BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Setiap
aspek kehidupan selalu berkaitan dengan masalah belajar. Belajar tidak sekedar
menguasai sekumpulan kemampuan baru atau hal-hal yang berkaitan dengan akademik
saja, tetapi belajar juga melibatkan perkembangan emosional, interaksi sosial,
dan bahkan perkembangan kepribadian. Proses belajar yang dialami setiap orang
berbeda-beda. Kemuadian, teori belajar selalu bertolak dari sudut pandang
psikologi belajar tertentu. Dengan berkembangnya psikologi dalam pendidikan,
maka bermunculan pula berbagai teori tentang belajar dan tumbuhnyapengetahuan
tentang belajar, maka psikologi dalam pendidikan menjadi berkembang secara
pesat. Didalam masa perkembangan psikologi di zaman yang mutakhir ini muncullah
secara beruntun aliran psikogi pendidikan, salah satunya adalah psikologi
kognitif.
Teori
belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu
sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respom,
lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Belajar
adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak
selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati untuk lebih jelasnya
akan dipaparkan dalam makalah ini.
1.2
Rumusan
Masalah
Dalam
makalah ini rumusan masalah yang akan dipaparkan adalah sebagai berikut:
1.
Apa pengertian pembelajaran
kognitif?
2.
Bagaimana awal
pertumbuhan teori pembelajaran kognitif ?
3.
Apa saja tahap-tahap
pembelajaran kognitif?
4.
Apa hasil
belajar dari teori belajar kognitif ?
1.3
Tujuan
Penelitian
Dalam
makalah ini, tujuan penulisan yang akan dipaparkan adalah sebagai berikut:
1.
Mengetahui pengertian pembelajaran
kognitif.
2.
Mengetahui awal
pertumbuhan pembelajaran kognitif.
3.
Mengetahui tahap-tahap
pembelajaran kognitif.
4.
Mengetahui apa saja hasil belajar dari teori belajar kognitif.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Teori Pembelajaran Kognitif
Istilah
“cognitive” berasal dari kata kognition artinya adalah pengertian, mengerti.
Pengertian yang luas cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan
penggunaan pengetahuan. Dalam perkembangan selanjutnya, kemudian istilah
kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia atau
satu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku
mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan,
menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan maslah, pertimbangan,
membayangkan, memperkirakan, berfikir dan keyakinan.
Belajar
kognitif adalah belajar dengan tujuan membangun struktur kognitif siswa.
Belajar kognitif
terkait dengan pemrosesan informasi dalam benak siswa. Informasi yang diproses
oleh otak pembelajaran berupa pengetahuan yang dapat berupa konsep, prosedur
dan prinsip-prinsip. Teori belajar kognitif berbeda dengan teori belajar
behavioristik, teori belajar kognitif ini lebih mementingkan proses belajar
dari hasil belajarnya. Model belajar
kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai model
perseptual. Model belajar kognitif mengatakan bahwa tingkah laku seseorang
ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan
dengan tujuan belajarnya.
Teori
kognitif juga menekankan bahwa
bagian-bagian dari situasi saling berhubungan dengan seluruh konteks tersebut. Memisah-misahkan atau membagi
bagi situasi atau materi pelajaran menjadi komponen kompenen yang kecil kecil
dan mempelajari secara terpisah pisah akan kehilangan makna.
Teori
belajar menurut Piaget,
perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik yaitu suatu proses yang
didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf. dengan makin
bertambahnya umur seseorang makin komplekslah susunan syaraf dan makin
meningkat pula kemampuannya.
