tingkat ini siswa sudah terbiasa
menganalisis bagian-bagian yang ada pada suatu bangun dan mengamati sifat-sifat
yang dimiliki oleh unsur-unsur tersebut
- Level 2 Tingkat Abstraksi
Tingkat ini disebut juga tingkat pengurutan atau tingkat
relasional. Pada tingkat ini, siswa sudah bisa memahami hubungan antar ciri
yang satu dengan ciri yang lain pada sesuatu bangun. Sebagai
contoh, pada tingkat ini siswa sudah bisa mengatakan bahwa jika pada suatu
segiempat sisi-sisi yang berhadapan sejajar, maka sisi-sisi yang berhadapan itu
sama panjang. Di samping itu pada tingkat ini siswa sudahmemahami pelunya
definisi untuk tiap-tiap bangun. Pada tahap ini, siswa juga sudah bisa memahami
hubungan antara bangun yang satu dengan bangun yang lain. Misalnya pada tingkat
ini siswa sudah bisa memahami bahwa setiap persegi adalah juga persegipanjang,
karena persegi juga memiliki ciri-ciri persegipanjang.
- Level 3 Tingkat Deduksi Formal
Pada tingkat ini siswa sudah memahami perenan
pengertian-pengertian pangkal, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan
terorema-teorema dalam geometri. Pada tingkat ini siswa sudah mulai mampu
menyusun bukti-bukti secara formal. Ini berarti bahwa pada tingkat ini siswa
sudah memahami proses berpikir yang bersifat deduktif-aksiomatis dan mampu
menggunakan proses berpikir tersebut.
- Level 4 Tingkat Rigor
Tingkat ini disebut juga tingkat metamatematis. Pada tingkat
ini, siswa mampu melakukan penalaran secara formal tentang sistem-sistem
matematika (termasuk sistem-sistem geometri), tanpa membutuhkan model-model
yang konkret sebagai acuan. Pada tingkat ini, siswa memahami bahwa dimungkinkan
adanya lebih dari satu geometri.
5.
Teori Belajar Z. P. Dienes
Dienes (dalam Ruseffendi, 1992) berpendapat bahwa pada
dasarnya matematika dapat dianggap sebagai studi tentang struktur,
memisah-misahkan hubungan-hubungan di antara struktur-struktur dan
mengkategorikan hubungan-hubungan di antara struktur-struktur. Seperti halnya
dengan Bruner, Dienes mengemukakan bahwa tiap-tiap konsep atau prinsip dalam
matematika yang disajikan dalam bentuk yang konkret akan dapat dipahami dengan
baik. Ini mengandung arti bahwa jika benda-benda atau objek-objek dalam bentuk
permainan akan sangat berperan bila dimanipulasi dengan baik dalam pengajaran
matematika.
Menurut Dienes, permainan matematika sangat penting sebab
operasi matematika dalam permainan tersebut menunjukkan aturan secara kongkret
dan lebih membimbing dan menajamkan pengertian matematika pada anak didik.
Dapat dikatakan bahwa objek-objek kongkret dalam bentuk permainan mempunyai
peranan sangat penting dalam pembelajaran matematika jika dimanipulasi dengan
baik. Dienes membagi tahap-tahap belajar menjadi tahap, yaitu :
1)
Permainan
Bebas (Free Play)
Dalam setiap tahap belajar, tahap yan paling awal dari
pengembangan konsep bermula dari permainan bebas. Permainan bebas merupakan
tahap belajar konsep yang aktifitasnya tidak berstruktur dan tidak diarahkan.
Anak didik diberi kebebasan untuk mengatur benda. Selama permainan pengetahuan
anak muncul. Dalam tahap ini anak mulai membentuk struktur mental dan struktur
sikap dalam mempersiapkan diri untuk memahami konsep yang sedang dipelajari.
Misalnya dengan diberi permainan block
logic, anak didik mulai mempelajari konsep-konsep abstrak tentang warna,
tebal tipisnya benda yang merupakan ciri/sifat dari benda yang dimanipulasi.
2)
Permainan
yang Menggunakan Aturan (Games)
Dalam permainan yang disertai aturan siswa sudah mulai
meneliti pola-pola dan keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu.
Keteraturan ini mungkin terdapat dalam konsep tertentu tapi tidak terdapat
dalam konsep yang lainnya. Menurut Dienes, untuk membuat konsep abstrak, anak
didik memerlukan suatu kegiatan untuk mengumpulkan bermacam-macam pengalaman,
dan kegiatan untuk yang tidak relevan dengan pengalaman itu. Contoh dengan
permainan block logic, anak
diberi kegiatan untuk membentuk kelompok bangun yang tipis, atau yang berwarna
merah, kemudian membentuk kelompok benda berbentuk segitiga, atau yang tebal,
dan sebagainya. Dalam membentuk kelompok bangun yang tipis, atau yang merah,
timbul pengalaman terhadap konsep tipis dan merah, serta timbul penolakan
terhadap bangun yang tipis (tebal), atau tidak merah (biru, hijau, kuning).
