Tuesday, October 4, 2016

Makalah Teori Belajar Kognitif



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Setiap aspek kehidupan selalu berkaitan dengan masalah belajar. Belajar tidak sekedar menguasai sekumpulan kemampuan baru atau hal-hal yang berkaitan dengan akademik saja, tetapi belajar juga melibatkan perkembangan emosional, interaksi sosial, dan bahkan perkembangan kepribadian. Proses belajar yang dialami setiap orang berbeda-beda. Kemuadian, teori belajar selalu bertolak dari sudut pandang psikologi belajar tertentu. Dengan berkembangnya psikologi dalam pendidikan, maka bermunculan pula berbagai teori tentang belajar dan tumbuhnyapengetahuan tentang belajar, maka psikologi dalam pendidikan menjadi berkembang secara pesat. Didalam masa perkembangan psikologi di zaman yang mutakhir ini muncullah secara beruntun aliran psikogi pendidikan, salah satunya adalah psikologi kognitif.
Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respom, lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati untuk lebih jelasnya akan dipaparkan dalam makalah ini.
1.2  Rumusan Masalah
Dalam makalah ini rumusan masalah yang akan dipaparkan adalah sebagai berikut:
1.      Apa pengertian pembelajaran kognitif?
2.      Bagaimana awal pertumbuhan teori pembelajaran kognitif ?
3.      Apa saja tahap-tahap pembelajaran kognitif?
4.      Apa hasil belajar dari teori belajar kognitif ?

1.3  Tujuan Penelitian
Dalam makalah ini, tujuan penulisan yang akan dipaparkan adalah sebagai berikut:
1.      Mengetahui pengertian pembelajaran kognitif.
2.      Mengetahui awal pertumbuhan pembelajaran kognitif.
3.      Mengetahui tahap-tahap pembelajaran kognitif.
4.      Mengetahui apa saja hasil belajar dari teori belajar kognitif.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Teori Pembelajaran Kognitif
Istilah “cognitive” berasal dari kata kognition artinya adalah pengertian, mengerti. Pengertian yang luas cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan. Dalam perkembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia atau satu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan maslah, pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berfikir dan keyakinan.
Belajar kognitif adalah belajar dengan tujuan membangun struktur kognitif siswa. Belajar kognitif terkait dengan pemrosesan informasi dalam benak siswa. Informasi yang diproses oleh otak pembelajaran berupa pengetahuan yang dapat berupa konsep, prosedur dan prinsip-prinsip. Teori belajar kognitif berbeda dengan teori belajar behavioristik, teori belajar kognitif ini lebih mementingkan proses belajar dari hasil belajarnya. Model belajar kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai model perseptual. Model belajar kognitif mengatakan bahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya.
Teori kognitif  juga menekankan bahwa bagian-bagian dari situasi saling berhubungan dengan seluruh konteks tersebut. Memisah-misahkan atau membagi bagi situasi atau materi pelajaran menjadi komponen kompenen yang kecil kecil dan mempelajari secara terpisah pisah akan kehilangan makna.
Teori belajar menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf. dengan makin bertambahnya umur seseorang makin komplekslah susunan syaraf dan makin meningkat pula kemampuannya.


2.2 Awal Pertumbuhan Teori-Teori Belajar Kognitif
            Psikologi kognitif mulai berkembang dengan lahirnya teori belajar gestalt. Peletak dasar psikologi Gestalt adalah Mex Wertheimer yang meneliti tentang pengamatan dan problem solving. Sumbangannya ini diikuti oleh Kurt Koffa yang menguraikan secara terperinci tentang hukum-hukum pengamatan. Kemudian Wolfgang Kohler yang meneliti tentang insight simpanse. Penelitian-penelitian mereka menumbuhkan psikologi Gestalt yang menekankan bahasan pada masalah konfigurasi, struktur dan pemetaan dalam pengalaman. Kaum Gestaltis berpendapat, bahwa pengalaman itu berstruktur yang terbentuk dalam suatu keseluruhan. Orang yang belajar, mengamati stimuli dalam keseluruhan yang terorganisasi, bukan bagian-bagian yang terpisah.
Suatu konsep yang penting dalam psikologi Gestalt adalah tentang “insight”, yaitu pengamatan/pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan antar bagian-bagian di dalam suatu situasi permasalahan. Insight itu sering dihubungkan dengan pernyataan spontan “aha” atau “oh, see-now”.
Kohler (1927) menemukan tumbuhnya insight pada seekor simpanse dengan menghadapkan simpanse pada masalah bagaimana memperoleh pisang yang terletak diluar kurungan atau tergantung diatas kurungan. Dalam eksperimen itu kohler mengamati bahwa simpanse dapat memecahkan masalah secara mendadak, kadangkala gagal meraih pisang, kadangkala gagal meraih pisang, kadangkala duduk merenungkan masalah, dan kemudian secara tiba-tiba menemukan pemecahan masalah.
Wertheimer menjadi orang yang-mula menghubungkan pekerjaannya dengan proses belajar dio kelas. Dari pengamatannya itu ia menyesalkan penggunaan metode menghafal di sekolah dan menghendaki agar murid belajar dengan pengertian, bukan hafalan akademis.
Menurut pandangan Gestaltis, semua kegiatan belajar (baik pada simpanse maupun pada manusia) menggunakan insight atau pemahaman terhadap hubungan-hubungan, terutama hubungan antara bagian dan keseluruhan. Menurut psikologi gestalt, tingkat kejelasan atau keberartian dari apa yang di amati dalam belajar adalah lebih meningkatkan belajar seseorang dari pada hukuman dan ganjaran.