2.2 Awal Pertumbuhan Teori-Teori Belajar Kognitif
Psikologi kognitif
mulai berkembang dengan lahirnya teori belajar gestalt. Peletak dasar psikologi
Gestalt adalah Mex Wertheimer yang meneliti tentang pengamatan dan problem
solving. Sumbangannya ini diikuti oleh Kurt Koffa yang menguraikan secara
terperinci tentang hukum-hukum pengamatan. Kemudian Wolfgang Kohler yang
meneliti tentang insight simpanse. Penelitian-penelitian mereka menumbuhkan
psikologi Gestalt yang menekankan bahasan pada masalah konfigurasi, struktur
dan pemetaan dalam pengalaman. Kaum Gestaltis berpendapat, bahwa pengalaman itu
berstruktur yang terbentuk dalam suatu keseluruhan. Orang yang belajar,
mengamati stimuli dalam keseluruhan yang terorganisasi, bukan bagian-bagian
yang terpisah.
Suatu
konsep yang penting dalam psikologi Gestalt adalah tentang “insight”, yaitu
pengamatan/pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan antar bagian-bagian di dalam
suatu situasi permasalahan. Insight itu sering dihubungkan dengan pernyataan
spontan “aha” atau “oh, see-now”.
Kohler (1927)
menemukan tumbuhnya insight pada seekor simpanse dengan menghadapkan simpanse
pada masalah bagaimana memperoleh pisang yang terletak diluar kurungan atau
tergantung diatas kurungan. Dalam eksperimen itu kohler mengamati bahwa
simpanse dapat memecahkan masalah secara mendadak, kadangkala gagal meraih pisang,
kadangkala gagal meraih pisang, kadangkala duduk merenungkan masalah, dan
kemudian secara tiba-tiba menemukan pemecahan masalah.
Wertheimer
menjadi orang yang-mula menghubungkan pekerjaannya dengan proses belajar dio
kelas. Dari pengamatannya itu ia menyesalkan penggunaan metode menghafal di
sekolah dan menghendaki agar murid belajar dengan pengertian, bukan hafalan
akademis.
Menurut
pandangan Gestaltis, semua kegiatan
belajar (baik pada simpanse maupun pada manusia) menggunakan insight atau
pemahaman terhadap hubungan-hubungan, terutama hubungan antara bagian dan
keseluruhan. Menurut psikologi gestalt, tingkat kejelasan atau keberartian dari
apa yang di amati dalam belajar adalah lebih meningkatkan belajar seseorang
dari pada hukuman dan ganjaran.
2.3 Tahap Belajar
Kognitif
Menurut
Charles M. Reigeluth (1989) membagi tahap-tahap belajar kognitif menjadi tahap
pengingatan (memorisasi), tahap pemahaman dan tahap penerapan.
Belajar
pada tahap memorisasi disebut juga belajar menghafal. Dalam tahap ini pembelajar
melakukan pengkodean, pemberi nama atau memberikan istilah terhadap fakta-fakta
atau informasi dengan membuat asosiasi antara stimulus dengan respon, misalnya
nama, tanggal, kejadian, tempat atau simbol.
Belajar
pada tahap pemahaman adalah belajar bermakna. Dalam tahap ini pembelajar
mengaitkan pembahasan yang baru dengan pengetahuan terdahulu yang relevan.
Misalnya pemahaman mengapa terjadi perang Diponegoro, tidak sekedar menghafal
kapan terjadi perang tersebut. Perilaku di contohkan dengan kemampuan siswa
dalam membandingkan dan mempertentangkan, membuat analogi, membuat
inferensi/simpulan, melakukan elaborasi, dan lain-lain.
Belajar
pada tahap penerapan terkait dengan kemampuan siswa dalam membuat generalisasi
pengetahuan ke dalam situasi yang baru, atau telah terjadi transfer pengetahuan
dalam belajar. Pembelajaran telah mampu mengidentifikasi
secara kritis hal-hal yang telah diketahuinya dalam situasi yang berbeda,
melakukan prediksi tentang sesuatu, misalnya prediksi terhadap akibat kenaikan
harga barang-barang. Dalam pengembangan teori pembelajaran, belajar pada tahap
penerapan ini banyak menjadi perhatian dari para pakar pendidikan.