3)
Permainan
Kesamaan Sifat (Searching for
communalities)
Dalam mencari kesamaan sifat siswa mulai diarahkan dalam
kegiatan menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti.
Untuk melatih dalam mencari kesamaan sifat-sifat ini, guru perlu mengarahkan
mereka dengan menstranslasikan kesamaan struktur dari bentuk permainan lain.
Translasi ini tentu tidak boleh mengubah sifat-sifat abstrak yang ada dalam
permainan semula. Contoh kegiatan yang diberikan dengan permainan block logic, anak dihadapkan pada
kelompok persegi dan persegi panjang yang tebal, anak diminta mengidentifikasi
sifat-sifat yang sama dari benda-benda dalam kelompok tersebut (anggota
kelompok).
4)
Permainan
Representasi (Representation)
Representasi adalah tahap pengambilan sifat dari beberapa
situasi yang sejenis. Para siswa menentukan representasi dari konsep-konsep
tertentu. Setelah mereka berhasil menyimpulkan kesamaan sifat yang terdapat
dalam situasi-situasi yang dihadapinya itu. Representasi yang diperoleh ini
bersifat abstrak, Dengan demikian telah mengarah pada pengertian struktur
matematika yang sifatnya abstrak yang terdapat dalam konsep yang sedang
dipelajari.
5)
Permainan
dengan Simbolisasi (Symbolization)
Simbolisasi termasuk tahap belajar konsep yang membutuhkan
kemampuan merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep dengan menggunakan
simbol matematika atau melalui perumusan verbal. Sebagai contoh, dari kegiatan
mencari banyaknya diagonal dengan pendekatan induktif tersebut, kegiatan
berikutnya menentukan rumus banyaknya diagonal suatu poligon yang
digeneralisasikan dari pola yang didapat anak.
6)
Permainan
dengan Formalisasi (Formalization)
Formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang terakhir.
Dalam tahap ini siswa-siswa dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan
kemudian merumuskan sifat-sifat baru konsep tersebut, sebagai contoh siswa yang
telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus
mampu merumuskan teorema dalam arti membuktikan teorema tersebut. Contohnya,
anak didik telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti
aksioma, harus mampu merumuskan suatu teorema berdasarkan aksioma, dalam arti
membuktikan teorema tersebut Misalnya bilangan bulat dengan operasi penjumlahan
peserta sifat-sifat tertutup, komutatif, asosiatif, adanya elemen identitas, an
mempunyai elemen invers, membentuk sebuah sistem matematika.
6.
Teori
Belajar W Brownell
Brownell
mengemukakan bahwa belajar matematika merupakan belajar bermakna dan pengertian
hal ini sesuai dengan teori Gestalt yang menyatakan bahwa latihan hafal atau
drill sangat penting dalam kegiatan pembelajaran yang diterapkan setelah
tertanamnya pengertian (Ruseffendi, 1993: 117).
Dengan
demikian setiap konsep yang disajikan guru harus diberikan dengan pengertian
artinya semua yang dipelajari siswa harus dipahami dahulu sebelum sampai
hafalan atau latihan yang sifatnya mengasah otak atau melatih keterampilan.
Misalnya : Dalam operasi hitung perkalian siswa diberikan pengertian lebih dahulu
sehingga mereka paham terhadap arti perkalian dan sifat-sifatnya sebelum sampai
pada latihan menghitung.
7. Teori Belajar Thorndike
Menurut
Thorndike dalam Ruseffendi (1993:117) menyatakan bahwa pada hakekatnya belajar
merupakan proses pembentukan hubungan antara stimulus dan respon. Dalam hukum
ini ada tiga hal yaitu hukum kesiapan,hukum latihan,dan hukum akibat.
8.
Teori Belajar Gestalt
Gestalt
menyatakan bahwa penguasaan akan diperoleh apabila ada prasyarat dan latihan
hafal atau drill yang diulang-ulang sehingga tidak mengherankan jika ada
topic-topik di tata secara urut seperti perkalian bilangan cacah kurang dari
sepuluh ( Rosseffendi,19993:115-116).
9.
Teori Belajar Konstruktivisme
Dalam
teori belajar konstruktivisme, Hanbury (1996: 3) mengemukakan sejumlah aspek
dalam kaitannya dengan pembelajaran matematika, yaitu
1)
Siswa mengkonstruksi pengetahuan
matematika dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki,
2)
Matematika menjadi lebih bermakna
karena siswa mengerti,
3)
Strategi siswa lebih bernilai,
4)
Siswa mempunyai kesempatan untuk
berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya.
Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar
konstruktivisme, tytler (1996: 20) mengajukan beberapa saran yang berkaitan
dengan rancangan pembelajaran, sebagai berikut:
1)
Memberi kesempatan kepada siswa
untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri,
2)
Memberi kesempatan kepada siswa
untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan
imajinatif,
3)
Memberi kesempatan kepada siswa untuk
mencoba gagasan baru,
4)
Memberi pengalaman yang berhubungan
dengan gagasan yang telah dimiliki siswa,
5)
Mendorong siswa untuk memikirkan
perubahan gagasan mereka,
6)
Menciptakan lingkungan belajar yang
kondusif.