2.3 Tahap Belajar Kognitif
Menurut Charles M. Reigeluth (1989) membagi tahap-tahap belajar kognitif menjadi tahap pengingatan (memorisasi), tahap pemahaman dan tahap penerapan.
Belajar pada tahap memorisasi disebut juga belajar menghafal. Dalam tahap ini pembelajar melakukan pengkodean, pemberi nama atau memberikan istilah terhadap fakta-fakta atau informasi dengan membuat asosiasi antara stimulus dengan respon, misalnya nama, tanggal, kejadian, tempat atau simbol.
Belajar pada tahap pemahaman adalah belajar bermakna. Dalam tahap ini pembelajar mengaitkan pembahasan yang baru dengan pengetahuan terdahulu yang relevan. Misalnya pemahaman mengapa terjadi perang Diponegoro, tidak sekedar menghafal kapan terjadi perang tersebut. Perilaku di contohkan dengan kemampuan siswa dalam membandingkan dan mempertentangkan, membuat analogi, membuat inferensi/simpulan, melakukan elaborasi, dan lain-lain.
Belajar pada tahap penerapan terkait dengan kemampuan siswa dalam membuat generalisasi pengetahuan ke dalam situasi yang baru, atau telah terjadi transfer pengetahuan dalam belajar. Pembelajaran telah mampu mengidentifikasi secara kritis hal-hal yang telah diketahuinya dalam situasi yang berbeda, melakukan prediksi tentang sesuatu, misalnya prediksi terhadap akibat kenaikan harga barang-barang. Dalam pengembangan teori pembelajaran, belajar pada tahap penerapan ini banyak menjadi perhatian dari para pakar pendidikan.
2.4  Hasil Belajar dan Kemungkinan Pengukurannya

Definisi belajar dipahami sebagai suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan paraktik atau pengalaman tertentu. Dengan definisi ini, maka hasil dari belajar itu sendiri adalah adanya perubahan yang terjadi pada diri individu yang sedang belajar. 
      Bloom dalam taksonominya membagi hasil belajar dalam ranah yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Tetapi, disini hanya akan membahas ranah kognitif saja, dimana ranah kognitif sangat terkait dengan kemampuan berpikir atau intelektual atau kemampuan memecahkan masalah.
      Setiap ranah yang dikemukakan oleh Bloom itu memiliki tingkatan-tingkatan dan memiliki indicator yang jelas.
No.
Jenis Hasil Belajar
Indikator-Indikator
Cara Pengukurannya
1.
Pengamatan/Perseptual
Dapat Menunjukkan/
Membandingkan/
Menghubungkan
Tugas/Tes/Observasi
2.
Hafalan/Ingatan
Dapat Menyebutkan/Menunjukkan Lagi
Tes/Tugas/Pertanyaan
3.
Pengertian/Pemahaman
Dapat Menjelaskan/Mendefinisikan Dengan Kata-Kata Sendiri
Pertanyaan/Persoalan/
Tes/Tugas
4.
Aplikasi/Penggunaan
Dapat Memberikan Contoh/Menggunakan Dengan Tepat/Memecahan Masalah
Tugas/Persoalan/
Tes/Tugas
5.
Analisis
Dapat Menguraikan/Mengklasifikasikan
Tugas/Persoalan/Tes
6.
Sintesis
Dapat Menghubungkan/Menyimpulkan
Tugas/Persoalan/Tes
7.
Evaluasi
Dapat Menginterpretasikan/Memberikan Kritik/Memberikan Pertimbangan/Penilaian
Tugas/Persoalan/Tes

Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi 4 tahap, yaitu :
1.      Sensor motorik : perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 0-2 tahun. Tahap ini diidentikkan dengan kegaiatan motorik dan persepsi yang masih sederhana.
2.      Pra operasional : Perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 2-7 tahun. Tahap ini diidentikkan dengan mulai digunakannya symbol atau bahasa tanda, dan telah dapat memperoleh pengetahuan berdasarakan pada kesan yang agak abstrak.
3.      Operasional konkret : Yang terjadi pada usia 7-11 tahun. Tahap ini dicirkan dengan anak sudah mulai menggunakkan aturan-aturan yang jelas dan logis. Anak sudah tidak memusatkan diri pada karakteristik perceptual pasif.
4.      Operasional formal : Perkembangan ranah kognitif pada usia 11-15 tahun. Cirri pokok tahap yang terakhir ini adalah anakn sduah mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakkan pola piker “kemungkinan”.