2.4 Hasil
Belajar dan Kemungkinan Pengukurannya
Definisi belajar dipahami sebagai suatu proses
perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan paraktik atau pengalaman
tertentu. Dengan definisi ini, maka hasil dari belajar itu sendiri adalah
adanya perubahan yang terjadi pada diri individu yang sedang belajar.
Bloom dalam taksonominya membagi hasil belajar
dalam ranah yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Tetapi, disini hanya
akan membahas ranah kognitif saja, dimana ranah kognitif sangat terkait dengan
kemampuan berpikir atau intelektual atau kemampuan memecahkan masalah.
Setiap ranah yang dikemukakan oleh Bloom
itu memiliki tingkatan-tingkatan dan memiliki indicator yang jelas.
No.
|
Jenis
Hasil Belajar
|
Indikator-Indikator
|
Cara
Pengukurannya
|
1.
|
Pengamatan/Perseptual
|
Dapat
Menunjukkan/
Membandingkan/
Menghubungkan
|
Tugas/Tes/Observasi
|
2.
|
Hafalan/Ingatan
|
Dapat
Menyebutkan/Menunjukkan Lagi
|
Tes/Tugas/Pertanyaan
|
3.
|
Pengertian/Pemahaman
|
Dapat
Menjelaskan/Mendefinisikan Dengan Kata-Kata Sendiri
|
Pertanyaan/Persoalan/
Tes/Tugas
|
4.
|
Aplikasi/Penggunaan
|
Dapat
Memberikan Contoh/Menggunakan Dengan Tepat/Memecahan Masalah
|
Tugas/Persoalan/
Tes/Tugas
|
5.
|
Analisis
|
Dapat
Menguraikan/Mengklasifikasikan
|
Tugas/Persoalan/Tes
|
6.
|
Sintesis
|
Dapat
Menghubungkan/Menyimpulkan
|
Tugas/Persoalan/Tes
|
7.
|
Evaluasi
|
Dapat
Menginterpretasikan/Memberikan Kritik/Memberikan Pertimbangan/Penilaian
|
Tugas/Persoalan/Tes
|
Menurut
Piaget bahwa perkembangan kognitif
individu meliputi 4 tahap, yaitu :
1.
Sensor motorik :
perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 0-2 tahun. Tahap ini
diidentikkan dengan kegaiatan motorik dan persepsi yang masih sederhana.
2.
Pra operasional
: Perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 2-7 tahun. Tahap ini
diidentikkan dengan mulai digunakannya symbol atau bahasa tanda, dan telah
dapat memperoleh pengetahuan berdasarakan pada kesan yang agak abstrak.
3.
Operasional
konkret : Yang terjadi pada usia 7-11 tahun. Tahap ini dicirkan dengan anak
sudah mulai menggunakkan aturan-aturan yang jelas dan logis. Anak sudah tidak
memusatkan diri pada karakteristik perceptual pasif.
4.
Operasional
formal : Perkembangan ranah kognitif pada usia 11-15 tahun. Cirri pokok tahap
yang terakhir ini adalah anakn sduah mampu berpikir abstrak dan logis dengan
menggunakkan pola piker “kemungkinan”.
2.5 Aplikasi
Teori Kognitif dalam Kegiatan Pembelajaran
Hakekat belajar menurut teori kognitif dijelaskan
sebagi suatu aktivitas belajar yang berkaitan dengan penataan informasi,
reorganisasi perceptual, dan proses internal. Kegiatan pembelajaran yang berpihak
pada teori belajar kognitif ini sudah banyak digunakan. Dalam menemukan tujuan
pembelajaran, mengembangkan strategi, tidak lagi mekanistik. Kebebasan dan
keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar amat diperhitungkan, agar
belajar lebih bermakna bagi siswa. Sedangkan kegiatan pembelajarannya mengikuti
prinsip sebagai berikut :
1.