Dari beberapa pandangan di atas,
dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar
konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan
pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah
diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan
untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan
akomodasi.
C.
Pengertian
Teknik
Teknik
adalah cara sistematis mengerjakan sesuatu (KBBI,1995). Teknik merupan
suatu kiat, siasat, atau penemuan yang digunakan menyelesaikan serta
menyempurnakan suatu tujuan langsung. Teknik harus konsisten dengan metode.
Oleh karena itu, teknik harus selaras dan serasi dengan pendekatan.
Kemampuan pengajar sangat menentukan dalam memilih teknik mengajar yang akan
digunakan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Bila
pengajar mempunyai keterbatasan pengetahuan dan penguasaan tentang di siplin
ilmu, tentu ia akan berkutat dengan teknik yang sama tanpa variasi. Dengan
demikian pembelajaran akan terkesan monoton dan membosankan.
Setiap teknik mempunyai kekurangan dan kelebihan. Pengajar perlu mengkaji
teknik mengajar yang sesuai dan memilih startegi-strategi yang memberikan
peluang paling banyak bagi peserta didik untuk terlibat secara aktif dalam
proses pencapaian tujuan pembelajaran atau kompetensi tertentu.
D.
Teknik
Penyajian Pelajaran
Teknik
penyajian pelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang di
pergunakan oleh pengajar atau instruktur. Pengertian lain ialah sebagai teknik
penyajian yang dikuasai pengajar untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran
kepada peserta didik di dalam kelas agar pelajaran tersebut dapat di tangkap,
di pahami, dan digunakan oleh peserta didik dengan baik.
Seorang
pengajar harus mengetahui dan memahami teknik-teknik penyajian dan sifat-sifat
yang khas pada setiap teknik penyajian agar mampu dan trampil menggunakannya
sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
E.
Macam-macam
Teknik Pembelajaran Matematika
Teknik Pembelajaran Matematika - Matematika adalah
salah satu pelajaran yang selama ini dianggap sulit. Hal tersebut karena
pelajaran yang termasuk dalam ilmu eksak ini bersifat abstrak sehingga perlu
pemikiran yang lebih mendalam untuk dapat memahaminya. Karena itu seorang tenaga
pendidik memerlukan teknik atau cara yang baik ketika menyampaikan materi
pembelajaran matematika ini pada peserta didik.
Ada beberapa teknik atau cara yang efektif untuk
digunakan pada pembelajaran matematika.
1. Teknik pembelajaran langsung
Seorang tenaga pendidik haruslah menyadari bahwa
materi pembelajaran yang mereka ajarkan bukanlah sesuatu yang konkret melainkan
sebuah pelajaran yang abstrak yang menuntut banyak pemahaman bagi para peserta
didik. Untuk itu maka pembelajaran pertama yang dapat diberikan adalah dengan
teknik pembelajaran langsung. Dengan teknik ini maka diharapkan para peserta
didik akan memiliki bekal dasar terhadap materi pembelajaran yang mereka
terima.
2. Teknik problem solving
Untuk memberikan pembelajaran matematika pada para
peserta didiknya maka seorang tenaga pendidik dapat menggunakan teknik
pembelajaran yang berorientasi pada problem solving atau pemecahan masalah. Di
sini seorang tenaga pendidik dapat memberikan tugas kepada para peserta
didiknya untuk memecahkan soal pembelajaran matematika yang diberikan tenaga
pendidiknya.
3. Teknik pembelajaran kooperatif
Ini merupakan sebuah teknik pembelajaran yang lebih
menekankan pada kerjasama yang terjalin antar para peserta didik yang terlibat
dalam kegiatan pembelajaran matematika. Di sini seorang tenaga pendidik dapat
membentuk kelompok-kelompok peserta didik yang mana setiap kelompok tersebut
diberikan tugas untuk menyelesaikan persoalan matematika. Dengan cara ini
sangat baik untuk meningkatkan pemahaman dan keaktifan yang dimiliki oleh para
peserta didik dalam kegiatan pembelajaran matematika.
4. Teknik pembelajaran kontekstual.
Teknik pembelajaran yang satu ini merupakan sebuah
teknik atau cara pembelajaran yang berbasis pada konteks. Artinya seorang
tenaga pendidik diharapkan agar menyampaikan atau memberikan pelajaran
matematika yang sesuai dengan konteks yang dialami para peserta didik. Cara
semacam ini akan membuat peserta didik akan lebih mudah menangkap materi
pelajaran matematika yang disampaikan tenaga pendidiknya.
DAFTAR PUSTAKA
N.K, Dra.Roestiyah. 1998. Strategi Belajar
Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
No comments:
Post a Comment