2.5  Aplikasi Teori Kognitif dalam Kegiatan Pembelajaran
Hakekat belajar menurut teori kognitif dijelaskan sebagi suatu aktivitas belajar yang berkaitan dengan penataan informasi, reorganisasi perceptual, dan proses internal. Kegiatan pembelajaran yang berpihak pada teori belajar kognitif ini sudah banyak digunakan. Dalam menemukan tujuan pembelajaran, mengembangkan strategi, tidak lagi mekanistik. Kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar amat diperhitungkan, agar belajar lebih bermakna bagi siswa. Sedangkan kegiatan pembelajarannya mengikuti prinsip sebagai berikut :
1.      Siswa bukan sebagai orang dewasa yang  mudah dalam proses berfikirnya. Mereka mengalami perkembangan kognitif melalui tahap-tahap tertentu.
2.      Anak usia pra-sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar dengan baik terutama jika mendengarkan benda-benda kongkrit.
3.      Keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar amat dipentingkan, karena hanya dengan mengaktifkan siswa maka proses asimilasi dan akomodasi pengethauan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik.
4.      Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi perlu mengkaitkan pengalaman atau informasi baru dengan struktur kognitif yang telah memiliki si belajar.
5.      Pemahaman dan retensi akan mengningkat jika materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola atau logika tertentu.
Proses belajar lebih ditentukan oleh karena cara kita mengatur materi pelajaran bukan ditentukan oleh umur siswa. Proses belajar siswa melalui tahap-tahap berikut :
1.      Enaktif (aktivitas)
2.      Ekonik (visual herbal)
3.      Simbolik.
Secara teori kognitivisme lebih mengarah pada bagaimana memahami struktur kognitif siswa. Dengan memahami struktur kognitif siswa, maka dengan tepat pelajarannya. Contoh: Bahasa Arab disesuaikan sejauh mana kemampuan siswanya. Selain itu, juga model penyusunan materi pelajaran bahasa Arab hendaknya disusun berdasarkan pola atau logika tertentu agar lebih nudah dipahami. Penyusunan materi pelajaran bahasa Arab dibuat bertahap mulai dari yang paling sederhana ke kompleks. Hendaknya dalam proses pembelajaran sebisa mungkin tidak hanya terfokus pada hafalan, tetapi juga memahami apa yang sedang dipelajari, dengan demikian jauh akan lebih baik dari sekadar menghafal kosakata.



BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Belajar adalah materi yang diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dipunyai sebelumnya. Belajar juga merupakan suatu proses dimana peserta didik dapat menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya dan agar pembelajaran bermakna, diperlukan 2 hal yakni: pilihan materi yang bermakna sesuai tingkat pemahaman dan pengetahuan yang dimiliki siswa dan situasi belajar yang bermakna yang dipengaruhi oleh motivasi. Dengan demikian, kunci keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar yang diterima atau yang dipelajari oleh siswa.
3.2   Saran
Belajar tidak sekedar menguasai sekumpulan kemampuan baru atau hal-hal yang berkaitan dengan akademik saja, tetapi belajar juga melibatkan perkembangan emosional, interaksi sosial, dan bahkan perkembangan kepribadian. Maka, diharapkan Indonesia mempertahankan pendidikan berbasis yang sudah baik dan benar, lalu terus memperbaiki yang kurang, sehingga lebih memajukan pendidikan di negara ini. Dengan ini, kita dapat membentuk generasi penerus bangsa yang cemerlang. Karena, salah satu tombak kemajuan negara adalah pendidikan.









Daftar Pustaka
Wasty Sumanto. 2012. Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT. Asdy Mahasatya.
Suyono. 2013. Belajar dan Pembelajaran. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Yudhawati, Ratna. 2011. Teori-Teori Dasar Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT. Prestasi Pustakaraya.
Taufik, M. 2014. Psikologi Pendidikan dan Bimpesdik. Depok : PGSD Press.
Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono. 2008. Psikologi Belajar. Jakarta : Rineka Cipta.
Asri Budiningsih. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta.












No comments:

Post a Comment