Siswa bukan
sebagai orang dewasa yang mudah dalam
proses berfikirnya. Mereka mengalami perkembangan kognitif melalui tahap-tahap
tertentu.
2.
Anak usia
pra-sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar dengan baik terutama jika
mendengarkan benda-benda kongkrit.
3.
Keterlibatan
siswa secara aktif dalam belajar amat dipentingkan, karena hanya dengan
mengaktifkan siswa maka proses asimilasi dan akomodasi pengethauan dan
pengalaman dapat terjadi dengan baik.
4.
Untuk menarik
minat dan meningkatkan retensi perlu mengkaitkan pengalaman atau informasi baru
dengan struktur kognitif yang telah memiliki si belajar.
5.
Pemahaman dan
retensi akan mengningkat jika materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola
atau logika tertentu.
Proses belajar lebih ditentukan oleh karena cara kita
mengatur materi pelajaran bukan ditentukan oleh umur siswa. Proses belajar
siswa melalui tahap-tahap berikut :
1.
Enaktif
(aktivitas)
2.
Ekonik (visual
herbal)
3.
Simbolik.
Secara teori kognitivisme lebih mengarah pada
bagaimana memahami struktur kognitif siswa. Dengan memahami struktur kognitif
siswa, maka dengan tepat pelajarannya. Contoh: Bahasa Arab disesuaikan sejauh
mana kemampuan siswanya. Selain itu, juga model penyusunan materi pelajaran
bahasa Arab hendaknya disusun berdasarkan pola atau logika tertentu agar lebih
nudah dipahami. Penyusunan materi pelajaran bahasa Arab dibuat bertahap mulai
dari yang paling sederhana ke kompleks. Hendaknya dalam proses pembelajaran sebisa
mungkin tidak hanya terfokus pada hafalan, tetapi juga memahami apa yang sedang
dipelajari, dengan demikian jauh akan lebih baik dari sekadar menghafal
kosakata.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Belajar adalah materi yang diasimilasikan dan
dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dipunyai sebelumnya. Belajar juga
merupakan suatu proses dimana peserta didik dapat menghubungkan informasi baru
dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya dan agar pembelajaran bermakna,
diperlukan 2 hal yakni: pilihan materi yang bermakna sesuai tingkat pemahaman
dan pengetahuan yang dimiliki siswa dan situasi belajar yang bermakna yang
dipengaruhi oleh motivasi. Dengan demikian, kunci keberhasilan belajar terletak
pada kebermaknaan bahan ajar yang diterima atau yang dipelajari oleh siswa.
3.2 Saran
Belajar
tidak sekedar menguasai sekumpulan kemampuan baru atau hal-hal yang berkaitan
dengan akademik saja, tetapi belajar juga melibatkan perkembangan emosional,
interaksi sosial, dan bahkan perkembangan kepribadian. Maka, diharapkan Indonesia mempertahankan pendidikan
berbasis yang sudah baik dan benar, lalu terus memperbaiki yang kurang,
sehingga lebih memajukan pendidikan di negara ini. Dengan ini, kita dapat
membentuk generasi penerus bangsa yang cemerlang. Karena, salah satu tombak
kemajuan negara adalah pendidikan.
Daftar
Pustaka
Wasty
Sumanto. 2012. Psikologi
Pendidikan. Jakarta :
PT. Asdy Mahasatya.
Suyono.
2013. Belajar dan Pembelajaran.
Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Yudhawati, Ratna. 2011. Teori-Teori Dasar Psikologi
Pendidikan. Jakarta : PT. Prestasi Pustakaraya.
Taufik, M. 2014. Psikologi Pendidikan dan Bimpesdik.
Depok : PGSD Press.
Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono. 2008. Psikologi
Belajar. Jakarta : Rineka Cipta.
Asri Budiningsih. 2005. Belajar dan Pembelajaran.
Jakarta : Rineka Cipta.
No comments:
Post a Comment